Malam malam yang sama bagi seorang Choi Yoongi. Duduk seorang diri, diatas sofa empuk yang senantiasa bertenggeng kokoh diatas lantai balkon. Sebuah tempat kecil, minimalis yang selalu jadi favoritnya semenjak dulu. Menjadi tempat paling nyaman dan paling tenang setelah kamarnya. Menjadi rumah paling megah kendati hanya sepetak kotak kecil berpagar besi kecil. Rumah ternyaman kedua setelah Choi Seolhyun, adiknya.
Hanya sebuah rumah sederhana yang bukan rumah kecil juga bukan pula mansion megah. Hanya sebuah rumah yang lumayan besar dengan gaya italik yang epik bernuansa putih.
Berada disebuah balkon lantai dua, kini Yoongi telah menegakkan tubuhnya, berdiri diujung sambil menunggu sang adik yang mungkin akan pulang sebentar lagi. Yoongi masih ditempatnya, menatap narang ke sejauh mata memandang. Sembari menyeruput teh melati hangat yang ada di cangkir yang di genggamnya.
"Satu tahun sudah aku berusaha melepas kalian dengan hati yang lapang. Bahkan sekarang mungkin aku akan gagal menjaga kembali satu mutiaraku yang tersisa." Gumam Yoongi disela-sela ia menyeruput kembali teh yang tinggal setengah dicangkirnya.
Tidak ada hal lain selain ingatan itu. Memori pahit yang Yoongi dapat dimalam itu. Malam semuanya terjadi. Malam dimana ia seperti telah kehilangan semuanya. Malam paling kelam dalam kisah hidupnya. Menjadikannya seperti hanyalah seonggok manusia tanpa makna yang hidup diatas bumi bersama dengan ribuan kecemasan, kekecewaan dan kegelisahan yang seperti berniat sekali menelannya lamat-lamat. Ada ketakutan yang menghantui kala ia teringat bagaimana rupa gadis itu saat membuat dirinya seperti sampah. Ada kekecewaan hingga membuat dirinya bersumpah untuk tidak pernah lagi mau bersinggungan perihal segala hal dengan kedua manusia yang tidak tahu malu itu.
Itu dulu, dulu sekali. Dan sekarang Choi Yoongi kembali pada seutas memori itu. Menyakitkan saat ia teringat bagaimana gadis yang paling ia cintai menyatakan mencintai orang lain dengan begitu pongahnya seperti tanpa beban lagi didalam mulutnya. Hatinya seperti teriris belati tajam yang senantiasa menganga. Tanpa mengenal kata 'hampir sembuh' atau mengering. Luka itu akan terus menganga, tidak pedulipun saat ia mengetahui bahwa tidak ada yang selamat dari kejadian malam itu selain pemuda Kim itu.
Kembali Choi Yoongi ingin terisak, mengingat dimalam hujan itu dirinya jelas telah melepaskan semuanya. Dengan satu kalimat yang paling berat ia ucapkan, ia telah kehilangan semuanya. Suasana gelap dan gerimis, bersamaan dengan gerimis yang berubah menjadi rintik besar, hujan, disanalah air matanya merebak dan disamarkan oleh damainya pasukan hujan. Sedingin apapun hujan malam itu, tidak akan pernah bisa menyamai dinginnya hatinya yang harus melepas gadis yang sangat ia cintai demi kebahagiaan sang gadis.
Tidak ada yang menghakimi antara satu dari dua pihak yang Yoongi ingin salahkan. Tidak ada yang berhak menghakimi hati, kendati hati yang ingin satu kata yang selalu jadi impian setiap manusia dibumi; bahagia.
Hati selalu menginginkan itu, kendati Choi Yoongi juga selalu mengharapkan itu. Gadis itu bilang padanya jika ia hanya ingin bahagia. Jelas, untuk apa Yoongi mempertahankan gadis itu saat gadis itu mengatakan bahwa bahagianya bukan dirinya. Menyatakan dengan lantang bahwa bahagianya bersama orang lain.
Lalu? Lantas kebahagiaan mana yang akan Yoongi ais dari semuanya? Sedangkan gadisnya sendiri telah mengatakan bahwa ia sendirilah yang memutuskan untuk mencintai pria lain.
Jika Yoongi ingin egois, maka ia akan menang, kendati gadis itu adalah miliknya sebelum kenal dengan pria yang katanya bisa menjadi sumber bahagia sang gadis. Namun kembali lagi, Choi Yoongi adalah tipikal manusia yang tidak akan pernah memaksakan kehendak, apalagi perihal kebahagiaan dan hidup. Pria itu tahu rasanya merasa tertekan. Pria itu mengerti bagaimana semua berjalan tanpa arah. Kebahagiaan adalah tujuan, memang. Sejauh apapun raga melangkah, sejauh apapun angan menanjak, tetap, bahagia adalah tujuan tertinggi setelah kekal antara di surga atau di neraka.
Terlepas dari semua hal tentang alam lain, beserta hatinya yang telah hancur lebur, Choi Yoongi tetap menghargai keputusan gadisnya. Membiarkan gadis itu menapaki tangga kebahagiaan kendati bukan bersama dirinya. Bukan dengan bergandengan tangan bersamanya, Yoongi akhirnya melepaskannya. Dengan hati yang berat dan berbekal kata 'Semoga bahagia', Yoongi mengikhlaskan segalanya berlalu dari dirinya.
Sudah hampir satu jam Yoongi hanya betah berdiri saja. Memandangi langit kelam serta sedikit tersenyum miris. Ada sesuatu yang tiba-tiba saja melintas didalam dinding kepalanya. Tentang sebuah frasa lama yang ia lupa ia membacanya dimana. Perihal; Malam akan tetap berlalu kendati bulan tidak membersamainya hingga sang pemilik hari menampakkan wujudnya.
Benar. Yoongi tetaplah akan hidup, kendati bulan tidak membersamainya hingga ia berakhir diatas bumi. Rasa tidak ingin memiliki lagi seorang gadis dalam hidupnya sepertinya sudah mendarah daging dalam dirinya. Ada rasa sesak yang berlebihan sesaat ia kembali mengingat bagaimana ia melepaskan gadis yang teramat ia cintai, membuatnya enggan untuk memulai sesuatu yang baru lagi, lantaran ia takut semesta akan memutar pola yang sama untuk kisahnya yang selanjutnya. Ia ingin sembuh dulu, kendati ia sendiri pun tidak tahu kapan dirinya akan mendoktrin dirinya sembuh dari segala luka masa lalunya. Pada intinya Choi Yoongi sedang ingin sendiri. Membenahi hati untuk besiap mencinta lagi.
Berselih dengan lamunannya yang buyar akibat satu getar ponsel didalam sakunya bergetar membuat Yoongi mau tak mau terkesiap. Terkejut beberapa saat, kemudian menggeser ikon hijau saat mengetahui bahwa yang menghubunginya adalah pihak rumah sakit tempat adiknya bekerja. Ada perasaan was-was, namun ia lebih takut jika semuanya benar terjadi. Kekhawatirannya telah bercabang, antara ia akan mendapat kabar bahwa adiknya harus lembur, atau pihak rumah sakit yang mengabarinya tentang perkembangan pasien bernama Kim Taehyung itu padanya.
"Terimakasih telah menjaganya untukku." ucap Yoongi sebelum akhirnya ia mengakhiri panggilannya.
Kembali Yoongi menunduk setelah telepon yang menempel ditelinga kanannya terputus. Air matanya tanpa sadar merebak dengan sendirinya. Menganak sungai dibawah matanya, kemudian tanpa sadar hatinya merasakan sesak untuk yang kesekian kalinya. Menandakan bahwa ia telah terluka lagi. Ia telah kehilangan lagi. Ia telah mendeklarkan dirinya bahwa ia telah satu kali lagi kehilangan mutiaranya. Satu manusia yang ia jaga dari jauh. Ia sayangi kendati tidak pernah lagi bertatap mata. Ia menyayangi pria Kim itu.
Malam ini telinganya telah seperti tersentak untuk kesekian kalinya. Kabar paling buruk setelah setahun yang lalu di pantai Haeundae. Dimana Yoongi diminta untuk meliput peristiwa besar malam itu.
"Aku tahu aku akan gagal, Taehyung-ah"
"Maafkan aku."
"Yang gagal membuatmu tetap hidup"
"Maafkan aku..."
.
.
.
.
.
.
.
[ ]
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption ✓
Fanfiction[COMPLETED!] "Tidakkah kalian tahu bahwa air laut itu lebih kental daripada darah?" ~Kim Taehyung Publish: 19 September 2020 End : 22 Januari 2021 Credit by ©Athena Park || 2020 🏅#1 redemption (29 September 2020) 🏅#1 taehyungfanfiction (6 Apri...