34--Keputusan Dara?

428K 38.4K 14K
                                    

"Ceraikan dia Bara!"

Dara membeku, tubuhnya langsung lemas seketika. Hatinya seperti tertusuk sesuatu, sakit. Tubuhnya tertarik keatas oleh Bara. Karena cowok itu langsung berdiri, menarik tanganya.

"Bara salah denger?" ujar Bara memastikan. Walau dalam hatinya mengatakan bahwa telinganya tak salah mendengar. Pengangannya pada tangan Dara mengerat, sama-sama menguatkan.

"Kenapa? Kamu cerai sama dia. Nikah sama Indah. Gampang kan?" ujar Reno ringan.

Indah ditempatnya sudah tersenyum penuh kemenangan. Matanya menatap pasangan yang berdiri membeku disana.

"Kakek gila," gumam Bara menunduk. "Kenapa?" ujarnya sambil mendongak, rahangnya mengeras seketika.

Memangnya siapa dia berani berucap seperti itu?, tanganya melepaskan tautanya dengan tangan Dara, berganti memeluk pinggang gadis itu saat merasakan tubuh Dara mulai oleng.

"Kenapa?" ujar Reno mengulangi perkataan cucunya sambil tertawa. "Karena Kakek bakal jodohin kamu sama Indah, dan itu nggak bakal bisa diganggu gugat!" ujarnya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Oh ya? Nggak bisa?" ujar Bara mengejek. "Kita liat aja," lanjut cowok itu mulai menarik Dara beranjak pergi dari tempat laknat ini.

Sampai didepan pintu, Bara menoleh. Menatap tajam Kakek nya dan Indah yang masih berdiri menatap tajam kearahnya.

"Jangan ikut campur urusan Bara, atau Kakek bakal kehilangan cucu yang selama ini nganggep Kakek ada," ujarnya tajam, menusuk.

Keduanya berlalu dengan Bara yang mengeratkan pelukanya kepinggang Dara.

_ _ _

"Nggak usah dipikirin oke?"

Dara tak menjawab, membuat Bara menghembuskan nafas pelan. Cowok itu membukakan pintu mobil untuk Dara, kemudian masuk ke mobilnya.

Sepanjang perjalanan mereka hanya diam, tangan Bara bertaut dengan tangan Dara. Karena cowok itu tau, istrinya sedang dalam mode tak baik.

Siapa yang bisa baik-baik saja jika ada salah satu anggota keluarga suaminya menyuruh mereka bercerai? Apalagi dengan alasan akan dijodohkan dengan orang lain, dengan kondisi Dara yang sedang hamil muda. Tentu saja itu menjadi pikiranya.

Dara sendiri hanya diam menyenderkan kepalanya ke kaca mobil, pikiranya kacau. Tanganya mengelus lembut perutnya. Mengingat perlakuan dan ucapan Kakek Bara tadi membuat matanya seketika memanas dan tak dapat dibendung lagi isakannya.

Buru-buru Bara menepikan mobilnya ke tempat yang sepi saat mendengar isakan yang berasal dari mulut istrinya. Dengan cepat ditariknya tubuh perempuan itu dalam pelukanya.

"Suuttt... Dengerin aku," ujar Bara pelan menenangkan. Tangannya tak henti-henti mengelus rambut Dara. "Kamu harus tau, aku nggak bakal nurutin ucapan Kakek. Itu sama aja aku ngehancurin hidup aku sendiri, tanpa kamu," lanjut Bara lirih sambil mengecupi pelipis Dara.

Memang benar, Dara dan calon anaknya adalah hidupnya saat ini. Bagaimana kalau mereka tidak berada disampingnya?

Dara mulai tenang, ia melonggarkan pelukanya. Menatap Bara dengan matanya yang memerah sembab. "Janji?" cicitnya pelan, merasa malu.

"Janji," ujar Bara yakin, tersenyum senang. Cowok itu kemudian memeluk istrinya erat. Mengoyangkan tubuh mereka kekanan dan kekiri seraja tertawa. Tidak dengan Dara yang hanya mengulum senyum.

"Udah, cepet pulang," teguran dari Dara langsung dilaksanakan Bara. Dengan kecepatan sedang, Bara menjalankan mobilnya. Menuju apartemen.

Dara tetap diam sampai apartemen mereka. Nyatanya ucapan penuh keyakinan yang dilayangkan Bara kepadanya masih membuat hatinya gelisah.

Ia tak nyaman karena tau bahwa Kakek Bara akan melakukan apapun untuk memisahkan mereka. Apalagi melihat Indah yang tersenyum menang membuat ego Dara sedikit tersentil, dia kalah kah?

Dara tau, orang tua mereka sangat mendukung keputusanya dengan Bara. Tapi tidak dengan Kakeknya kan, Bara juga bilang bahwa Papanya dan Papa Bara membantu membuka hati Kakeknya untuk merestui mereka.

"Ayo, masuk! Ngapain diem sih!"

Dara tersadar, kemudian memasuki apartemen keduanya. Dara sendiri langsung membersihkan badanya yang terasa lengket. Guyuran air dingin tak membantu Dara mengosongkan pikiranya. Malah membuat semakin rumit, seakan hampir pecah.

Ia tak mau hubungan Bara dan Kakeknya renggang hanya karena mempertahankanya. Tapi Dara juga tak mau melihat Bara bersatu bersama Indah. Ya, serumit itu.

Dara keluar membasuh rambut basahnya menggunakan handuk. Piama panjang juga sudah melekat di tubuhnya. Dengan perlahan Dara mendekat kearah Bara yang menyenderkan kepalanya keranjang dengan memejamkan mata. Terlihat lelah dan mungkin banyak pikiran.

"Bar.." panggil Dara pelan.

Mata Bara terbuka. "Aku mau mandi," ujarnya.

"Bentar.." tahan Dara.

"Apa?"

Dara terlihat ragu, "Ak-ku turutin kemauan Kakek kamu," ujarnya lirih, tertahan di tenggorokan. Matanya memanas saat mengatakan itu.

Mata Bara menajam, tanganya terkepal erat. Rahang kokohnya juga megetat, "ngomong apa?" tuntutnya datar.

Dara memejamkan mata, menatap Bara dengan air yang mulai membasahi wajahnya. "Kita cerai," putusnya parau.

"Sialan!" umpat Bara keras. Setelahnya maju mencium bibir istrinya kasar.

_ _ _

"Ja-jahat!" mata Dara menatap sayu Bara yang tersenyum tanpa dosa.

"Mana ada!" bantah Bara tersenyum geli sambil memakai boxer-nya yang tergletak diatas lantai.

"Capek tau," ujar Dara lirih, memejamkan mata. Bara tersenyum melihatnya. Dengan cepat dia ikut naik keatas ranjang, mengusap rambut Dara lembut.

"Makasih," ujarnya senang.

"Heum," Dara hanya menanggapi dengan gumaman lirih.

"Dar," panggil Bara. Dari nada suaranya cowok itu mulai serius.

Dara membuka matanya pelan, "apa?" ujarnya lirih. Tanganya menaikkan selimut yang hampir melorot.

"Masih mau minta cerai?" tanya Bara terkekeh geli, dari awal ia juga tau bahwa istrinya itu ragu dengan keputusanya tadi.

"Nggak," ujar Dara sedikit ketus, walaupun masih dalam kondisi lemah.

Tawa Bara terdengar begitu saja. Tanganya memeluk erat tubuh polos Dara yang terbalut selimut tebal.

"Dar," panggil Bara lagi.

"Apa lagi sih?" jawab Dara jengah, gadis itu capek secapek capeknya.

"Mau lagi," ujar Bara nyengir tak berdosa.

"BARA IH!"

_ _ _

Vote and coment guys.

🙈, taunya gak jadi❤

ALDARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang