22

299 66 163
                                    

Angin dingin menerpa insan yang masih terjaga. Pukul setengah lima pagi tepatnya, sebelum fajar memancarkan sinar itu, sebenarnya empat jam yang lalu ia tertidur, namun ia sekarang tak bisa tidur. Ia masih saja sibuk dengan pensil di tangan kanan dan juga sebuah kertas di hadapannya. Entah sudah berapa lama ia terdiam dalam pikirannya. Ia tak tahu ingin menulis apa, tetapi perasaan itu memaksanya untuk melakukan sesuatu, hanya untuk menyampaikan beberapa kata manis.

"Ahk!"

Sekarang ia mengacak rambutnya kasar, dengan kurang percaya diri ia menuliskan sesuatu di kertasnya itu, lalu ia merobek kertas tersebut menjadi bagian kecil dan memberikanya sebuah perekat, kemudian menempelkannya di atas tupperware hijau yang berisi kue cokelat manis, sekotak dessert box.

"jangan terlalu sedih. have a nice day. and love u."

Jejak kaki mulai dipijak, setelah memperbaiki penampilannya ia menekan tombol bel rumah itu.

Tap tap tap

Jantungnya berpacu sangat kencang, ia hanya takut jika yang membuka pintu adalah gadis yang selalu ada dihatinya, yang kemarin baru saja dibuatnya kecewa. Tapi tak mungkin, gadis itu sangat sulit untuk bangun sepagi ini.

"Eh, Aa Nana. Ini masih gelap loh? Kok udah nyamper aja, itu mukanya kenapa atuh euy? Habis berantem?" Pertanyaan-pertanyaan itu mulai terlontar padanya, tapi ia sangat bersyukur yang membukakan pintu rumah itu adalah mbok.

Huft

Ia menghela nafas lega, kemudian tersenyum. "Gak kenapa-kenapa, mbok. Nana kesini mau ngasih ini, sekalian liat Ara. Boleh?" Ia memberikan tupperware pada mbok.

Nana...

Huh, laki-laki itu sangat tegar sekali, mirip seperti hati ibunya.

"Owalah, boleh atuh. Neng Ara masih tidur, kemarin kedengeran nangis terus, dari pas Téh Maya sama A' Jeno pulang. Belom bangun dari abis isya, diajak makan aja gak mau, keluar kamar cuma minum sama ke kamar mandi. Lagii berantem ya A?"

Nana menggaruk pelipisnya menandakan ia bingung, "ahm... Mungkin gitu mbok, yaudah Nana masuk kamarnya Ara dulu, ya? Inget hayo jangan dimakan kuenya terus jangan kasih tau kalau Nana yang kasih ya," ucap Nana sedikit terkekeh pada mbok.

"Iya, atuh sok, iya gak mbok makanlah."

Nana tersenyum, kemudian ia naik ke lantai satu lalu ia membuka pintu kamar Ara dengan perlahan. Ia bisa tahu kalau kamar sahabatnya itu tidak terkunci, karena Ara sendiri memang tidak pernah mengunci pintu kamarnya.

Jendela kamar yang masih terbuka membuat angin yang dingin ikut masuk ke kamar belum lagi AC yang dipasang, derajatnya sampai 19°C itu dingin sekali bukan? Apalagi Ara tidak memakai selimut, masih berpakaian seragam, dan masih mengenakan kaos kaki.

"Mau mati kedinginan kali ni bocah, tidurnya kek dikutub!" Batin Nana sambil menutup jendela kamar dengan penuh hati-hati.

Lalu, Nana menghampiri Ara yang masih tertidur pulas. Laki-laki itu duduk dipinggir ranjang, ia menarik selimut untuk menyelimuti Ara. Haha.. Nana tersenyum saat itu juga sambil menyisir pelan rambut Ara yang menghalangi wajahnya.

ᴛᴀᴋ ᴛᴇʀɢᴀᴘᴀɪ ; ᴊᴀᴇᴍɪɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang