46--Pertemuan Kedua

322K 31.5K 9.4K
                                    

Dering telfon di ponsel Bara berbunyi. Cowok itu merogoh sakunya. Nama Kakek tertera dilayar membuat Bara mati-matian menahan emosi didadanya yang hampir meluap.

"Halo cucuku tersayang,"

"Halo Kakek Bara yang-," udah tua tapi banyak tingkah. Bara menggantungkan ucapanya membatin dalam hati.

"Yang sangat sayang sama cucunya kan?" tawa disebrang sana berderai.

"Mau apa?" tanya Bara tak basa-basi.

"Loh, emang salah kalau saya telfon kamu?" nadanya terdengar dihalus-haluskan.

"Nggak, nggak salah. Apalagi mau bicara penting kaya gini. Oh atau mau ancam Bara?" Bara menjawab dengan berani.

Tawa berderai disebrang sana. "Ini ya hasil didikan saya terhadap kamu Bara?"

Bara tau nada Kakeknya terlihat santai. Namun dengusan keras setelahnya membuat Bara yakin bahwa ia sudah berhasil memancing emosi Kakeknya.

"Oh iya, kamu nggak mau ngomong sama Indah? Ini ada disamping Kakek, hitung-hitung latihan buat jadi suami istri,"

Ucapan itu membuat Bara menggeram emosi. Suami istri gundulmu! Pingin banget ngomong gitu si Bara.

"Oh ya, kapan Indah mau nikah sama Kakek," ujar Bara mengejek berusaha tetap tenang.

"Mulutmu Bar!" bentak Kakek Bara diujung sana.

"Loh, iya kan?"

Bara berujar sinis. Matanya menatap Dara yang sudah memakai pakaian rapi berjalan kearahnya.

Suara gebrakan terdengar, disertai pekikan nyaring yang Bara tebak milik Indah.

"Ngomong-omong kamu nggak mau mampir kerumah Kakek?" suara itu terdengar mengancam. "Diskusi masalah perusahaan Papa kamu yang akan hancur dalam sekejap. Atau.. Masalah perceraian kamu dengan wanita sialan itu?"

Bara menggeram marah. Telinganya mendengar tawa mengejek disebrang sana.

"Kakek bisa hancurin perusahaan Papa kamu dalam sekejap kalau kamu nggak mampir kesini Bar,"

Tut tut

Bara mencengkram ponselnya kuat, dengan cepat ia menarik Dara untuk keluar apartemen.

"Bar, pelan-pelan. Anak kamu," Bara tersadar saat itu juga. Ia balik badan khawatir.

"Kenapa, dia nggak Papa kan?" tanya Bara terdengar takut.

"Mau kemana? Katanya ketemuanya nanti siang," tanya Dara kembali bukanya menjawab ucapan Bara.

"Nggak papa tenang aja," ujar Dara menenangkan melihat raut khawatir Bara yang sangat kentara.

"Kakek," jawab Bara singkat.

Dara membelalak. "Aku nggak usah ikut kalau gitu," bayangan ucapan hinaan yang dilontarkan Kakek tua itu membuat Dara takut.

"Ikut," putus Bara. "Kamu harus ikut!, ada aku. Nggak usah takut," lanjut Bara menenangkan.

"Bar," ragu Dara.

Bara memegang bahu Dara erat. "Jangan ngomong apapun disana. Apalagi buat keputusan sepihak. Atau aku bakal marah besar sama kamu!"

_ _ _

Dara memegang tangan Bara lebih erat saat sampai didepan pintu yang menjulang tinggi didepanya. Ia tak tau apa masalah perusahaan Bara dengan Kakeknya. Tapi yang Dara takutkan ialah ancaman yang kembali datang terus menerus dari Kakek Bara yang kemungkinan dapat memisahkan mereka.

"Inget pesan aku tadi," ujar Bara. Cowok itu memberikan satu kecupan singkat dipelipis istrinya yang tampak sangat takut akan sesuatu. Sama seperti dirinya.

Dara hanya mengangguk. Keduanya masuk kedalam dengan langkah pelan. Sampai telinga Dara bisa mendengar suara orang bercakap-cakap sesekali tertawa.

Takutnya semakin menjadi-jadi saat melihat perempuan membelakangi mereka yang Dara yakin itu adalah Indah. Kesempatan gadis itu mendapatkan Bara malah semakin besar saat ini. Kesempatan yang awalnya Dara kira menipis karena gadis itu telah dikeluarkan dari sekolah.

Bayangan-bayangan itu kembali datang. Ketakutan terbesarnya saat nyawa anaknya menjadi taruhan karena Indah. Keringatnya mulai bercucuran didahi.

Bara berdehem, membuat mereka menoleh. Mata Indah terlihat berbinar, tidak dengan Kakek Bara yang menatap tajam mereka. Ah tidak, maksudnya menatap tajam Dara.

Dara sendiri hanya dapat menunduk dalam.

"Halo, apakabar Kakek?" ujar Bara tenang.

"Baik, apalagi kamu dateng kesini. Tapi sepertinya menjadi tidak karena kamu membawa wanita sialan itu!"

Ucapan itu membangkitkan emosi Bara. Ditambah lagi saat tangan Dara yang bergetar digenggamanya.

"Hai Bar!" sapa Indah riang. Bara melengos, tak menjawab.

"Apa mau Kakek?" ujar Bara terdengar dingin.

Reno tertawa, "tenang Bara, saya hanya akan mengajukan dua pilihan lagi, tapi sepertinya kali ini berat," ujar Reno selanjutnya.

"Perusahaan hancur atau tunangan dengan Indah," Reno berucap serius.

Dara lemas. Ternyata ini masalahnya. Pengangannya ditangan Bara pun sudah kian mengendur. Wajahnya mendongak menatap Bara yang terlihat tenang. Dara hanya takut Bara akan menyetujui opsi kedua. Karena itu adalah salah satu jalan keluarnya.

"Bara?" panggil Indah kala Bara tak kunjung menjawab.

"Cuma itu?" jawab Bara setelahnya yang membuat Reno tersenyum kemenangan.

"Iya, mudahkan?"

Pria tua itu yakin bahwa cucunya akan memilih opsi kedua karena pasti tak ingin melihat perusahaanya hancur.

"Jadi? Bara harus tunangan dengan orang yang hampir bunuh anak Bara?" kalimat itu membuat Dara menunduk. Airmatanya keluar perlahan. Bara mengucapkanya dengan tenang, seolah menyetujui.

Reno sendiri langsung menoleh kaget ke arah Indah, beneran?

Indah kira Kakek Bara akan marah mendengar berita itu. Tapi ucapan selanjutnya membuat Indah tercengang.

"Kenapa nggak mati sekalian," dengus Reno kesal.

"SIALAN!!"

Dara terlonjak kaget dengan bentakan keras itu. Ditambah gebrakan meja membuat ia mundur perlahan. Takut.

Muka Bara terlihat merah padam. "MAKSUD KAKEK APA?!!" teriaknya keras tak bisa menahan emosi.

"Cucu kurang ajar kamu Bara!" ujar Reno terkejut.

Bara tersenyum sinis. "Kakek pikir Bara akan nyetujuin syarat Kakek untuk mengembalikkan perusahaan Papa?"

"Nggak pernah," jawab Bara tegas dingin.

"Kakek tau, tangan Bara bahkan gatel pengen bunuh Kakek sama wanita sialan itu!"

Sudah, Bara tak peduli dengan sopan santun yang ada. Pria tua ini akan merusak kebahagian yang datang pada hidupnya terus-menerus.

Bara memasang raut dingin dan kaku. Ia tak lagi mengenal siapa Kakek tua itu.

"Atau sebelum kamu bunuh Kakek, saya akan lebih dulu bunuh bayi kamu Bara,"

Dan hal itu membuat seluruh tubuh Dara gemetar.

_ _ _

Vote and coment guys

Salam sayang

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang