Once - 27

749 95 0
                                    

5 menit sebelum hal 'itu' terjadi.

Tepat 5 menit Seolhyun meninggalkan Taehyung diruangannya setelah menyuapinya dan memberinya 2 butir obat seperti biasa. Menyelesaikan tugasnya untuk setengah hari dan sudah jatah jam istirahatnya untuk setidaknya makan siang dan beristirahat.

Namun Seolhyun tidak pernah menggunakan waktu istirahatnya untuk tidur. Jika biasanya Seolhyun akan makan di kantin selama sepuluh menit, lalu sisanya ia habiskan diruangan Taehyung. Entah untuk sekedar duduk dan bermain ponsel, atau hanya sebatas menyenderkan punggung pada sofa kecil yang terdapat disisi kanan ranjang Taehyung. Dari sanalah Seolhyun bisa melihat dengan jelas, Taehyung sedang melukis dan mencampurkan warna absurd yang nantinya akan di toreh diatas kanvasnya.

Namun hari ini, khusus hari-hari sebelumnya selama hampir satu minggu ini, Seolhyun lebih banyak menghabiskan waktu istirahatnya bersama perawat Kang. Kepala perawat itu. Seolhyun berniat datang ke ruangannya. Membawa camilan atau sekedar satu kotak susu perisa pisang yang akan habis dalam sekali minum. Dan hari ini pun sama,dengan menenteng satu pelastik berisi dua kotak susu yang niatnya akan dihabiskan di ruangan perawat Kang itu, sembari ada banyak pertanyaan dalam isi kepala Seolhyun yang memerlukan jawaban. Ia membutuhkan itu, demi keberlangsungan hidupnya agar tidak terlarut-larut dalam rasa penasaran, dan untuk menepis segala dugaan yang belum tentu kebenarannya tentang Kim Taehyung, pasiennya itu.

Belum sempat Seolhyun mengetuk pintu kaca dengan beberapa aksen huruf calibri yang tercetak tebal diatas gantungan kotak diatas pintu, tertera; Kang Sulli. Ia telah melihat presensi sang empu ruangannya sedang tidak berada di ruangannya. Pasti sedang menangani pasien baru lagi, terlihat dari cara perawat Kang itu memegangi stetoskopnya dan beberapa bungkus jarum suntik baru dan satu pelastik obat yang mungkin baru diambil dari tpat penebusan obat.

Pun tidak perlu menunggu waktu lama, bilah bibir itu  terbuka, menanyakan dengan kelewat tepat perihal tujuan Seolhyun. "Kutebak, menagih yang kemarin." begitu katanya. Seolhyun pun melebarkan kedua sudut bibirnya, senyumnya begitu menawan, begitupun kesopanannya. Meskipun Seolhyun memiliki sisi sarkas dalam dirinya, tetapi Seolhyun selalu bisa menempatkan dirinya.

Seolhyun pun beringsut mendengarkan dengan seksama, beserta beberapa kali ia menyela guna melanjutkan pertanyaan-pertanyaan dari hari-hari kemarin yang terus bercokol dalam isi kepala. Ingin segera menuntaskan, kendati ia selalu paham bahwa penyelesaian memang membutuhkan waktu.

Disisi lain. Kim Taehyung merasa harinya begitu sepi. Semakin hari hidupnya dirasa semakin kosong. Ada hampa yang menggerogoti dengan kelewat rakus sebagian dari dirinya. Ada rasa bersalah yang begitu besar yang memenuhi jiwanya.

Bulir keringat nampaknya sedang senang sekali membuat pertunjukan diatas dahi pria itu. Sesekali melewati pelipis dan menganak sungai hingga ke dagu. Kacau, semuanya kembali kacau saat Taehyung benar-benar lupa akan bagaimana rupa laut yang akan ia lukis seperti biasanya. Dirinya terlalu kelam, bahkan untuk sekedar membuat dirinya bisa bernafas dengan benar. Dirinya sudah terlalu lama, sementara bertahan pada apa yang membuatnya bertahan hanyalah kenangan, itu terlalu menyakitkan untuknya. Kenangan manis atas kebersamaan yang singkat bersama seorang gadis yang sangat ia cintai. Seseorang yang telah membersamai dengan begitu tulus dan selalu menjadikannya merasa lebih berharga daripada sebongkah berlian.

Tangannya bergetar hebat, berusaha menyusun kembali potongan-potongan kejadian yang terjadi dahulu kala. Disaat dimana sebelum peristiwa itu terjadi. Dengan berbekal ingatan yang lama kelamaan memudar termakan oleh kegelisahan yang ada. Kekhawatiran yang menggilakan, beserta rasa bersalah yang terus menggerus seluruh kewarasannya menguap ke udara. Menjadikan dirinya bak guci kosong yang lembab dan pastinya akan mudah sekali pecah jika angin menerpanya walau hanya satu kali embusan pelan.

Taehyung tidak bergeming, pun juga tidak menyahut saat perawat Seolhyun pamit kepada Taehyung untuk keluar sebentar. Dengan terus berusaha menyelesaikan lukisannya, tanpa sadar air matanya telah merebak dalam diam. Ia kembali teringat gadis itu, gadis manis yang begitu cantik dengan geraian rambut yang tidak tertata rapih. Surai hitam legam yang beterbangan layaknya sebuah nyiur yang selalu indah bahkan saat tidak tertata sedemikian rupa. Bagaimana pun gadis itu, tetap akan menawan dimata Taehyung. Selalu seperti itu.

Taehyung masih berkutat dengan kanvas dan kuasnya. Dengan air mata, keringat dan anyirnya kenangan yang melintas diatas segala-gala kewarasannya menumpu. Diatas kegilaan atas segala gelisah. Menyayat sebagian hati bahkan dengan luka yang menggores luka lama yang tidak pernah kering. Selalu menganga kendati tidak pernah menemui kata sembuh sebagai akhir. Berusaha kembali menepis, untuk kesekian kalinya dan untuk berjuta kalinya Taehyung ingin kembali menyerah. Menyerah kendati bukan pada kenangan pahit atau masa lalunya, melainkan pada semesta yang tak pernah menngijinkannya untuk beranjak satu langkah pun dari kelamnya masa lalunya.

Tidak pun menyalahkan semesta yang terlalu pahit memberikan pil, melainkan setiap manusia memiliki batasannya sendiri. Kendati seperti janji semesta bahwa semesta tidak akan pernah memberikan ujian dan cobaan diluar batas kemampuan manusia menampungnya.

Namun manusia juga memiliki batasnya. Begitu pula Kim Taehyung yang tidak pernah bisa menjadikan semua yang terjadi sebagai sebuah kecelakaan. Bencana, atau apapun itu. Kim Taehyung mrmiliki batasannya sendiri, dimana sekarang semua yang dialaminya tidak mampu Taehyung tampung dalam isi kepala dan hatinya. Semuanya terlalu besar. Kehilangan semua orang tercintanya. Bagi Taehyung, semesta terlalu garang mengeruk apa yang Taehyung miliki. Keluarganya, gadisnya, dan teman-temannya. Bahkan seseorang bermarga Choi yang sudah dirinya anggap sebagai kakaknya sendiri, meninggalkannya. Dengab alasan yang terlampau masuk akal, yaitu; gadisnya.

Satu sentuhan terakhir berwarna putih yang nampak meliuk-liuk. Dengan tangannya yang masih bergetar.  Dan akhirnya Taehyung bisa menyelesaiaknnya. Sebuah lukisan basah yang terlalu epik dan terlalu mengerikan juga untuk sebuah objek yang dikatakan sebagai pantai atau pesisir. Pesisir pantai dan satu liukan yang mungkin adalah sebuah angin yang mengumpul. Topan yang tiba-tiba saja menguasai sebagian lukisan itu.

Taehyung berhasil menyelesaikannya.

Goresan goresan kuas absurd nya selama ini bukanlah sesuatu yang tanpa makna. Semua warna yang tertuang di sebuah kanvas itu nyatanya memiliki arti yang sangat mendalam.

Sangat dalam, dan Taehyung merasa ia telah menyelesaikan hidupnya. Taehyung mencukupkan penderitaannya, memutus rantai keputus asaannya. Hanya ingin kembali, untuk menemui semua jiwa yang paling dekat dengannya. Hanya kata maaf yang meledak dalam hati, mengumandangkan entah padasiapa rasa sesak itu menjadikannya akhir dari kisahnya yang sudah berantakan sedari dulu. Taehyung ingin mengakhirinya.

"Tunggu sebentar, aku akan menemui kalian."

.
.
.
.
.
.
.
[ ]

Redemption ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang