2

409 18 0
                                    

"Kata Mike lo mabok gara-gara dia lagi"
"Dia siapa?"
"Gak usah belaga bego!" Lana menghela napas. Lelah, ia hanya malas membahasnya.

Lagipula kejadian kemarin hanya spontan saja. Sama seperti kejadian-kejadian yang sebelumnya, ia tidak pernah merencanakan semua itu.
Lana hanya tidak tahu harus berbuat apa untuk mengalihkan pikirannya yang kacau.

"Udah lah gak usah dibahas, gak penting" jawab Lana datar, padahal ekspresi wajah Nessy sudah sangat kesal melihatnya.
"Lo bisa ngomong itu gak penting, tapi muka lo keliatan bohongnya"
"Jadi gue mesti gimana?" Jawab Lana gusar. Ia sudah muak disudutkan terus menerus tanpa menerima solusi apapun.
"Kenapa? Masih gak mau ngaku juga kalau lo nyesel?"
"Iya! Gue nyesel! Puas lo?" Nessy berdecih, meski ia sudah tahu jawabannya. Hanya saja ia puas mendengar pengakuan itu langsung dari mulut Lana. Wanita yang baru satu tahun ini merubah panggilan terhadapnya dengan 'gue-lo'.

"Gue mesti gimana Ness?" Lana mengaduk-aduk minumannya dengan malas. Ekspresi wajahnya tampak putus asa, membuat lawan bicaranya menghela napas.

Nessy jelas bukan pendengar yang baik, apalagi memberikan nasihat untuk orang lain. Tapi sahabatnya jelas sedang membutuhkan itu darinya.

"Ikutin kata hati lo aja Lan"
"Kata hati gue bilang kalau gue harus samperin dia ke Jakarta, trus cium dia di depan tunangannya, sampai dia ngerti kalau gue nyesel dan dia mau balikan sama gue"
Nessy tertawa mendengar penuturan Lana yang terkesan ngaco, apa benar itu yang dibilang kata hatinya?

"Kalau itu jelas gue gak setuju Lan, mendingan kita gak usah sahabatan lagi kalau nama lo jadi headline news, bikin malu aja" Lana tertawa sumbang, ia juga tidak bisa membayangkan itu. Sangat memalukan, pasti.

"Lo inget Bianca mantannya Keenan?" Lana berpikir sesaat, mencoba mengingat nama seseorang yang Nessy maksud.
"Dulu kita pernah dapet job ngisi acara birthday party dia di Bali" ah gadis itu. Lana mengangguk.

"sebelum gue ke Bandung dia ngubungin gue, dia bilang mau ajak lo collab, dia kan punya brand sepatu sendiri di singapur, dia minat banget sama butik lo, menurut gue ada bagusnya lo ngerantau lagi Lan"
"Bukannya lo nyaranin gue buka di sini?"
"Iya, ini opsi aja Lan"
"Dulu lo pernah bilang kan pengen bisa go international? ya meskipun lo udah berhenti jadi model, seenggaknya kita terima job di Bali dulu gak sia-sia, lo bisa kenal sama Bianca yang punya pengaruh besar"
"Ini kesempatan buat lo Lan, di sana juga ada nyokap gue, lo bisa tinggal sama nyokap gue kalau lo mau"

Lana tampak berpikir, ia belum ada niat untuk merantau lagi. Go International?
Ya. Memang itu impiannya, sebelum Gissel pergi meninggalkannya sendiri di dunia ini.

Lana sudah membeli rumah impiannya, rumah untuk Gissel. Tapi wanita itu justru meninggalkannya sebelum menempati rumahnya itu.
Sekarang semangat Lana tidak sebesar dulu.

Untuk apa ia mengumpulkan pundi-pundi? Ia tidak punya seseorang untuk dijadikan tujuan hidupnya.

Memiliki toko bakery dengan lima cabang di Bandung, dan butik lanjutan dari usaha Gissel yang sangat ramai mulai dari penjualan offline sampai online.

Keduanya sudah cukup menghidupi dirinya seorang diri dan juga untuk menggaji karyawannya yang ada sekitar lima puluh orang.

Gissel meninggalkan tabungannya dan harta hasil gono gini untuk Lana, yang sampai sekarang tidak pernah ia sentuh.

Ia lebih suka membuka bisnis baru sebanyak yang otaknya sanggup pikirkan.

Bahkan sekarang Lana sudah memulai membuka bisnis salon, meski baru buka selama setengah tahun. Semua modal usahanya hanya berasal dari tabungannya selama menjadi model dan keuntungan dari usaha Gissel yang sekarang Lana jalankan.

Penghasilan Lana sudah lebih dari cukup untuk seorang wanita single seperti dirinya. Untuk apalagi ia harus merantau dan go international?.

"Lan, anggap aja ini termasuk usaha lo untuk move on" Lana menarik sudut bibirnya. Jadi soal move on rupanya.
Apa iya itu efektif? Lana tidak begitu yakin itu bisa berhasil. Baginya move on bukan soal jarak yang memisahkan. Tapi sebesar apa usaha kita untuk bisa move on.
Dia benar kan?

"Lan"
"Hm?"
"Kok lo gak jawab sih?"
"Gak tahu, gue belum ada kepikiran"
"Ya dipikirin lah, masak nunggu kepikiran"
"Gue fokus sama yang di sini aja dulu"
"Ya kalau gitu lo gak usah jadi buka di sini, lo langsung ke singapur aja susul Bianca"

"Kok jadi lo yang plin-plan sih Ness? Kan lo yang saranin buka di sini"
"Iya emang, tadinya itu opsi kedua kalau lo gak mau ke singapur, lagian gue gak yakin-yakin banget butik lo diminati di sini, kalau lo buka cabang bakery baru cocok"

"Kenapa dibilang opsi?"
"Lan.. lo harus jauh-jauh dari Jakarta! Bandung masih kedekatan"
"Gak ada hubungannya Ness! Percuma gue jauh kalau otak gue gak bisa berhenti mikirin dia mulu"
"Ya lo kan belum nyoba, mana tahu berhasil, gak ada salahnya kan nyoba?"
Iya sih. Bathin Lana.

"Iya nanti gue pikirin lagi" Nessy akhirnya mengangguk. Cukup sampai disitu saja ia bisa mendorong Lana, sisanya kembali kepada sang pemilik hati.

Masalah cinta kali ini sungguh menguras emosi bagi Nessy. Kalau dulu Lana nyaris depresi karna harus kehilangan calon anaknya juga Noah. Namun kejadian itu tidak membuat Lana menjadi liar seperti sekarang.

Nessy akui, Lana jauh lebih menyenangkan sekarang daripada dulu. Lana tidak lagi introvert, lemot, lugu juga terlalu lemah menghadapi laki-laki.

Lana yang sekarang lebih ceria, mudah bergaul dan mandiri. Sekarang Nessy tidak takut lagi meninggalkan Lana sendirian.

Sayangnya meski Lana tidak selemah dulu. Gadis itu terlalu liar untuk dibiarkan saja, beberapa kali Nessy dibuat kewalahan karna Lana sering terlibat pertengkaran di dalam club atau berakhir di kantor polisi karna membuat keributan.

Nessy baru tahu Lana bisa sebrutal itu. Meskipun begitu ia mengerti mengapa Lana bisa berakhir seperti ini.

Lana kehilangan ibunya yang ternyata menyembunyikan penyakit keras, Gissel menutupi banyak hal dari Lana. Hal itu membuat Lana marah sampai tidak mau lagi berziarah ke makam sang ibu. Lalu Lana ditinggal menikah oleh kekasihnya, Emeraldy.

Emer adalah teman baik sekaligus bosnya Mike, ia adalah pemilik club tempat Mike biasa mengisi acara. Masalah mulai datang ketika Lana menolak lamaran Emer karna merasa tidak siap menjadi seorang istri. Sementara Emer sudah didesak oleh kedua orang tuanya untuk segera menikah.

Emer terpaksa menerima perjodohkan yang dilakukan oleh orang tuanya karna tidak berhasil melamar Lana.

Emer tampaknya membenci Lana, karena pria itu tiba-tiba memblokir seluruh kontak Lana juga Nessy.
Hanya Mike yang masih bisa menghubungi Emer. Namun Mike menolak untuk ikut campur masalah yang terjadi di antara mereka. Lana tidak punya pilihan apa-apa selain menerima keputusan Emer dan pasrah pada keadaan.

Mungkin Emer melakukan itu karna merasa dicampakan. Lana menolaknya begitu saja tanpa mau mempertimbangkannya terlebih dahulu.

Padahal mereka saling mencintai, tapi Lana dengan mudahnya menolak lamaran Emer, hanya karna tidak siap menjadi seorang istri.

Di awal hubungan mereka, Emer bahkan sudah mengatakan pada Lana bahwa ia sedang mencari calon istri bukan calon pacar, dan Lana menerimanya dengan syarat harus berpacaran terlebih dahulu. Emer merasa ditipu oleh wanitanya sendiri.

Lana menyesal telah menolak Emer begitu saja. Saat itu ia hanya terkejut dan takut.

Ia selalu teringat kegagalan rumah tangga orang tuanya. Bahkan papanya sama sekali tidak mencarinya sampai sekarang. Ia hanya datang sekali saat pemakanan Gissel, menceritakan banyak hal yang selama ini ditutupi darinya, lalu kembali menghilang setelahnya sampai sekarang. Lana takut Emer melakukan hal yang sama padanya. Meskipun Emer berkali-kali meyakinkannya, Lana seolah mengeraskan hati sehingga membuat pria itu menyerah.

"Lan gue ke studio dulu, lo mau ikut gak?"
"Um gak deh, gue mau spa aja"
"Ya udah, ntar malem gue temenin, atau lo nyusul ke studio aja kalau gabut" Lana mengangguk, membiarkan Nessy pergi meninggalkannya sendiri di restaurant hotel.
__
TBC

Love At Second SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang