18. London Eye

110 18 9
                                        

Ashley's POV

"Make yourself at home." Niall mempersilahkanku masuk ke dalam apartemennya yang bernuansa hitam dan juga abu-abu.

"Wow." adalah kata pertama yang kuucapkan begitu sampai di ruang tengah, yang langsung menyajikan balkon dengan pemandangan kota London yang sangat memikat.

Niall benar-benar ahli dalam memilih hunian, aku mengakui itu. Apartemen ini cukup besar, dan berada di lantai teratas gedung. Ini menjadikan unit milik Niall lebih terkesan private dibandingkan dengan yang lain.

"Bagaimana menurutmu?" tanya Niall, menyusulku yang tengah memandangi pemandangan kota London lewat pintu kaca yang membatasi ruangan ini dengan balkon.

"Ini sangat indah," ucapku takjub. "Tak heran kau betah berlama-lama disini."

Mendengar ucapanku barusan, Niall hanya tertawa. Lelaki itu tiba-tiba melingkarkan kedua tangannya disekitar leherku, lalu menyandarkan kepalanya di salah satu bahuku.

"I miss you." ujarnya lembut.

Aku tersenyum, menikmati perlakuannya sambil memejamkan mataku. "I miss you too."

Kami bertahan pada posisi seperti itu selama beberapa menit, sebelum Niall mengangkat kepalanya dari bahuku dan mengecup pipiku cepat.

"Kau perlu membersihkan dirimu, aku akan menyiapkan makan siang." ujarnya melepaskan pelukannya padaku.

Aku berbalik dan mengangguk, Niall benar. Perjalanan panjang yang baru saja ku lalui membuat tubuhku sedikit lengket dan aku merasa tak nyaman dengan itu.

"Tunjukan padaku letak kamar mandinya."

"This way."

Niall kembali menarik koperku menuju sebuah ruangan dengan pintu berwarna hitam yang senada dengan dinding apartemennya, begitu ia membuka pintu tersebut aku sudah bisa menyimpulkan jika ini adalah master bedroom alias kamar tidurnya.

Sebuah ranjang king size dengan sprei berwarna putih bersih yang berhadapan langsung pada sebuah kaca bening-yang menampakan lagi-lagi pemandangan kota London mencuri perhatianku.

Meski kaca bening itu tertutup tirai putih transparan saat ini, tapi aku masih bisa melihat pemandangan yang disajikan dengan cukup jelas. Diujung tirai tersebut, terdapat sebuah televisi yang menggantung dan sebuah sofa berwarna krem.

Niall menunjukan letak kamar mandi pribadinya dan menyerahkan koper itu padaku. Setelahnya, ia meninggalkanku di kamarnya ini dengan alasan aku membutuhkan sebuah privasi.

Membuka koperku, aku mengambil beberapa baju yang kubawa dan meletakannya pada space kosong yang ada di lemari Niall. Entah ia mengizinkannya atau tidak aku akan menanyakannya nanti.

Setelah itu aku mengeluarkan beberapa peralatan kecantikan juga peralatan mandiku, setelah koperku sudah kosong barulah aku menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhku.

Sekitar lima belas menit berada di kamar mandi untuk membersihkan tubuh, aku keluar dengan sepasang celana legging dan juga kaos yang ujungnya ku ikat agar tidak terlihat terlalu longgar.

Rambutku masih berantakan akibat aku mengikatnya secara asal sebelumnya, jadi sebelum keluar dan menghampiri Niall aku memilih untuk menyisir dan menata rambutku terlebih dahulu.

Karena cuaca di London saat ini sedang lumayan panas-meski tak sepanas di LA, aku memilih untuk mengikat rambutku ala ponytail baru setelah itu aku berjalan keluar dari kamar Niall menuju ruang tengah.

"Niall?" panggilku.

"Disini, babe!"

Aku mengikuti arah suara itu, ternyata Niall benar-benar memasak. Terlihat dari dirinya yang tengah serius berkutat dengan beberapa peralatan dapur dihadapannya.

Another WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang