Bara terus mengikuti langkah Dara dari belakang. Sedangkan gadis itu sudah menggerutu sepanjang perjalanan."Ck, salah apalagi gue," gumam Bara lelah. Sekali lagi, ini hanya karena Manu, Manu sialan itu.
Tadi setelah Bara mengatakan kalimat itu Manu benar benar langsung bersimpuh didepan mereka. Bukan sujud ya, hanya bersimpuh. Dan itu sudah membuat Dara kesal setengah mati karena saat kejadian itu bel istirahat berbunyi.
Dara yakin saat ini banyak yang membicarakan kejadian tadi. Banyak yang kepo langsung mengerubungi mereka. Perempuan itu lebih memilih pergi dari situ.
Sekarang saja lihat, semua orang yang berpas pasan denganya langsung menunduk takut. Siapa yang tak akan seperti itu jika nantinya mereka yang menghina Dara akan mendapat balasan setimpal selain dipermalukan.
"Gara-gara kamu!" ujar Dara sinis sekikit menoleh ke belakang.
Bara yang tak terima langsung saja mengejar istrinya. Merangkul pundaknya lembut setelah mengecup puncak kepala perempuan itu singkat. Tak peduli banyak mata yang memandang mereka, iri mungkin?
"Aku kan nggak tau, tadi juga cuma asal nyeletuk aja. Dianya yang nganggep itu serius," balas Bara tak terima.
"Tapi kita jadi diomongin lagi kan, tuh matanya aja sampe mau keluar pas natep aku," adu Dara melirik sekilas siswi yang berhamburan dikoridor.
Bara ikut menatapnya. "Mau gue colok tuh mata hah?!!!" hadriknya keras. Matanya melotot tajam.
Mereka menunduk, yang pasti banyak yang mengumpat dalam hati, Dara yakin itu!
"Galak amat," gumam Dara masih bisa didengar Bara.
Bara memang agak tersentil dengan ucapan perempuan itu tadi. Bahwa hidup Dara telah dihancurkanya. Dia tak memungkiri hal itu. Tapi rasa gelisahnya sirna kala Dara langsung menggengam tanganya erat. Seolah menyalurkan rasa nyaman, dan memberitahu bahwa kata-kata itu tak ditunjukkan olehnya.
Cowok itu menatap perempuan yang sekarang sedang bersenandung pelan disampingnya. Wajahnya yang mempunyai pipi agak kemerah-merahan membuat Bara tersenyum. Rasa tak percaya sering hinggap dihatinya. Dia sudah memiliki istri secantik ini dan bahkan akan mempunyai anak?
Rasanya tak sabar menunggu bayi mungil lahir ditengah-tengah mereka. Berceloteh memanggilnya Papa, dan walaupun hanya membayangkannya senyum Bara sudah sangat lebar seperti ini.
"Ngapa kamu?" tanya Dara heran.
Senyum tak kunjung luntur dari mulut Bara. Laki-laki itu mengecup bibir Dara lama. Tentunya setelah melihat sekelilingnya yang sudah sepi. Koridor ini di bagian paling belakang, sehingga hanya ada satu dua orang. Itupun tak melihat kearah mereka. Ho ho beruntungnya Bara.
"Bayangin aja deh, nanti kalau ada anak kecil ditengah-tengah kita," Dara ikut tersenyum mendengar ucapan Bara. Melihat betapa bahagianya laki-laki itu membuat Dara yakin bahwa Bara sudah menerima takdirnya. Lalu bagaimana dengan dia?
Senyum yang tadinya sumingrah menjadi senyum sendu, dan Bara sadar akan hal itu.
"Kenapa heum?" tanya Bara lembut merangkup wajah Dara.
"Hah?" Dara menatap Bara linglung. "Oh, aku nggak papa kok," lanjut Dara tersenyum, paksa.
"Jangan bohongin aku," ujar Bara tegas.
Mata Dara memutar keseluruh arah. Mencari alasan yang tepat. Tapi pikiranya tak mendapatkanya. Bara yang melihatnya sedari tadi langsung tau bahwa gadis itu sedang gelisah, tapi dia tak tau karena apa.
"Aku punya salah ya?" tebak Bara berujar lembut.
"Nggak," ujar Dara pelan.
"Kenapa? Bilang sama aku," paksa Bara tak berhenti.
Saat ini mereka sudah berada di tempat yang aman dari para siswa siswi. Ini menjadi tempat berbicara yang baik untuk mereka.
"Kandungan aku berapa bulan sih?" tanya Dara. Perempuan itu langsung mengerutuki mulutnya yang menanyakan pertanyaan yang bahkan ia tau sendiri jawabanya.
"3 bulan setengah kan?" jawab Bara heran, mana mungkin Dara tak tau akan hal ini.
"Berati sebentar lagi aku berhenti sekolah dong," ujar Dara.
Bara terdiam sejenak, ia tau kemana arah pembicaraan ini dimulai. Terdengar biasa saja Dara yang mengucapkanya, tapi Bara bisa menangkap suara parau serta nada sedikit sendu didalamnya.
Tangan Bara yang awalnya bergerak merangkup pipi Dara turun perlahan. Kepala laki-laki itu menunduk.
"Maaf," kata-kata lirih itu langsung meluncur dibibir Bara.
Kerap Bara mengatakan bahwa ia tak menyesal menikah dengan Dara. Ataupun hidupnya tak hancur karena merasakan bahagia yang amat sangat setelah hidup dengan gadis itu.
Tapi dilubuk hati Bara paling dalam rasa menyesal itu ada, bertubi-tubi menghantamnya. Sakit.
Jika saja dia dan Dara dipertemukan dengan cara yang baik-baik. Mungkin sekarang mereka tak merasakan ini.
Mata Dara mengerjap pelan, sadar apa yang dia bicarakan.
"Eh, hei! Aku nggak papa. Aku cuma sedih karena harus berhenti sekolah," Dara memeggang lembut pundak Bara yang biasanya tegap kini merosot.
"Maaf," lagi-lagi kata itu yang terlontar dari mulut Bara. Rasanya kelu saat mengingat betapa hancurnya hidup perempuan itu.
"Sutt.. Ngomong apa sih," ujar Dara lirih menarik Bara kepelukanya.
"Gara-gara aku," ujar Bara parau. "Maaf, maaf," lanjutnya lirih menenggelamkan wajahnya dipundak Dara.
"Aku nggak maksud gitu," Dara merasa bersalah membuat Bara seperti ini.
Sumpah, Dara sama sekali tak maksud berbicara seperti itu. Ia hanya sedikit sedih kala sekolahnya harus terputus ditengah jalan.
Tak dirasakan tangan Bara yang balas memeluk pingangnya. Laki-laki itu tetap diam melontarkan kata maaf dari tadi dengan suara yang lirih dan parau.
"Lihat aku," Dara menjauhkan tubuhnya dari tubuh Bara. Menatap mata Bara yang sedikit memerah.
"Aku nggak maksud, aku udah nerima semua ini. Aku sama sekali nggak nyalahin kamu oke? Ini takdir kita, aku yakin itu. Aku cuma sedih aja harus putus sekolah," ujar Dara serius.
"Jangan kaya gini atau aku yang bakal marah sama kamu," ancamnya saat tak mendapat tanggapan apapun.
Bara mengangguk pelan. Senyumnya perlahan mengembang.
Dara juga sama, perempuan itu merasa lega.
"Maaf, maaf," ujar Bara lirih.
Oke, Dara mendengus keras. Suaminya ini sangat keras kepala sekali.
_ _ _
Vote and coment guys
Salam sayang
❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDARA [SUDAH TERBIT]
Fiksi RemajaNyatanya Bara itu Nakal. Bara itu Dingin. Bara itu kaku. Tapi bagaimana kalau si Badboy, dingin dan kaku itu akan menjadi seorang ayah?. Berbeda, Bara akan belajar menjadi ayah yang baik untuk calon anaknya. Hanya karena dijebak bersama seorang pere...