"Ngapain disini?"Dara tak menjawab, melainkan dengan cepat mengusap air matanya. Nyatanya dari tadi ia duduk disini menikmati semilir angin tak dapat menenangkan pikiranya. Malah semakin kacau. Ucapan mereka bagaikan pedang tak kasat mata yang menembus ulu hatinya paling dalam. Sakit.
"Dar,"
Sekali lagi, Dara terlalu hafal dengan suara itu.
"Dara,"
Kali ini Dara merasakan seseorang menangkup pipinya dari belakang. Kemudian mendongakkan kepalanya. Satu kecupan singkat mendarat dibibirnya membuat Dara membelalak.
"Astaga!"
"Siapa yang bikin kamu nangis hmm?" Bara menggeram pelan melihat mata Dara yang sembab.
"Nggak ada,"
"Yang," tuntut Bara, laki-laki itu memutar tubuhnya lalu menduduki sofa sebelah Dara.
"Beneran, aku tadi cuma baca novel di Hp," ujar Dara meyakinkan.
"Adara!"
Dara meneguk ludahnya, tak pernah Bara memanggilnya seperti itu.
"Aku nggak papa, oke?" suara Dara kini semakin parau, mencoba menatah tangisanya saat mengingat hal tadi.
Dan Bara tak akan semudah itu dibohongi. "Oke," ujarnya datar.
"Jangan marah dong, aku nggak papa. Beneran," cicit Dara saat muka datar dan dingin langsung terpampang diwajah Bara. Apalagi mata Bara yang tak lagi menatapnya.
Dara menghembuskan nafas saat Bara tak menyahut, perempuan itu menggigit bibir bawahnya meredam isakan yang akan keluar dari mulutnya.
Jual diri.
Murahan.
Kalimat itu yang selalau terlontar dari mulut siapa saja yang mengetahui berita tentangnya. Dirinya murahan dan menjual diri. Memang seperti itu? Nyatanya tidak, Dara sangat sakit saat semua melontarkan perkataan seperti itu.
Dia hanya korban, dan Dara sudah memikirkan itu berkali-kali.
"Ba-baaarr," rengek Dara parau, tubuhnya ia geserkan sehingga menempel seutuhnya ketubuh Bara.
"Huaaaa.... Hiks... Hiks,"
Tangis Dara tumpah sambil memeluk tubuh Bara. Elusan dirambut serta punggungnya menandakan bahwa Bara tak marah lagi padanya kan?
"Kenapa hmm?" tanya Bara lembut.
"A-aku murahan ya Bar?" Dara balik bertanya seperti itu. Kepalanya mendongak keatas. Suaranya terdengar parau dengan mata sembab yang kentara.
Bara mengernyit, kemudian menggeram pelan. Tanganya berganti memeluk pinggang Dara. "Siapa yang bilang?, ngomong sama aku,"
"Jawab dulu... Aku murahan ya?"
"Kata siapa heum? Aku disini yang salah, bukan kamu atau siapapun itu." jawab Bara tau arah pembicaraan mereka.
"Tapi mereka bilang gitu," ujar Dara serak kembali menenggelamkan wajahnya ke dada Bara.
"Ini hidup kamu, aku akuin emang aku ngerusak kamu. Tapi aku sekarang nggak nyesel," ucap Bara sedikit menggoda.
"Apaan, masa nggak nyesel sih!" Dara mendongak menatap Bara tajam.
"Itu emang udah takdir kita kali, lagian aku juga bahagia gini sama kamu, so? Jangan pikirin ucapan mereka oke?" ujar Bara menenangkan.
"Sekarang bilang sama aku, siapa yang bikin kamu nangis heum?" tanya Bara sekali lagi melembutkan suaranya. Berbeda dengan tanganya dipinggang Dara yang mengepal juga tatapan tajamnya.
"Nggak tau orangnya,"
"Hah?" bingung Bara.
"Aku tadi kekamar mandi, terus denger orang bicara yang nggak enak didenger. Apalagi itu fans kamu," curhat Dara mulai menceritakan secara rinci.
"Jangan sedih dong, aku tau emang aku salah. Aku yang bikin kamu malu, nangis, dan dibenci orang kaya gitu. Tapi percaya sama aku kalau aku bakal bikin semuanya balik seperti semula," janji Bara meyakinkan.
"Jangan jadi orang jahat!" peringat Dara kala mendapati makna dari perkataan Bara.
"Aku nggak jahat, cuma mau ngasih pelajaran aja. Salah?"
"Baaar...." rengek Dara.
"Suuut diem." putus Bara mengeratkan pelukanya mereka.
_ _ _
"Kumpul lo pada!"
Seorang laki-laki maju ketengah lapangan. Menyeret kerah baju seragam yang dikenakan Manu, menundukkannya di tengah lapangan yang kini telah diisi seluruh murid yang kepo.
Wajah Manu yang babak belur membuat mereka mengernyit heran sekaligus bertanya-tanya. Memang kemarin sempat heboh Bara dan Manu yang berkelahi, dan sekarang mereka punya masalah apa lagi?
Bisik-bisik mulai terdengar di telinga Bara. Laki-laki itu tetap memperlihatkan raut datarnya.
"Ngomong lo!" hadrik Bara kasar menendang Manu.
Manu tetap diam membuat Bara menggeram pelan. Cowok itu kemudian berteriak kencang.
"DENGERIN GUE!"
"Kalau kalian tanya, Dara hamil anak siapa? Itu anak gue, puas! Bukan karena Dara murahan atau jual diri seperti yang lo semua bilang. Tapi—" Bara mengantungkan ucapanya. Semua siswa mulai heboh saat topik yang dibicarakan adalah topik yang sedang panas akhir-akhir ini.
"Karena dia!," lanjut Bara menatap Manu yang meringis pelan, tapi wajahnya tetap menunjukan seberapa keras kepalanya seorang Manu.
"Dia yang udah jebak gue!" ujar Bara tajam. "Jadi, jangan caci maki Dara. Karena itu salah gue! Terutama dia," ujar Bara menunjuk Manu yang dibawah.
"Kalau masih ada yang caci maki dia, siap-siap nasib kalian sama kaya Indah. Atau bahkan lebih," ancam Bara tajam, menusuk.
Semua siswa-siswi menunduk dalam kala Bara menatap mereka tajam, raut marah terpatri jelas diwajah tampannya. Selain rahangnya yang mengeras, tanganya mengepal, wajah Bara memerah menahan emosi didalam tubuhnya.
"BUBAR WOI!" teriak Mars saat tau bahwa Bara tak akan bicara apapun lagi.
"GUE BILANG BUBAR ANJING!" teriak Mars kasar saat mereka tak kunjung bubar.
Semua langsung bubar melihat Mars yang biasanya humoris, sering bercanda, dan menggoda menjadi berteriak marah seperti itu.
Tinggal tersisa Bara dan teman-temannya serta Manu dilapangan.
"Bangun lo sialan!"
Bara menatap Manu, kemudian mengulurkan tanganya tanpa diduga.
Raut bingung terpatri jelas diwajah Manu. Laki-laki itu menerima uluran tangan Bara. Kemudian bangkit dan mengucapkan sesuatu yang terasa kaku dilidahnya.
"Makasih," ujar Manu berlalu begitu saja meninggalkan Bara yang terdiam dan Mars yang masih mengumpat tak jelas.
_ _ _
Vote and coment guys
Salam sayang
❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARA [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaNyatanya Bara itu Nakal. Bara itu Dingin. Bara itu kaku. Tapi bagaimana kalau si Badboy, dingin dan kaku itu akan menjadi seorang ayah?. Berbeda, Bara akan belajar menjadi ayah yang baik untuk calon anaknya. Hanya karena dijebak bersama seorang pere...