Once - 26

770 95 2
                                    

Seolhyun begitu kacau. Layaknya sebuah kanvas yang dilempar besi berapi. Hancur perlahan setelah terhantam kenyataan yang akan membuat siapapun melebur. Bersama hancurnya hati beserta isi kepala yang mencoba membaca semua alur takdir yang entah sedang mengarah kemana.

Bersarang dan bercokol pada isi kepala, menyembur kekecewaan layaknya gunung berapi panas. Bulir-bulir air mata mulai menganak sungai kendati bibir masih bergetar tanpa mampu mengudarakan aksara satu patah kata pun. Jantungnya berdentum layaknya sebuah pesta namun dengan iringan kesedihan sebagai penari utama.

Desiran darahnya serasa hampir meledak lantaran isi kepalanya seperti kembali dihantam batu besar. Apa yang ia saksikan, sungguh sebuah ancaman besar bagi kewarasannya. Daripada sebuah kesedihan atau rasa tak nyaman karena gagal menjaga salah satu pasiennya, Seolhyun lebih merasa ia telah kehilangan seseorang. Seorang pria yang tanpa sadar selalu menjadi pusat atensinya setiap pagi, sepanjang hari, lalu sepanjang mimpinya berjalan.

Seolhyun melemas diambang pintu, lalu masuk perlahan beriring dengan gendang telinganya yang terus mendengar intruksi-intruksi panik dari dokter yang terus memompa dada pasiennya. Kim Taehyung yang telah membiru, menyisakan hanya ada dua kelopaknya yang memejam tenang. Tidak ada lagi sirat rindu yang selalu Seolhyun bingkai dalam sepasang galaksi yang tergambar jelas dalam dua manik sehitam jelaga yang kini telah menutup.

Seolhyun bahkan tak sanggup melihat sesuatu yang terjadi didepan matanya. Setelah sebelumnya ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Kim Taehyung tergeletak dilantai dengan tubuhnya yang mengejang dan mulutnya yang berbusa sudah cukup membuat air mata di pelupuk Seolhyun terjun bebas. Dan sekarang ia harus menyaksikan kembali Taehyung memejam tanpa pergerakan yang signifikan. Tubuhnya tenang, layaknya samudra yang tergambar diatas kanvas yang berada diatas ranjang yang biasa Taehyung tiduri. Lukisan dengan tinta indigo dan berakhir dengan satu polesan terakhir yang melibatkan seluruh warna. Hancur dan melebur.

Seolhyun mendadak mendapat serangan kepanikan. Indra penglihatannya hampir saja menutup jika tidak ada seseorang perawat lain yang menopang tubuhnya yang telah lemas. Seolah sudah tidak sanggup lagi berdiri, akhirnya kakinya benar-benar Seolhyun lepaskan untuk membawa tubuhnya terhempas ke lantai.

Otaknya seperti berhenti bekerja. Hanya senantiasa memutar kilas balik memori yang membuat air matanya merebak deras seiring layar proyektor didalam isi kepalanya itu mengingatkannya pada banyak hal. Tentang Kim Taehyung dan semua yang dilakukan pria itu selama ini. Tertawa, tersenyum simpul lalu kembali berteriak frustrasi. Memegang kuas, lalu memainkan warna, kemudian memanggilnya dengan sebutan Hana. Seolhyun hampir kehabisan akal untuk semua-mua yang berkaitan dengan pemuda Kim Taehyung itu.

Berhenti meratapi yang telah terlihat didepan matanya. Dengan susah payah dan dengan bantuan satu perawat dibelakangnya, Seolhyun kembali mencoba untuk bangkit. Setidaknya ia harus berdiri untuk menghampiri presensi Taehyunh yang sedang ditangani oleh beberapa dokter dan tentunya disana ada perawat Kang Sulli. Berkali-kali Seolhyun mencoba berdiri, namun berkali-kali itu pulalah dirinya berakhir kembali terhempas.

"Tolong aku." Seolhyun mendongak. Meminta bantuan untuk sekedar membantunya menopang tubuhnya sendiri yang gadis itu rasa semakin berat seiring teriakan dari salah satu dokter untuk segera membawa Taehyung ke instalasi darurat.

Setelah berhasil berdiri dengan tegas meskipun kakinya bergetar dan hampir saja terjatuh lagi, Seolhyun berharap langkahnya mampu membawa tubuhnya mendekat pada Taehyung, tetapi nihil, saat baru saja selangkah Seolhyun berjalan, perawat yang tadi membantunya berdiri menahan pergelangan tangannya. Menggeleng beberapa kali saat Seolhyun menoleh untuk meminta kejelasan. Meskipun tanpa bertanya pun menjawab, Seolhyun akhirnya hanya bisa menunduk. Ia tidak boleh gegabah sekalipun ia terlampau dalam merasa kehilangan. Ada yang lebih berhak menanganinya, yaitu; dokter dan semesta itu sendiri.

Seleyaknya manusia yang selalu mencipta harap kendati tidak di waktu yang tepat. Beringin sekali menghakimi semesta yang selalu penuh dengan kejutan. Namun, belum sempat ia menghakimi saja, semesta sudah berilah lagi. Tidak ada yang bisa ia lakukan dan ia sadar sesadar-sadarnya akan hal itu. Satu-satunya harapannya hanyalah; ini semua khayalan. Untuk pertama kalinya Seolhyun berharap menjadi gila seperti Taehyung. Ia seperti bisa merasakan betapa manusia hanyalah setitik asa dari semesta. Kehilangan yang nyata membuat isi kepalanya kadang berhenti bekerja. Seolhyun hanya berharap bahwa yang dilihatnya bukanlah nyata. Ini semua ilusi.

"Gejala Overdosis." Teriak satu dokter yang langsung mengangkat tubuh Taehyung keatas ranjangnya lalu dengan sangat cekatan mendorong ranjang beroda itu menuju instalasi. Semuanya gawat dan darurat.

Bersamaan juga dengan teriakan itu, Seolhyun rasanya kembali ditampar oleh kenyataan yang ada. Semuanya nyata dan semuanya benar terjadi. Perkara dirinya yang sempat sulit sekali menerima, kali ini ia harus dengan senang hati mengucap bahwa ini adalah akhir dari tugasnya. Taehyung memilih jalan ini untuk mengakhiri semua penderitaannya. Tekanan batin yang menyiksanya selama ini, Taehyung akhirnya memilih untuk memutus rantai penderitaanya sendiri.

Sedangkan Seolhyun. Gadis itu bahkan sudah tidak sanggup lagi menopang tubuhnya sendiri. Untuk kesekian kalinya tubuhnya lemas setelah menyaksikan Taehyung keluar dari ruangannya. Jangankan untuk berlari, bahkam ia sudah sangat susah payah membuat kedua matanya tetap terjaga.

Tidak ada respon lain selain kembali memungut sisa-sisa realita yang ada. Ranjang yang telah kosong dengan beberapa cat air minyak yang berantakan diatas lantai karena sempat dilempar sebelum membawa pergi Taehyung. Kanvas yang tercampakan, begitu pula satu mangkuk sup yang masih tidak tersentuh sama sekali diatas nakas. Seolhyun kembali menangkupkan kedua tangannya diwajahnya. Ia tidak tahu lagi akan melakukan apa, kendati Seolhyun masih memiliki setidaknya harapan.

Menangis adalah respon terakhirnya terhadap pria itu. Karena memang pada kenyatannya selemah itu Seolhyun jika sudah mengaitkan dirinya pada pria Kim itu. Yang juga bukan siapa-siapa dan hanya sebatas seorang pasien untuknya.

Namun sekarang ia merindukan itu, disaat dimana Taehyung memanggilnya dengan sebutan Hana, dengan binar bersinar yang merekah dikedua galaksi manik hitam jelaga itu. Ada cinta yang begitu besar, sampai-sampai membuat Seolhyun merasa bahwa tatapan itu ada untuknya. Kendati ia sadar bahwa itu adalah untuk gadis bernama Hana itu, tak ingin berbohong, Seolhyun merasakan dampak besar karena tatapan itu. Jantungnya berdebar anomali, tubuhnya merespon kelewat cepat, bahwa tanpa sadar Seolhyun menyukai bagaimana Kim Taehyung menatapnya.

Choi Seolhyun menyukai bagaimana mata itu mengungkapkan segalanya tanpa bantuan psikolog manapun. Kim Taehyung telah menunjukkan segalanya pada Seolhyun tanpa Seolhyun sadari. Bahwa Taehyung kehilangan orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Gadis yang sangat pria itu cintai.

Bertahan layaknya seorang pesakitan dengan bayangan akan keindahan yang selalu menengadah pada kerinduan yang tak berujung. Bahkan Seolhyun merasa, Taehyung bertahan sampai hari ini pun itu sudah sangat membuat pria itu menderita. Bayangkan saja, hidup didalam bayang-bayang masa lalu yang sangat ingin diingat namun berakhir dengan peristiwa yang sangat ingin dilupakan, tetapi sayangnya Kim Taehyung selalu gagal mengartikannya sebagai sebuah kecelakaan. 

Seperti yang perawat Kang itu katakan pada Seolhyun, hari ini, Seolhyun mulai mengerti semuanya. Tentang 'hanya dia yang kembali', Seolhyun mengerti dengan sangat baik. Bahwa Taehyung telah kehilangan seseorang yang paling berharga dalam hidupnya. Gadis itu, Lee Hana.

"Jadi selama ini kau menipu kami semua, Taehyung-ssi. Kau mengumpulkan obat selama beberapa hari dan meminumnya hari ini." gumamnya lirih yangvjelas masih bisa didengan oleh perawat dibelakangnya yang sedari tadi membantu dirinya menopang tubuhnya yang masih lemas disana.

.
.
.
.
.
.
.
[ ]

Redemption ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang