"Ayo!" ajak Bara kepada Dara yang sudah menunggunya didepan gerbang.Dara mengangguk, membiarkan Bara merangkul pundaknya. Mereka berjalan ditrotoar jalan menuju tempat dimana jemputan menunggu mereka.
"Besok cek kandunganya sama aku," ujar Bara mengingat bahwa terakhir cek keadaan anaknya dirinya tak diikutsertakan.
"Masih lusa," jawab Dara menahan senyum.
"Oke, habis ini aja." putus Bara yang membuat Dara menoleh kaget.
"Orang lusa juga!" ujar Dara kesal.
"Pengin, terakhir gak sama aku kan?" ujar Bara merengek pelan.
Oke, Bara yang sekarang sangat beda seperti saat pertama kali bertemu.
"Gara-gara siapa?" tanya Dara melotot.
"Aku," ujar Bara dengan kurang ajarnya mengecup pelan bibir Dara. Hal itu sepertinya sudah menjadi candu bagi Bara.
Pipi Dara langsung bersemu merah. Tapi ekspresinya pura-pura menunjukan raut kesal.
"Kurang ajar," umpat Dara yang malah membuat Bara terkekeh.
Di sebrang sana, Indah yang melihat kejadian itu mengepalkan tanganya erat. Jadi benar apa yang diucapkan teman-teman Bara tadi tentang kedekatanya bersama Dara.
Teringat status Dara yang sedang hamil membuat Indah menyeringai tajam. Otaknya sudah berputar banyak rencana yang hinggap.
_ _ _
Tangan Dara masih asik mengelus lembut rambut Bara yang tertidur dengan kepala berbantalkan pahanya. Sedangkan satu tanganya yang lain memengang remote tv.
"Geli ih," ujar Dara pelan sambil menggelinjing kegelian.
"Bar!"
"Hmm," Bara tak menjauh dari perut Dara. Rambutnya ia gesek-gesekkan ke perut yang mulai membuncit itu.
"Aksh.. Iya," ujar Bara dengan terpaksa menjauh saat tangan istri cantiknya mulai menjambak rambutnya.
"Dibilangin juga,"
Bara mencibir dalam hati. Baju Dara yang sedari tadi disingkap sebatas bawah dada olehnya. Perut yang berisikan anaknya itu membuncit membuat Bara gemas. Bibirnya maju menciumi perut Dara terus-terusan sampai terdengar bunyinya.
Dara sendiri terkekeh, pipinya menjadi merah. Sikap Bara berbeda sekarang. Lebih berani melakukan sesuatu tanpa seizinnya. Saat bibir Bara bersentuhan dengan perutnya, hatinya berdesir. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuh.
"Sekarang aja, ayo!" ajak Bara menatap wajah Dara dari bawah.
"Nanti sore. Masih panas tau!" tolak Dara.
"Orang kita naik mobil. Periksanya juga didalem ruangan bukan ditengah jalan," cibir Bara dengan alasan tak masuk akal istrinya.
"Ya, aku lagi mager tau gak sih," ujar Dara cemberut.
"Kamu mah.." dengus Bara kembali memeluk perut Dara.
"Habis ini, janji deh," ujar Dara.
Bara tak menjawab lagi. Matanya terpejam menghadap perut Dara. Elusan lembut dikepalanya membuat matanya jadi berat. Tapi kemudian Bara melotot agar tidak tidur, nanti nggak jadi periksa kandungan lagi.
Dara sendiri makin gencar memberikan kenyamanan. Usapanya lebih lembut dan ringan saat melihat mata Bara hampir terpejam. Ini bukan jadwal cek kandungan tapi lusa. Dan suaminya itu ngotot sekali.
Matanya menutup, dengkuran halus keluar dari mulutnya. Hal itu membuat Dara tersenyum geli menatap Bara yang sudah tertidur pulas. Tak akan ada lagi rengekan menyebalkan yang memenuhi telinganya.
"Bayi gede," cibirnya pelan.
_ _ _
"Tuh kan gara-gara kamu. Kita nggak jadi periksa kandungan,"
"Loh kok aku, orang kamu yang tidur!" bantah Dara tak terima dengan ucapan Bara.
Orang dianya yang tidur sampe maghrib. Tapi Dara juga tersenyum geli melihat wajah sebal Bara yang menatap tajam kearahnya.
"Kenapa nggak bangunin?" tanya Bara ketus.
"Gak tega lah aku," jawab Dara memberi alasan.
"Halah, bilang aja nggak mau!"
"Apasih Bar? Besok iya besok aja kita periksa kandungan," ujar Dara dengan suara lebih lembut.
Bara menghela nafas pelan. "Hmm," gumamnya.
"Ngambek," ujar Dara pelan yang masih terdengar sampai ditelinga Bara.
"Udah shalat dulu ayo," ajak Dara yang langsung diangguki Bara.
Keduanya beranjak untuk menunaikan ibadah shalat secara berjamaah.
"Mau masak apa?" tanya Bara setelah selesai menunaikan ibadah.
"Nggak mau masak," jawab Dara mengapit lengan Bara.
"Aku pengin makan soto yang ada di deket apartemen itu loh!" ujar Dara antusias. "Anak kamu lagi pengin," lanjutnya.
"Iya ayo, Mamanya pengin makan soto," ujar Bara sedikit menggoda. Rasa kesalnya sudah meluap begitu saja.
Dara menepuk lengan Bara keras. "Anak kamu, bukan aku," ujarnya galak.
Bara terkekeh pelan, "iya iya,"
Cowok itu mengambil jaket tebal dilemarinya. Memakaikan ke tubuh mungil yang sedikit berisi itu.
"Pulangnya ke supermarket ya? Susu ibu hamilnya udah habis," pinta Dara menatap Bara yang masih memasangkan jaket ke tubuhnya.
"Iya, ayo!"
_ _ _
"Ini ya?"
Mulut Bara menganga melihat tangan istrinya penuh dengan coklat beraneka ragam jenis dan merek.
Saat ini mereka berada di supermarket setelah menuntaskan keinginan ibu hamil satu itu, makan soto. Selain membeli kebutuhan mereka yang sudah habis, tentu saja membeli tujuan utamanya. Susu ibu hamil.
"Segini?" tanyanya.
Muka Dara merengut sedih. "Gak mampu beliin ya?"
Kali ini mulut Bara lebih menganga lebar. "Astaga, kamu minta mobil, rumah, berlian sama emas aja uang aku nggak bakal habis," ujarnya gemas dengan tingkah istrinya.
"Yaudah boleh berarti," ujar Dara kegirangan memasukan coklat ke troli.
"Jangan dihabisin langsung," perintah Bara yang diangguki Dara.
"Iya, itu buat persediaan juga," jawabnya. Tanganya mengapit lengan Bara sambil melihat-lihat sekeliling.
"Dulu, pas sebelum nikah aku tu suka banget kalau sama coklat. Tapi pas nikah jadi sering lupa, gak nafsu juga. Terlalu banyak tekanan kali ya?, pas lihat tadi makanya aku seneng banget," cerita Dara mengenai kehidupanya dulu.
Bara menyunggingkan senyum tipis, tanganya mengapit kepala Dara. Mencium puncuk kepalanya singkat.
"Jalan liat-liat," maki seorang perempuan yang hampir oleng.
Bara langsung memengang lengan Dara saat gadis itu juga hampir terjungkal. Tapi perempuan didepanya ini malah menyalahkanya.
"Mata lo yang buta," balas Bara datar.
Perempuan itu mendongak. Matanya membulat kaget, sama seperti Keduanya. "Bara," panggilnya.
"Kamu sama dia?" tanya perempuan yang tak lain adalah Indah. Tangan Indah menunjuk wajah Dara yang lebih asik memilih produk-produk di rak sampingnya.
"Urusanya apa sama lo?" tanya Bara datar.
Pandanganya beralih kearah Dara yang sudah menenteng makanan ringan ditangannya. Kepalanya menggeleng pelan melihat tingkah ibu hamil yang satu itu.
"Udah?, ayo!" ajak Bara meraih pinggang Dara tanpa menghiraukan Indah yang sudah menatap tajam punggung mereka. Terlebih Dara.
"Sialan lo, liat aja," geramnya.
_ _ _
Vote and comennt.
Baca cerita aku yang lain juga ya:-)
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARA [SUDAH TERBIT]
Teen FictionNyatanya Bara itu Nakal. Bara itu Dingin. Bara itu kaku. Tapi bagaimana kalau si Badboy, dingin dan kaku itu akan menjadi seorang ayah?. Berbeda, Bara akan belajar menjadi ayah yang baik untuk calon anaknya. Hanya karena dijebak bersama seorang pere...