32

303 49 162
                                    

jangan lupakan vote dan komen ya 💚

Jeno masih terlarut dalam pikirannya malam ini. Sahabat karibnya juga sangat khawatir dengan keadaanya sekarang, Nana di sampingnya hanya pura-pura tertidur untuk memastikan Jeno tidak berbuat yang diluar dari kendali.

Perasaannya selalu berkata jika kejadian hari ini adalah sebuah awal dari keterpurukannya, rasa sedih atas kenyatan yang terjadi membuat Jeno kaget. Selama ini dirinya hanya dijadikan pendamping sementara bagi Maya. Sungguh kali ini ia benar-benar kehilangan rasa respect tapi juga hatinya ingin kalau dia minta maaf pada cewek itu, karena telah marah-marah dan bersikap kasar.

"Kayaknya lebih bagus gue minta maaf..." batin Jeno untuk kesekian kalinya.

Jeno menghembuskan nafas beratnya, membuat Nana kembali membuka matanya dan melirik Jeno yang tengah duduk sambil memeluk kaki jenjangnya.

Nana terbangun dan mengambil duduk, fokus sahabatnya seketika buyar karena ada pergerakan. "Tidur dulu kali udah jam satu, nanti lu kesiangan!" ucap Nana padanya.

Yang diajak bicara masih saja terdiam.

"Gimana rasanya dibohongin selama lu pacaran dan seketika orang itu lebih milih buat pergi?" pertanyaan itu terlontar dari bibir Jeno.

Nana mengerutkan dahinya, "gue ngerti. Ini kejadiannya tiba-tiba. Kadang lu harus ngerti Jen, disetiap waktu lu yang indah bareng dia ada kalanya kesedihan bakal muncul tanpa berbisik dulu,"

"...dan sekarang dia ngebuka apa yang akan buat lo sakit hati dan kecewa, layaknya bangkai manusia yang disembunyiin lama-lama akan tercium juga,"

"lo akhirnya milih pergi, karena lo tau bahwa diri lo ngga mau jadi bagian dari bangkai yang disembunyiin oleh orang yang sama."

"Jen, lo juga pasti ngerti setiap orang bakal pergi, termasuk Maya, gue, Ara, dan lu sendiri. Gue tau alasan lu selalu baik, perhatian, protektif, dan sayangin dia. Itu karena lu gak mau kalau suatu saat nanti lo buat dia kecewa saat dia udah ngga disamping lu. Walau sekarang semuanya dibalas sama kebohongan,"

"dan lu juga gak harus semarah itu, kebohongan kadang diciptain buat ngelindungin orang dari rasa sakit. Maya takut melukis luka dihati lu. Dan salah satu cara buat semuanya luluh itu adalah minta maaf, tanpa berharap lebih."

Nana merengkul pundak Jeno setelah berpidato panjang dan lebar, "ngerti?"

Jeno mengangguk, untung saja ia mengerti. Kemudian ia memeluk Nana. Sontak Nana terkejut baru lagi ia memeluknya setelah beberapa tahun yang lalu. Nana juga membalas pelukannya tersebut.

"Gue ngerasa apa yang gue yakinin tentang Maya itu semuanya salah, gue kira Maya sosok yang terbuka dan jujur, ternyata ngga."

"Dan omongan gue yang dulu tentang adanya cinta didalam persahabatan itu ngga mungkin. Sekarang malah terjadi didepan mata gue sendiri, dan gue juga ngerasain itu sama Maya."

"Itu jadi alasan gue takut."

"... takut kehilangan semuanya sekaligus."

Jeno dan Nana melepas pelukannya bersamaan. Nana terdiam saat kalimat akhir yang ia dengar.

Dalam pikiran Nana terlintas, akankah waktu untuk bersama dengan orang yang ia sayang masih lama? Sempatkah ia berkata maaf? Masih terburu kalau ia mengatakan sayang? Melihatnya terlihat bahagia dan tersenyum padanya?

Air wajah Nana terlihat merenung, "gue mohon sama elu, Na. Gue mohon cuma satu aja, gue pengen lu tetep sehat supaya Ara ngga ngerasain sakitnya jadi gue." Ujar Jeno.

ᴛᴀᴋ ᴛᴇʀɢᴀᴘᴀɪ ; ᴊᴀᴇᴍɪɴTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang