Indra berjalan mendekat ke arah Rinjani dan Samudra, dengan memasang wajah tersenyum dan penuh keyakinan.
"Hai, Rin." Ucapnya dengan ringan tanpa merasa bersalah sedikit pun
Rinjani hanya menatap Indra dengan tatapan tajam dan sebuah nafas yang menggebu.
"Apa lagi yang kamu inginkan. Belum cukup untuk semua yang sudah terjadi? Aku muak." Balas Rinjani
Samudra hanya terduduk diam tanpa berkomentar sedikit pun.
Mungkin Samudra paham, semua akan terjadi seperti ini. Dan benar saja.
"Rin, aku paham setelah kamu tau semuanya, kamu akan membenciku atau bahkan enggan berteman denganku lagi. Aku tau caraku mendekati mu salah, aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh. Tidak untuk memaksamu harus bersamaku."
"Dan sekarang kamu tau jawabannya kan, aku nggak akan bisa bersamamu."
"Iya aku sekarang paham. Memaksakan hatiku untuk bersamamu, mungkin aku terlalu ambisi untuk itu. Terlebih aku tau kamu menyukai Samudra dan hanya dia yang bisa membuat mu bahagia."
"Terus. Tentang perjodohan ini? Aku menolak dengan keras, tolong bicarakan ini kepada papamu."
"Aku sudah membicarakannya sebelum menemuimu, tapi aku nggak sengaja mendengar kamu bercekcok dengan ayahmu. Dan tentang Samudra, aku sudah menceritakan semuanya apa yang terjadi. Mungkin aku jahat Rin melarang Samudra untuk kembali menemuimu sebelumnya. Tapi kini aku sadar, sesuatu yang dipaksakan untuk terus berjalan nggak akan seindah yang aku pikirkan."
"Iya."
"Detik ini, aku sudah mengubur dalam-dalam tentang perasaan ini. Aku capek Rin terus berjalan dan mengharapkanmu, aku menyerah dengan semuanya. Bukan karena aku lemah dan nggak mau berjuang, tapi memang pada kenyataannya ruang kita berbeda, pikiran kita berbeda dan juga ini semua nggak akan berjalan jika hanya aku yang mengharapkanmu tapi tidak denganmu."
Rinjani hanya terdiam mendengar segala penjelasan yang keluar dari mulut Indra. Begitupun Samudra, hanya duduk diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
"Terimakasih ya Rinjani, dari mu aku belajar banyak hal. Tentang mencintai memang nggak harus memiliki, aku banyak belajar dari caraku menyakinkan diri mengenalmu lebih jauh. Dan ya mungkin begini akhirnya, aku senang sudah bisa mengenalmu."
Indra berlalu dan meninggalkan Rinjani bersama Samudra, dengan berat hati. Indra melepaskan Rinjani dan membiarkan perasaannya terkubur dalam.
Rinjani terduduk lesu.
Mengapa semuanya terjadi dengan begini.
Apa yang salah selama ini dengan dirinya."Rin, ayok pulang. Tenangkan semua pikiranmu dirumah ya." Ucap Samudra yang paham dengan kondisi Rinjani
"Bagaimana aku bisa menenangkan semua pikiranku, Samudra."
"Rinjani."
"Iya" jawab nya lesu
"Coba lihatlah matahari, ia tetap bersinar terang bukan? Bahkan disaat bumi bertindak kejam padanya."
"Lalu aku harus bagaimana? Katakan."
Samudra mendekatkan dirinya kepada Rinjani dan meletakan kepala Rinjani tepat di atas pundaknya.
"Pejamkan matamu Rin. Anggap semua ini nggak pernah terjadi, buang pikiran yang seharusnya nggak harus kamu pikirkan dengan sangat keras. Lepaskan semua yang membuatmu nggak bahagia. Terkadang, pikiranlah yang membuat diri sendiri menjadi lelah dan sakit. Kamu harus bisa melangkah dan terus berjalan, seberat apapun itu yang terjadi di belakang jangan pernah kembali dan memikirkanya. Sekarang aku ada disini, mencintaimu, menyayangimu, dan akan selalu menemanimu. Berjalanlah bersamaku di samping. Jangan di belakang atau di depanku." Ucap Samudra menggenggam erat kedua tangan Rinjani
Samudra memang laki-laki yang Rinjani harapkan, ia selalu bisa membuat pikiran Rinjani menjadi tenang dan damai.
"Aku berjanji hari ini dan sampai mataku menutup untuk pergi selamanya. Aku akan selalu menjagamu, mencintaimu sebisaku. Dan membawamu kedunia ku yang sekarang sudah menjadi dunia kita. Melangkahlah bersamaku berdampingan, bertarung dengan waktu yang terus berputar. Aku tak akan melepas genggamam tangan ini, Rinjani. Seberat apapun keadaan nanti aku akan terus berusaha ada bersamamu. Jangan pernah menyerah dengan keadaan nanti, mungkin suatu hari kita akan ada di titik terberat dalam hubungan. Tapi mengertilah semua akan tetap baik-baik saja jika tetap bersama dan ada kemauan untuk keluar dari titik terberat itu. Perihal kata pergi, aku tak menyukainya. Apakah semua jalan dari titik terberat adalah pergi? Tidak Rin itu bukan jalan keluar untuk mencapai apa yang diinginkan. Aku harap semua akan baik-baik saja untuk kita. Terimakasih sudah menungguku untuk kembali Rinjani Putri Bramata."
Bersambung...
Akhirnya cerita ini selesai. Hehehe.
Terimakasih yang sudah membaca cerita ini sampai part terakhir♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Pantai (COMPLETED)
Novela Juvenil"TENTANG RASA, DAN KITA" Mungkin benar, menunggu itu melelahkan, dan membosankan. Lalu, bagaimana dengan Rinjani? ♡ ♡ Di baca aja dulu ya siapa tau sukaa♥