5

307 20 0
                                    


"Lana?" Lana menoleh ke arah sumber suara yang memanggil namanya.
"Lo Lana kan?" Lana memperhatikan wanita itu. Ia adalah Lucy, teman baik Jay yang juga seorang model.

"I-iya"
"Gue Lucy lo masih inget?"
"Iya inget kok"
"Apa kabar lo?"
"Baik, lo gimana?"
"Gue baik juga, btw lo tinggal di Jakarta? Bukannya lo di Bandung?"
"Um iya, gue lagi ada job"
"Oh gitu... abis shopping?" Lana mengikuti pandangan Lucy yang mengarah ke papper bag di tangannya.

"Ah iya" Lucy mengangguk-angguk.
"Lo mau kemana abis ini?"
"Gue mau ke super market"
"Gue boleh temenin?" Lana tertegun. Ada angin apa seorang Lucy menawarkan diri untuk menemaninya berbelanja?

Lucy yang menangkap ekspresi bingung Lana pun sedikit tertawa.
"Sebenarnya gue lagi nunggu temen, tapi dia masih lama datangnya, kebetulan gue udah dari tadi di sini, abis nyalon trus temen gue mau nyusul, jadi daripada gue bingung mau nunggu dimana mending gue ikut sama lo ke super market"
"Oh... okay"

Lana akhirnya menyetujui, meski ia tidak yakin bisa berbelanja dengan nyaman jika Lucy berada di sekitarnya. Biar bagaimanapun wanita itu masih asing baginya.

"Jadi lo ada job apa di sini?"
"Um bikin wedding cake"
"Wow, lo terima job gitu juga? Gue pikir lo cuma fokus bakery sama butik lo doang"
"Gue gak terima sebenarnya, cuma orang-orang tertentu aja"

"Gue salut deh sama lo Lan, ... iri juga"
"Hah? Kenapa gitu?"
Aneh bagi Lana jika ada orang yang iri dengan hidupnya sementara ia sendiri merasa uring-uringan dengan hidupnya. Mungkin Lucy hanya berbasa-basi. Batinnya.

"Soalnya lo bisa menemukan jati diri lo.."
"Lo rela lepasin status lo yang lagi bagus-bagusnya demi bisa menjadi diri sendiri"
"Itu impian gue banget"

Lana mendengar dengan baik setiap penuturan Lucy, sambil tetap fokus membaca komposisi dan keterangan yang ada di setiap produk bahan makanan.

"Pasti hidup lo seru banget ya Lan"
Lana tersenyum masam. Ia meletakan bahan makanan di tangannya ke dalam trolly.
"Gak juga kok Lus, mungkin lo butuh sedikit refreshing, pasti lo akan berubah pikiran setelah itu"

"Maksud lo hidup lo gak seseru yang gue bayangin?"
"Um gimana ya, gue gak bilang hidup gue gak seru, tapi sebagai manusia ya menurut gue semua orang punya drama kehidupannya sendiri-sendiri, sesuai kapasitasnya, bisa jadi hidup lo juga seru di mata orang lain Lus"

Lucy tampak mengangguk-angguk.
"Kalo gue boleh tahu, apa alasan lo berhenti jadi model?"
"... gue gak bisa jelasin secara gamblang, privacy" Lucy mengangguk mengerti.
"tapi salah satu alasannya karna sebenarnya jadi model bukan passion gue, gue baru ngerasain itu ketika beberapa lama kerja di management miller"

"Trus pas lo sadar apa yang lo pikirin?"
"Um.. agak kekanak-kanakan sih, gue mikirnya pengen kumpul uang sebanyak-banyaknya dari hasil kerja gue itu, trus buka bisnis gue yang sekarang dan beli rumah, trus resign deh"
"Kenapa lo bilang itu kekanak-kanakan? Menurut gue itu wajar-wajar aja kok"

"Karna banyak yang bilang gue beruntung banget bisa jadi model dengan karir yang terkesan mulus padahal gue gak sekolah modeling, banyak banget yang pengen di posisi gue saat itu, sedangkan gue malah mikir untuk berhenti kalo duitnya udah banyak, makanya gue bilang itu alasan yang kekanak-kanakan"

"Yang penting kan lo bahagia sekarang Lan, gak usah mikirin pandangan orang lain, kan lo yang jalanin" Lana tersenyum tulus lalu mengangguk menyetujui ucapan Lucy.
"Kapan-kapan kita jalan ya Lan, gue juga kadang ke Bandung kok, mau kan?" Lana tertegun sesaat. Apalagi ini? Apa Lucy berniat untuk berteman dengannya?

Lana tidak berniat memiliki banyak teman. Apalagi dari kalangan seperti Lucy.

Ia hanya memiliki beberapa teman dekat yaitu Bagas, Nessy, Andrea, Mike, Thalita dan Jay. Bahkan Keenan dan kak Benny tidak masuk daftar teman dekat karna Lana merasa tidak begitu akrab dengan mereka.

Love At Second SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang