54--Sebuah Ungkapan 1

304K 31.4K 5.5K
                                    


Dara mengerucutkan bibirnya kesal. Matanya menatap Bara yang menghembuskan nafas lelah.

"Denger, kamu nggak usah ikut." Bara memegang bahu Dara erat-erat.

"Kenapa sih? Kan juga mau tau." Dara menatap Bara menantang. Ingin rasanya mengumpat, tapi masih ingat bahwa pria didepanya ini adalah suaminya.

"Bahaya, si Rizal ngancem kamu," Bara mengecup bibir tipis itu cepat.

Allard memutar bola mata malas. Ia menyerahkan Ares yang berada digendonganya untuk Seina.

"Kalau ada bahaya nanti telfon," ujar Allard memperingatkan pada kedua wanita itu.

Dara mendengus, wanita itu memilih masuk apartemen daripada bertengkar tak jelas dipintu. Masa iya, cuma dikembaliin doang. Nggak ngajak lagi.

Setelah pergi dari rumah lama Bara mereka mengembalikkan kedua orang perempuan itu keapartemen Bara. Setelah sebelumnya menjemput Ares dari teman Allard.

Sedangkan dua laki-laki itu akan pergi kerumah Rizal. Melancarkan aksi mereka tentunya.

Bara hanya diam, tak menanggapi istrinya yang masuk karena ngambek. "Ayo," ujarnya pada Allard bersiap untuk pergi.

Allard mengangguk. Dengan cepat ia mencium pipi balita gembil itu membuat Ares terkekeh karena tingkah Allard.

"Jaga dia," Allard menatap Seina serius. Seina hanya mengangguk paham. Ia masuk, menutup apartemen Bara.

Allard dan Bara berjalan cepat menuju lantai bawah. Tempat mobil Bara berada. Keduanya masuk dengan Allard yang duduk dibalik kemudi.

"Langsung?" Bara mengangguk yakin. Buat apa ditunda?

Tangan Bara membuka map merah yang berisi berbagai dokumen penting. Juga ada beberapa foto yang mereka dapat kemarin. Sebagai bukti. Ya, dan mereka akan mencari bukti yang lebih kuat sekarang. Bahkan dari sumbernya langsung.

"Selesai ini kita jadi pergi?" tanya Allard menoleh sekilas.

"Mau nggak mau," jawab Bara cuek. "Dia kuncinya," lanjutnya.

"Tapi gue ragu kalau Kakek lo masih hidup Bar,"

Bara menoleh, dia juga sama. Ragu. Menghilang tanpa adanya kabar dan hidup sendiri di luar membuat keraguanya bertambah. Tapi tak salah jika membuktikanya kan? Walaupun hanya dengan satu petunjuk yang Bara harap itu akurat.

"Kita coba," lirih Bara. Mobil mereka berhenti dipekarangan rumah bertingkat tiga itu.

Sepi, tentu. Hanya ada beberapa pelayan dan satpam yang berjaga didepan gerbang. Siapa juga yang akan tahan dengan sikap Reno gadungan.

Bara turun dari mobil, pelayan membukakan pintu saat Bara memencet bel. Kemudian menunduk patuh melihat dua tuan muda yang memang sudah mereka kenali sebelumnya.

Bara hanya mengangguk sekilas. Mereka masuk tanpa dipersilahkan.

"Kakek?" tanya Bara menatap wanita yang sedikit lebih tua darinya itu. Dalam hati padahal sudah mengumpat keras, Kakek? Cih!

"Tuan sedang kerja," ujar pelayan itu.

Bara menatap Allard yang memberi kode padanya.

"Bara mau keliling," ujarnya tegas berlalu begitu saja dengan Allard.

_ _ _

"Sialan!" umpat Allard. Matanya menatap Bara yang masih tenang memperhatikan taman yang terletak dibagian paling belakang rumah ini.

"Masih banyak yang kita nggak tau," ujar Bara pelan. Tanganya melipat kertas-kertas yang didapatnya. Memasukkannya kesaku. Juga ada beberapa foto yang lain. Hal itu membuat darahnya mendidih.

Allard diam, mereka dilanda keheningan sampai satu suara mengintrupsinya.

"Mencariku heh?!" Bara menggeram pelan mendengar nada ejekan yang terdapat didalamnya.

"Ya!" jawabnya tegas kemudian berbalik arah.

Matanya menatap sengit Reno, ah bukan... Maksudnya Rizal yang tersenyum remeh memandanginya dan Allard yang hanya diam mendengarkan.

"Oh ada apa cucuku?"

Nada suara itu terdengar dibuat-buat.

"Nggak sudi," gumam Bara pelan yang masih bisa didengar Rizal.

"Maksudmu?! Mau bertingkah kurang ajar terhadap Kakek yang sudah renta ini?" mata Rizal menggelap, tapi kemudian disamarkan dengan senyuman manis tersunging diwajah tuanya.

"Ya, bahkan akan sangat kurang ajar!" tantang Bara mengangkat kepalanya. Seolah memang menantang pria tua itu.

Allard hanya tersenyum kecil, merasa asing terhadap wajah tua itu sekarang.

"Sialan kamu!" Rizal berujar keras-keras.

"Oh Kek!" syok Allard. "Katanya udah tua. Kok ngumpat? Nggak takut mati?" tanyanya yang menyulut kemarahan Rizal.

Rizal berdehem. "Apa mau kalian?" tanyanya tenang. Mencoba tak terpengaruh dengan dua orang muda yang seperti sedang menyulut amarahnya semakin menjadi.

Bara terkekeh kecil, tetdengar parau. "Boleh Bara tanya?" ujarnya lembut menatap Rizal yang masih berdiri angkuh dihadapan mereka.

Bara tak bohong kalau tubuh Kakeknya masih terlihat bugar saat umurnya sudah tua. Yang pasti kesehatanya itu sangat terjaga.

"Apa aja yang disembunyiin oleh Kakek Reno?"

Rizal tersentak. Jarang Bara memanggilnya seperti itu, ya menggunakan nama gadunganya.

"Maksud kamu? Kakek nggak nyembunyiin apa-apa," ujar Rizal sedikit heran.

"Oh ya?" tanya Allard tersenyum tipis.

"Ya! Kakek nggak nyembunyiin apa-apa." ujar Rizal lantang.

"Atau kamu datang kesini mau nyelametin perusahaan Kamu yang hampir.. Gulung tikar mungkin?" Rizal tertawa kecil dengan pemikiranya.

"Asal kamu terima perjodohan kamu dengan Indah!" lanjutnya tersenyum smrik.

Bara baru sadar, apa hubungan Kakek dengan keluarga Indah sampai sebegitu ngebetnya?

"Kakek dikasih apa sih sampe ngotot kaya gitu?" tanya Bara frustasi.

Mata Allard dapat melihat Rizal yang gelagapan. Ia tau ada apa-apa antara Rizal dan sekretaris yang sudah menemaninya secara bertahun-tahun. Dan itu adalah Papa Indah.

"A-khem, dikasih? Saya kurang apa sampai mau mengemis-ngemis kaya gitu?" Rizal berujar setelahnya.

"Oh, kurang akhlak paling," jawab Allard seenaknya. Pokoknya laki-laki itu sudah kelewat geram.

Mereka masih berada ditaman tanpa duduk. Setelah perkataan Allard tadi Rizal hanya diam. Tapi Bara tau bahwa laki-laki itu sedang mengontrol emosinya.

"Saya tidak menyembunyikan apa-apa!" tegas Rizal. "Lagian apa maksud kamu bertanya seperti itu Bara?"

Bara hanya terkekeh remeh. Matanya kembali menajam.

"Iya, Kakek Reno memang tak menyembunyikan apa-apa," Bara mengangguk pelan. Seolah mengerti.

"Tapi gimana sama Rizal?" Bara tersenyum puas kala wajah didepanya menjadi pucat pasi.

_ _ _

Vote and coment guys

Salam sayang

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang