"Ngapain?" tanya Dara ketus saat mendengar pintu kamarnya terbuka. Posisinya yang memunggungi pintu tak membuat Dara heran siapa yang masuk ke kamarnya."Mau jelasin," ujar Bara pelan. Kakinya tetap melangkah ke kamar yang dihuni Dara hampir dua malam ini.
Setelah berbaring menghadap Dara yang membelakanginya, tangan Bara hendak memeluk pinggang Dara sebelum suara sang istri mengintrupsinya.
"Gak usah megang," ucap Dara ketus menggeplak tangan Bara keras.
"Kangen sama anak aku," ujar Bara lirih. Bukan tak sadar Bara ber Aku-Kamu terhadap istrinya. Tapi Bara hanya ingin menunjukkan keseriusanya. Kepalanya ia tenggelamkan di ceruk leher Dara membuat gadis itu memberontak tak nyaman.
"Anak siapa?, ini anak aku!" protes Dara masih kesal bercampur sakit hati mengingat masalahnya dengan Bara akhir-akhir ini.
"Yang buat aku!" keukeh Bara mencoba menahan kedutan dibibirnya saat Dara ikut-ikutan mengganti kosa katanya menjadi Aku-Kamu terhadapnya.
"Buat aja sama Indah!"
Bara tersentak mendengar perkataan itu. Matanya memancarkan ketidaksukaan. "Biar aku jelasin," ujarnya tegas.
"Nggak butuh penjelasan lagi, kalau mau pacaran sama Indah ya pacaran aja. Nggak usah mikirin aku sama anak aku!" tantang Dara yang tetap beradu argumen dengan suaminya.
"Sakit ih.." rintih Dara saat Bara menggigit pundaknya keras.
"Mau jelasin sama kamu yang selalu buat keputusan sepihak, tanpa tau yang sebenarnya." ucapan itu mampu membungkam mulut Dara.
"Kemarin sesuai di pesan, aku nungguin kamu. Tapi tiba-tiba Indah dateng. Ya terus debat sama aku, pas aku mau keluar dia tiba-tiba nyium aku."
"Halah.." cibir Dara pelan yang masih dapat didengar Bara. "Yang bilang jangan nyusahin siapa?" tanya Dara ketus.
Bara meringis, "ya kan namanya juga cemburu," jawabnya jujur.
"Cemburu apaan!" bantah Dara mencoba menghilangkan warna pipinya yang sudah memerah.
"Ya sama kamu lah! Ngapain juga sama si Arga berduaan kaya gitu!" ujar Bara sedikit teriak kesal.
"Ngapain juga,"
Bara langsung membalikkan tubuh Dara saat itu juga sehingga mereka kini berhadapan. Cowok itu mencoba menahan senyum melihat pipi Dara yang sudah memerah. Dara sendiri memalingkan wajahnya kesamping.
"Denger dulu," ujar Bara lembut. "Aku sama si Indah itu kenal cuma gara-gara Kakek. Dia taunya kita dideketin biar bisa pacaran, jadi Indah ngejar-ngejar aku. Soal masalah kamu ngidam itu emang akunya yang kesel, terus pas kamu sama si Arga akunya yang cemburu. Dan yang terakhir itu emang si Indah yang kaya uler." jelasnya rinci.
"Jadi?" tanya Dara pelan.
"Yaudah baikkan."
"Enak aja, gak!" tolak Dara mentah-mentah.
"Kenapa si," ujar Bara pasrah.
"Ya emang gak kesel digituin? Gak marah hah?" semprot Dara langsung.
"Iya.. Iya," ujar Bara menghembuskan nafas kesal.
"Untung cinta," ujar Bara setelahnya mengecup bibir Dara kilat.
Dara melotot. Tanganya langsung menampar lengan Bara keras. Udah dibilang namanya juga masih marah, malah digituin.
"Apa?" tantang Bara. Birirnya mengecup lagi bibir Dara berkali-kali.
"AKH.. sakit ya ampuuun!"
"MASIH MAU NYIUM LAGI HAH?" bentak Dara keras, tanganya lebih kuat menjambak rambut Bara.
"Aduh... Iya.. Iya udah astaga!"
Bara langsung memegang rambutnya kala merasakan perih, kalo tau gini tadi nggak usah cium-cium. Tapi Bara udah ketagihan, gimana dong.
"Sana keluar!" usir Dara dengan teganya.
"Loh, kok gitu. Gak mau!" bantah Bara langsung.
"Masih marah!"
"Bodoamat, kangen meluk!" ujar Bara setelahnya memeluk Dara erat-erat tak lupa memberi jarak di perutnya.
"Nggak mau!"
"Udah tidur aja," ucap Bara sambil mengelus lembut rambut Dara membuat si empunya memejamkan mata nyaman.
Bara memang tak bohong. Tidurnya tanpa Dara memang ada yang kurang. Jika biasanya ada sesuatu yang dipeluk, maka jika tidur sendiri hanya memeluk guling. Dan itu sangat tidak nyaman.
Setelah memastikan Dara tertidur pulas. Bara merangkak ke bawah sampai sejajar dengan perut Dara. Kemudian cowok itu menyingkap baju Dara sampai sebatas bawah dada. Kini perut sedikit membuncit Dara terpampang nyata yang langsung diserbu Bara dengan kecupan hangat dan elusan tanganya.
Walau hanya beberapa hari tak seperti ini tapi Bara rindu sensasinya.
_ _ _
"Bar.. Bangun ih!"
Dara menepuk pipi Bara keras membuat si empunya menggerang.
"Bangun!" ujar Dara.
Bara mengerjapkan matanya sampai terlihat jelas. "Apa? Masih tengah malem ini." jawabnya serak kembali memeluk istrinya erat.
"Laper!" rengek Dara.
"Ya makan!" jawab Bara cuek.
"Kamu yang maskakin!" pinta Dara melas menatap mata Bara yang masih sayu.
"Nggak bisa!" tolak Bara langsung. Dengan terpaksa cowok itu membuka matanya lebih lebar.
"Mau nolak lagi?" tanya Dara lirih.
Bara menghembuskan nafas pelan. Akan menjadi masalah yang panjang jika menolak keinginan ibu hamil satu itu, sedangkan masalah mereka baru terselesaikan tadi.
"Nggak bisa masak akunya. Besok aja ya?" pintanya menggaruk pipi kesal.
"Orang lapernya sekarang masa, masaknya besok?" semprot Dara kesal.
"Huft.. Iya," jawab Bara pasrah. Kemudian mencoba bangun.
"Buruan!"
"Ini lagi jalan, kamu nggak lihat?" ujar Bara.
_ _
Nasi goreng dengan bentuk tak karuan sudah tersaji diatas nampan. Satu jam lamanya, memang. Bara tak pandai dalam hal masak memasak. Ini juga dalam rangka menuruti buah hatinya.
Bara mendengus kesal saat memasuki kamarnya dengan Dara. Wanita hamil itu sedang tertidur pulas diranjang. Menaruh nampan tak sabaran di nakas, Bara kemudian merebahkan tubuhnya disamping Dara.
"Untung sayang, untung cinta, untung istri!" dengus Bara mengecup bibir Dara gemas.
_ _ _
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARA [SUDAH TERBIT]
Teen FictionNyatanya Bara itu Nakal. Bara itu Dingin. Bara itu kaku. Tapi bagaimana kalau si Badboy, dingin dan kaku itu akan menjadi seorang ayah?. Berbeda, Bara akan belajar menjadi ayah yang baik untuk calon anaknya. Hanya karena dijebak bersama seorang pere...