51--Mengartikan Surat

316K 31.2K 4.5K
                                    

Cerita itu mengalir dari mulut Bara secara teratur. Laki-laki itu hanya tetap bersandar nyaman memeluk wanitanya. Tempat dimana ia mendapatkan ketenangan pikir. Memejamkan mata menghalau air yang keluar, bibirnya terus bercerita tiada habisnya. Tak peduli berbagai ekspresi yang ditunjukkan Dara. Terkejut, takut dan sakit..

Ya, rasa sakit akibat suara parau Bara dan air mata yang mengalir dimata suaminya. Dan dia seakan merasakanya. Hatinya sesak, sangat mencekik rasanya.

Rasa takut itu masih ada, menjalar keseluruh tubuhnya. Ia bukan Kakek Bara kan? Maka anacaman yang didapatkanya akan lebih terasa serius dan menyakitkan.

Bara menghapus air matanya, mendongak menatap istrinya. Kemudian tersenyum sendu.

"Jangan sedih dong," hibur Dara ikut mengusap wajah suaminya itu.

Bara terkekeh, terdengar dipaksakan. Hanya tak ingin membuat beban pikiran Dara makin banyak.

"Nggak, cuma kaget aja," ujar Bara menyakinkan.

Dara tersenyum kecut, seberapa khawatir Bara sampai-sampai ia takut untuk mengucapkan hal itu padanya. Itu memang akan menjadi beban pikiranya, tapi Dara tak suka jika laki-laki ini memilih memendamnya sendirian.

"Bohong," gumam Dara pelan kembali menarik Bara kepelukannya.

Atensi keduanya teralihkan saat Allard dan Seina berjalan kerahnya. Mereka duduk ditempat tadi. Bara dan Dara juga sudah melepaskan pelukanya dan duduk tegap.

Wajah mereka terbilang sangat serius. Entah apa yang ingin dibicarakan. Allard mengeluarkan map tadi. Membuat Dara dan Seina mengernyit bingung.

"Kita harus pecahin masalah ini sekarang," ujar Allard datar.

Dara mengambil map itu. Membaca berkas-berkas didalamnya dengan teliti.

"Surat pindah?" beonya bingung.

"Hmm, itu jadi membingungkan," ujar Bara menanggapi. Laki-laki itu mendekat ikut melirik kearah berkas yang dibaca istrinya.

"Gue rasa lo harus minta penjelasan sama Om Aryo Bar," ujar Allard yang disetujui mereka.

Bara menghela nafas pelan, merogoh ponsel disakunya. Mengernyit heran kala mendapati sesuatu.

"Sialan!" Bara mengeluarkan secarik kertas yang didapatnya tadi. Warnanya sudah putih kecoklatan. Tulisanya pun sedikit luntur,apalagi penulisanya khas orang dulu.

"Apa isinya?" tanya Dara.

"Surat," gumam Bara.

"Ya isinya apa bego!" maki Allard menatap datar Bara.

"Nih," Bara menyodorkan surat itu ke tangan Allard.

"Bacain," ujar Allard membuat Bara mendengus.

"Si anjing," satu tamparan mengenai wajah Bara. Hal itu membuat wajah Bara langsung ketekuk.

"Tangan ini mungkin masih kuat untuk memegang pena," Bara mulai membacakan isi surat itu.

"Tapi hati ini tak kuat untuk menanggung rasa kecewa," Bara sendiri mengernyit heran dengan kalimat yang dibacanya.

"Hah? Maksudnya?" Seina memberanikan membuka suara.

"Ada yang janggal," ujar Allard menanggapi.

Dara mengangguk menyetujui. Bara mulai membacanya lagi. Ekspresi laki-laki itu terlampau tak bisa ditebak.

"Aku, merasakan bagaimana saat kekuatan menyakitkan itu menembusku paling dalam," suara Bara tercekat saat membaca bagian itu. Apa maksudnya?

"Membuat jiwaku seakan melayang," lanjut Bara lagi. Ketiganya hanya mendengarkan dengan saksama.

"Mungkin sebentar lagi," Bara menggantung ucapanya. Melirik mereka yang memasang wajah ingin tau.

"Jiwa itu akan berada di tempat yang enak dipandang," ujar Bara melanjutkan.

"Enak dipandang? Apa?" tanya Allard bingung. Bara mengedikkan bahu tanda tak tau.

"Denger dulu," perintah Bara. Matanya kembali menatap surat ditanganya.

"Tapi tak enak untuk disinggahi," lanjut Bara lagi. "Atau mungkin tak nyaman untuk dirasakan,"

"Pembunuh mematikan itu mengancam dimana-mana," Bara berhenti sejenak, pembunuh?

"Tak terlihat tapi sangat menyengat."

"Dan aku merasakanya," Bara melempar kertas itu setelah selesai membacanya.

Semuanya terdiam, sampai Allard meraih kertas itu, membaca dan mencoba memahaminya.

Tangan ini mungkin masih kuat untuk memegang pena. Tapi hati ini tak akan kuat menanggung rasa kecewa.

Aku, merasakan bagaimana saat kekuatan menyakitkan itu menembusku paling dalam. Membuat jiwaku seakan melayang.

Mungkin sebentar lagi jiwa itu akan berada didalam tempat yang enak dipandang, tapi tak enak untuk disinggahi, atau mungkin tak nyaman untuk dirasakan. Pembunuh mematikkan itu mengancam dimana-mana. Tak terlihat tapi sangat menyengat. Dan aku merasakanya.

"Apa yang gue bilang," Allard menyenderkan tubuhnya kekursi. "Kakek lo itu ngasih kode Bar, harapan dia mungkin sama Papa lo,"

"Berharap Om Aryo baca ini, berharap untuk mencarinya. Tapi emang Papa lo yang udah kelewat ngehapus semua kenangan masa lalu itu," jelas Allard.

Mereka terdiam, dalam hati memang menyetujui apa yang dikatakan Allard. Sangat meyakinkan.

"Itu nulisnya kapan?" tanya Dara.

Seina yang memang paham permasalahanya karena tadi Allard sempat memberitahunya secara garis besar. Otaknya memutar apa yang diceritakan Allard tadi.

"Ehmm, lo bilang Kakek Bara kecelakaan kan? Itu bisa jadi dia nulis ini setelah kejadian itu. Sebelum kondisi parah saat Kakek Bara hilang," Seina menyampaikan pendapatnya menatap Allard.

"Bisa jadi," gumam Bara pelan. Kepalanya pusing untuk memikirkan itu.

"Kondisinya mungkin parah saat itu. Ditambah stess yang berlebihan. Menurut gue, Kakek Reno ingin menyendiri memulihkan anggota tubuhnya dulu," ujar Dara.

"Tapi kenapa dia hilang secara tiba-tiba coba? Orang-orang terdekatnya bahkan nggak ada yang tau," tanya Bara bingung.

"Nggak gitu Bar, kita cuma tau dari mulut Bi Ika yang notabenya orang luar keluarga lo. Walaupun deket, tapi nggak menjamin dia tau semuanya kan?" bantah Allard langsung.

"Pusing gue," keluh Bara menyandarkan kepalanya di bahu Dara.

"Kata-kata, 'kekuatan menyakitkan itu menembusku paling dalam' gue mikirnya pasti kecelakaan itu membuat Kakek lo sakit parah?" Allard menatap mereka, sedikit ragu dengan apa yang diucapnya.

"Nah itu!" girang Seina. "Gue juga mikirnya gitu,"

"Tapi tempat enak dipandang, tak enak disinggahi dan tak nyaman untuk dirasakan itu apa?" tanya Bara frustasi.

Mungkin otak mereka agak tersumbat kali ini.

_ _ _

Vote and coment guys

Salam sayang

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang