3

333 20 0
                                    

Dua bulan berlalu..
Lana semakin menyibukan diri dengan pekerjaannya. Ia tidak membiarkan otaknya memikirkan Emer berlama-lama. Sesekali ia mengisi waktu dengan pergi ke salon miliknya untuk me time gratis atau menonton film streaming di laptopnya seperti hari ini.

Satu minggu yang lalu ia mendengar kabar dari Thalita bahwa pernikahan Emer dengan calonnya akan dilaksanakan dua minggu lagi.

Lana memang belum mengenal calon istri Emer. Tapi Thalita mengenal baik wanita itu.

Namanya Paola Irene, seorang penyangi solo baru yang lagu-lagunya terkenal karna diminati banyak kalangan. Pao dikenal sangat pendiam sama seperti dirinya dulu. Ia adalah junior Thalita saat kuliah. Wanita itu masih sangat muda dibandingkan Emer yang berusia tiga puluh empat tahun, bahkan dirinya masih menyelesaikan skripsi. Mungkin usia Pao sekitar dua puluh empat tahun.

Tidak banyak yang tahu tentang perjodohan mereka dan bagaimana hubungan mereka sebenarnya.
Segala jenis media menggembor-gemborkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang sangat serasi, bahkan pernikahan mereka disebut-sebut sebagai hari patah hati nasional. Hoeks, sangat berlebihan kan? Patah hati nasional apa? Satu-satunya orang yang bisa disebut patah hati hanya dirinya. Hanya Lana!

Melihat berita mereka yang terkesan diheboh-hebohkan, dan foto prewedding mereka yang tersebar di semua akun-akun gosip di Instagram benar-benar membuatnya muak. Lana sampai tidak tahu bagaimana ia harus menanggapinya.

Anehnya baik Emer maupun Pao tampak tidak keberatan dengan berita yang jelas-jelas bohong itu.

"Lan hp lo bunyi trus tuh berisik!" Lana menoleh ke arah pintu kamarnya, dimana suara cempreng Andrea berasal. Dengan malas ia mengangkat pantatnya yang sudah nyaman duduk manis di atas kasur.

"Mana?"
"Tuh" Andrea menunjuk ke arah ponsel Lana di sampingnya. Lana mengambil ponsel tersebut dan membawanya ke dalam kamar.

Ada lima panggilan tidak terjawab dari Mike. Lana menekan tombol hijau untuk menelepon Mike kembali.
"Kenapa Mike?"
"Kok lo gak angkat-angkat telepon?"
"Iya gue tadi lagi nonton streaming di laptop, hp gue di luar kamar kenapa?"
"Calonnya si Emer minta nomor hp lo kasih gak?" Seketika jantung Lana seperti terjun bebas dari surga ke neraka.
"Um untuk apa ya?"
"Mana gue tahu, lo mau kasih apa gak?"
"Ya udah kasih aja"
"Okay, btw lo lagi apa?"
"Kan udah gue bilang lagi nonton"
"Jangan nonton drama korea, ntar lo tambah melankolis"
"Sotoy lo! Orang gue nonton action"
"Ya bagus kalo gitu, kan gue cuma ingetin"
"Kalo lo ingetin malah susah move on bego! Mending lo gak usah bahas-bahas biar gue lupa beneran"
"Iya juga ya, eh besok bisa temenin gue gak?"
"Ngapain? Mabok lagi? Ogah makasih"
"Hahaha bukan Lan, temenin gue ke barber"
"Elah potong rambut doang minta ditemenin"
"Ya sekalian jalan lah, masak potong rambut doang, besok kan malam minggu"
"Dasar jones"
"kaya lo gak aja"
"Sial!"
"Hahaha ya udah gue tutup dulu, besok jangan lupa, gue jemput jam tujuh"
"Iye"

Lana melempar ponselnya sembarangan ke arah tempat tidurnya. Dalam hatinya ia terus berpikir, apa yang diinginkan Pao dengan meminta nomor ponselnya?

Perasaannya tidak enak. Apa ia harus cerita pada Nessy dan meminta pendapatnya? Apa ia salah membuat keputusan dengan memberikan nomor ponselnya pada Pao?
***

Lana baru saja selesai mandi. Rambutnya dibungkus dengan handuk kecil karna habis keramas, tubuh telanjangnya masih dililitkan handuk.

Ia duduk di atas sofa di kamarnya dan mengambil ponselnya yang berdering.

"Hallo?"
"Ini Lana ya?"
"Ya"
"Gue Pao" blesss. Hati Lana yang terjun bebas tadi sudah landing di dasar neraka.
"Oh.. ada apa?"
"Lo lagi sibuk ya?" Sekalipun gak sibuk gue juga ogah terima telepon lo. Batinnya.
"Gak kok"
"Bisa ketemu gak? Kebetulan gue lagi di Bandung" tidak bisa! Lana tidak bersedia bertemu dengannya, apapun kepentingan wanita itu.
"Um.. sekarang banget?"
"Iya, soalnya besok pagi gue udah harus pulang"
"Dimana?"
"Gue ke rumah lo aja gimana?"
"Kenapa gak di luar?"
"Gapapa gue cuma sebentar kok"
"Cuma sebentar? Ngobrol di telepon aja kalau gitu"
"..."
"Hallo?"
"Um gue pengen ketemu langsung sama lo, bisa kan?" Astaga.
"... ya udah nanti gue share location"
"Okay"
Lana mematikan sambungannya. Ia segera memakai pakaian dan mengeringkan rambutnya. Ia harus bersiap-siap, bukan bersiap-siap dengan penampilannya. Tapi bersiap-siap menghadapi malaikat pencabut nyawa.
***

"Ini rumah lo?"
"Iya"
"Bagus, konsep industrial home ya?"
"Iya"
"Sorry ya kalau gue ganggu"
"Hm"
"Gue bawa undangan pernikahan gue" Lana menerima dengan malas undangan tersebut. Ia sengaja tidak menyambut wanita itu dengan baik agar ia tidak kembali mendatanginya dengan alasan apapun. Entah mengapa dipikiran Lana, Pao merencanakan hal yang buruk terhadapnya. Seperti sengaja membuatnya cemburu dan iri.

"Gue ke sini karna mau minta lo buatin wedding cake untuk pernikahan gue, kata Emer lo pinter buat segala jenis kue termasuk wedding cake" Pao tampak memperhatikan Lana untuk mengetahui respon wanita itu. Seperti dugaannya Lana terlihat terkejut dan keberatan.
"Gue udah izin sama Emer kok, kalau itu yang lo khawatirin"
"Kalau lo gak mau datang ke pernikahan gue, gapapa gue gak maksa, tapi please buatin wedding cake gue nanti"
"Kenapa harus gue?"
"Um gue juga gak tahu, tapi gue penasaran sama wedding cake buatan lo, soalnya kata Emer kue buatan lo gak ada yang gak enak dan gak ada yang gak cantik tampilannya"
"please lo mau ya"
"Um.." Lana benar-benar tidak bisa menjawab permintaan Paola. Jelas ia menolak keras permintaan itu, tapi bagaimana menyampaikannya tanpa terkesan kalau ia sengaja menghindar?

"Gue gak nawar harga kok Lan, ada harga pasti ada kualitas kan?" Baiklah. Sepertinya Lana tidak punya pilihan. Karna ia benar-benar tidak punya alasan yang tepat.
"Okay"
"Thanks ya Lan"
"Kalo gitu gue pamit dulu"
"Um sorry kalau gue boleh tahu, ... lo ke Bandung cuma mau nemuin gue?"
"Hahaha gak kok, gue ke sini udah dari dua hari yang lalu, karna mau jemput Grandma yang stay di sini, sekalian antarin undangan ke keluarga sama kenalan-kenalan gue di Bandung"

Lana mengangguk. Dalam hati ia malu bertanya kalau ternyata jawaban Pao seperti itu. Ia pikir Pao hanya sengaja memanas-manasinya.

"Ya udah gue pulang yah, sampai ketemu di Jakarta" Lana mengangguk lalu ikut mengantar Pao menuju tempatnya memarkirkan mobil.

Setelah kepergian Paola, Lana masih berdiri mematung di halaman rumahnya. Sedikit menarik sudut bibirnya.

Ternyata Paola lebih cantik aslinya daripada di sosial media atau televisi. Ia sangat pantas berdiri di samping Emer nanti. Di atas altar.

Lana mengela napas, ia kembali memasuki rumahnya dengan langkah yang lesu.
__
TBC

Love At Second SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang