Play: your eyes tell - BTS
Tubuh Jungkook langsung ambruk begitu ia sampai di apartemennya. Rasa sakit di kakinya kembali datang seiring dengan suhu tubuhnya yang semakin tinggi. Ia memejamkan matanya seraya mengatur napasnya yang semakin pendek. Dengan gusar, ia mengeluarkan semua isi tasnya, mencari keberadaan obat pereda sakit yang ia gunakan sejak kemarin.
“Haishh … dimana?!” Tangannya meraba-raba keberadaan obatnya, namun nihil. Semua kantung pada tasnya sudah ia cek dan obat itu masih tidak ketemu. “Tidak mungkin, aku sudah memasukannya ke sini pagi tadi.”
Jungkook menjambak rambutnya frustasi. Ia memaksakan tubuhnya untuk berdiri dengan mencari pegangan pada dinding dan meja di dekatnya. Namun baru sekali melangkah, ia sudah kembali ambruk hiingga beberapa benda di atas meja berjatuhan. Tangannya mengepal seraya meninju lantai dengan kesal, “Sial, kenapa harus kambuh sekarang? Akhh!”
Buru-buru ia merogoh sakunya dan mengeluarkan obat antibiotiknya. Kembali ia memakan obat itu langsung tanpa di aliri air, membuat rasa pahit melekat erat di lidah dan tenggorokannya. Demamnya masih tak kunjung turun, bahkan rasa skait itu tak kunjung hilang karena obat yang Jungkook makan hanya akan menghentikan penyebaran infeksinya saja, bukan untuk menhilangkan rasa sakit.
Ponselnya bergetar, menampilkan nama “my dubu❤️” di layarnya. Jungkook hanya menatap panggilan itu dengan nanar lalu memilih untuk mengabaikannya sedang rasa sesak di dadanya semakin menjadi. Sampai kapan ia harus seperti ini? andai saja ia memiliki keberanian, ia pasti sudah memberitahu Dahyun. Namun rasa ego dan takutnya lebih mendominasi, membuatnya merasa tak pantas untuk berada di samping gadis itu.
Ponselnya kembali bergetar, entah untuk yang keberapa kali dan masih menampilkan nama yang sama. Pada akhirnya ia meraih ponselnya, lalu mematikan panggilan itu. “Mianhe, Dubu,” lirihnya dengan manik yang memejam erat menahan tangis. Kaki kirinya kembali mengeluarkan nanah yang semakin lama semakin banyak.
Jungkook lalu menghubungi nomor seseorang ketika kesadarannya sudah akan menghilang. Begitu panggilannya terhubung, ia segera menyahut, “Hyung, bisa kau datang ke apartemenku? Aku … sudah tidak tahan.”
Disisi lain, Dahyun merasa khawatir setengah mati. Ia berusaha menghubungi Jungkook lagi yang tak kunjung mengangkat panggilannya tapi lelaki itu malah mematikan ponselnya, membuat Dahyun semakin kalang kabut. “Astaga Jeon Jungkook, kenapa kau jadi seperti ini sih?! apa kau tidak tahu kalau aku khawatir, hah?!” Dahyun memarahi foto Jungkook yang ia jadikan wallpaper ponselnya.
Ia berdecak, lantas memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. Memikirkan hal apa saja yang baru saja ia dapatkan dari hasil browsing mengenai obat yang ada di tas Jungkook malah semakin membuatnya khawatir. Jungkook mengkonsumsi morfin? Yang benar saja! sejak kapan ia sakit? Kenapa aku baru tahu?!
Walaupun Dahyun belum tahu penyakit apa yang sedang Jungkook derita, ia yakin kalau lelaki itu tengah sakit parah karena Morfin tidak bisa dikonsumsi oleh sembarangan orang. Sebagai obat pereda nyeri, Morfin memiliki efek samping yang serius sehingga harus digunakan dengan dosis yang tepat dan dalam pengawasan dokter. Melihat obat ini ada di tas Jungkook, tentu semakin membuat Dahyun yakin kalau lelaki itu memiliki penyakit yang sangat serius hingga harus mengkonsumsi morfin untuk meredakan nyerinya.
Suara ketukan terdengar di balik pintunya, detik berikutnya, pintu itu terbuka menampilkan Yeji yang membawa sebuah dokumen di tangannya. “Eonni, kau memanggilku?” tanyanya di ambang pintu, tidak berani mendekat karena aura di sekitar Dahyun saat ini terlihat sangat suram dan kacau.
“Ah iya, bisa kau tangani pekerjaanku dulu? Aku harus pulang lebih dulu, tolong beritahu Daepyo-nim, ini darurat.” Dahyun bergegas mengambil tasnya lalu keluar dari ruangannya itu secepat mungkin tanpa menunggu jawaban Yeji. Sementara gadis bermata seperti kucing itu hanya menghela napas melihat atasannya yang berlari secepat kilat itu.
“Hah … sepertinya aku harus lembur hari ini.”
Dahyun langsung memberhentikan taksi begitu ia ke luar dari kantor. Ia segera masuk dan duduk di kursi belakang, “Ke apartemen di Seongsu-dong. Tolong cepat ya, pak.”
Supir taksi itu mengangguk lantas melajukan mobilnya dengan cekatan. Dahyun terus merasa gelisah, di sepanjang jalan, ia hanya menatap ke luar jendela sembari menggigit bibir bawahnya cemas. “Jungkook-ah, sebenarnya kau kenapa?” monolognya gelisah saat teleponnya tak kunjung diangkat oleh Jungkook. Kembali ia menghela napas panjang seraya merebahkan tubuhnya pada sandaran jok.
Lima menit berselang, ia kembali menegakkan tubuhnya saat taksi yang ditumpanginya mendadak berhenti. “Kenapa berhenti, pak? Apa yang terjadi?”
“Di depan sedang ada perbaikan jalan, jadi jalanan macet parah. Sepertinya akan memakan waktu yang lebih lama untuk sampai,” terang sang supir.
Lengkingan suara ambulan yang melaju dengan cepat membuat taksi yang tengah di tumpangi Dahyun dan beberapa kendaraan lain di depan mereka menyisi, memberi jalan pada mobil ambulan yang sepertinya tengah membawa pasien yang darurat. Melihat ambulan itu, entah kenapa Dahyun jadi memikirkan Jungkook.
Jungkook-ah, kumohon untuk menungguku sebentar lagi. Aku akan segera sampai.
Translate:
Hyung = Panggilan kakak laki-laki (orang yang lebih tua) dari lelaki yg lebih muda
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Cookies vs Miss. Dubu ✔
Romans✨Cerita ini lolos dalam event #gmghuntingwriters2021 yang diadakan Grass Media Setelah belasan tahun tinggal di Jerman, Hwang Jungkook kembali ke negara asalnya, Korea Selatan. Pertemuannya dengan Shin Dahyun membawa kembali kenangan masa kecilnya y...