"Eh abang yang itu ganteng banget" heboh seorang gadis dengan rambut diikat sambil tersenyum centil, sebut saja Ocha, sebenarnya nama gadis itu Rosiana Aziza, tapi dari kecil orangtuanya selalu memanggil Ocha jadi sampai sekarang ia dipanggil dengan nama itu."Eh iya ganteng banget gila, gue harus cantik kalau lewat di depan abang itu" kalau yang ini namanya Zira. Gadis cantik dengan wajah kalem padahal sangat bar-bar, bahkan paling bar-bar diantara teman-teman yang lain. Sekalipun bar-bar, tapi banyak saja laki-laki di jurusan mereka yang mengejar-ngejar Zira secara terang-terangan.
"Jangan heboh ih nanti kedengeran sama abangnya" Satu lagi, si mungil nan manis. Namanya Rani.
Sedangkan yang satu lagi, Nadine hanya diam sambil terkekeh kecil mendengar kehebohan teman-temannya, Nadine bukanlah gadis kalem yang pendiam, bukan juga gadis bar-bar pecinta cogan, Nadine hanyalah seorang gadis cantik yang dikenal orang arogan karena wajahnya yang terlihat seperti sombong, padahal hanya wajahnya seperti itu, dia tidak benar-benar sombong.
"Ayo kita ke kelas, nanti telat keburu dosen masuk. Baru hari keempat kuliah ini"
"Iya ibu Nadine ku tersayang"
Mereka pun melangkah memasuki kelas yang baru mereka tempati, karena setelah dijelaskan pada saat PKKMB beberapa hari yang lalu, mereka baru mengetahui kalau dibangku kuliah berbeda dengan sekolah. Jika pada waktu sekolah hanya menempati 1 kelas yang sama selama 1 tahun, kalau kuliah kelasnya pindah-pindah tergantung mata kuliah.
"Kita duduk nomor tiga atau empat aja ya, awal-awal kuliah gini belum tau karakter dosen takut kalau duduk di depan" celetuk Zira sambil melihat bangku-bangku yang tersusun rapi di depan mereka.
"Yaudah ayo, keburu diambil orang" Ocha segera menarik tangan Zira untuk segera mengambil tempat duduk yang memang kosong di barisan keempat. Diikuti dengan Rani juga Nadine.
Berhubung Ocha, Zira, dan Rani sudah terlebih dahulu memilih tempat duduk terpaksa Nadine duduk di posisi tengah ruang kelas atau dekat jalan dosen menuju ke depan.
Rasanya Nadine tidak bisa bernafas ketika ia menoleh ke samping kanannya tepat di seberang sana, disampingnya adalah Arka, suaminya. Pria itu seperti sibuk dengan dunianya sendiri, duduk dengan memainkan handphone dengan earphone yang ada ditelinganya. Nadine akui bahwa suaminya itu adalah salah satu orang di dunia ini yang tidak terlalu peduli dengan keadaan sekitar. Padahal teman-teman disamping pria itu terlihat begitu heboh, namun tetap saja pria yang sudah menjadi suaminya ini sibuk dengan dunianya sendiri, seolah tidak teganggu dengan kehebohan teman-temannya.
"Nad" Nadine tersentak kaget ketika bahu sebelah kirinya ditepuk pelan oleh Zira, ketika ia sudah tersadar dari lamunan tentang suaminya itu, ia langsung menyahut panggilan dari Zira.
"Kenapa zir?" Zira mendekatkan dirinya ke Nadine dan membisikkan sesuatu.
"Nad, cowo disebelah lo ganteng banget ya, terus cool banget lagi" Nadine yang mendengar bisikkan dari Zira membuat Nadine sedikit kaget, ya hanya sedikit, tidak banyak kok. Karena Nadine sendiri tahu bahwa itu memang kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARDINE
Teen Fiction"Nak, dari dulu kan kamu pengin kuliah di kota, Bapa juga maunya begitu. Tapi bapa sama Ibu tidak bisa menemanimu disana." "Nadine ngga papa kok pak kalau sendirian di sana." "Bahaya anak perempuan di kota tidak ada yang menjaga. Ini juga demi kebai...