Ke - 31

69 4 0
                                    

"Rin, apa aku bisa bicara sebentar denganmu?" Ucap Indra

Rinjani mengangguk dan mengikuti langkah kaki Indra menuju tempat yang berbeda dari orang tuanya.

"Apa ini semua kemauanmu? Apa ini semua rencanamu?" Tanya Rinjani

"Tidak, Rin. Percayalah bukan seperti ini mauku."

"Lantas, mengapa semuanya terjadi seperti ini?"

"Memang benar jika aku menyukaimu, Rin. Kau tahu soal itu. Tapi, aku tak pernah berpikiran bahwa orang tua kita akan menjodohkan mu denganku begini."

"Sekarang bagaimana? Aku tak mempunyai perasaan untukmu, Indra. Maaf, mungkin ini menyakitkan untukmu."

"Itu terserah denganmu, Rin. Aku tahu tentang perasaan memang tidak bisa dipaksa. Terlebih lagi, Samudra masih ada di dalam hatimu. Tapi aku percaya, Rin. Dengan adanya waktu, suatu kebersamaan akan menumbuhkan rasanya sendiri."

Rinjani dibuat diam oleh ucapan Indra. Bagaimana jika suatu saat iya mempunyai rasa terhadap Indra?

"Untuk keputusan semua ada ditanganmu, Rin. Aku tak ingin berharap banyak hal, karena aku tahu saat berharap dengan manusia itu menyakitkan. Izin kan aku meminjam namamu, Rin." Ucap Indra

"Meminjam namaku, untuk apa?"

"Untuk aku selipkan dalam doa-doa dan mengaminkannya." Ucap Indra menatap ke arah Rinjani dengan sebaris senyum.

Indra berjalan dan meninggalkan Rinjani sendirian dengan pikirannya yang masih tidak karuan.

Keluarga Rinjani berpamitan dengan keluarga Indra. Saat di perjalanan pulang, Rinjani menjadi diam dan tak banyak bicara kepada keluarganya.

"Jadi bagaimana keputusanmu dek?" Tanya ayah tiba-tiba

"Emm.. Yah, Rinjani."

"Yasudah kalau belum siap menjawab, nanti saja dirumah ya jawabnya." Ucap ayah

Rinjani bingung harus menyiapkan jawaban untuk ayah seperti apa, semua terasa berat, terjebak dalam situasi yang tak terpikirkan sebelumnya.

**

Setibanya dirumah, Rinjani berlalu meninggalkan keluarganya di ruang tamu. Memilih menyendiri dalam kamar dan menenangkan pikirannya.

"Samudra, aku harus berbuat apa sekarang."
"Mengapa aku terjebak dalam situasi yang begini."
"Samudra, bawa aku bersamamu. Bersama dunia mu dan hal-hal yang menyenangkan tentangmu."

Rinjani duduk tepat di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan lekat. Lesu dengan pikiran yang kacau. Menangis, mungkin ini yang membuatnya sedikit lebih tenang.

"Apa boleh mama masuk dek?" Ucap mama yang sudah berdiri di ambang pintu

Rinjani lalu menghapus air matanya, tersenyum palsu dengan indah kepada mama.

"Turun kebawah, ayah sudah menunggumu." Ucap mama dan berlalu meninggalkan Rinjani seorang diri.

Dengan langkah yang sangat berat, Rinjani berjalan menghampiri ayah dan mama. Meminta kepada waktu agar dapat berhenti berputar sejenak dan memberi Rinjani sebuah kebahagiaan bersama Samudra bukan Indra.

"Duduk dek." Ucap ayah dengan tatapan tajam

Rinjani duduk tepat di hadapan ayah, mata nya berkaca-kaca menahan air mata untuk keluar.

"Jadi gimana keputusan kamu? Ayah harap kamu tidak menolak perjodohan ini. Biar bisnis ayah lancar bersama papa Indra, jadi ayah mohon terima perjodohan ini." Ucap ayah

"Tapi yah, Rinjani punya pilihan sendiri. Berjalan di kaki Rinjani sendiri dengan pilihan itu. Untuk perjodohan ini, Indra bukan laki-laki yang tepat untuk Rinjani." Ucap Rinjani mengeluarkan pendapatnya dengan bola mata yang sudah tak sanggup menahan air mata untuk keluar

"Siapa laki-laki yang sudah kamu pilih? Samudra? Apa iya masih memberimu sejuta harapan yang palsu dan terus saja menghilang dari dunia mu? Apa itu laki-laki yang pantas kamu tunggu hingga detik ini?"

Rinjani terdiam membisu, bibir nya tak dapat lagi mengeluarkan kata untuk menjawab pertanyaan ayah. Terduduk lesu dengan keadaan menangis. Kedua orang tua Rinjani hanya menatap nya dengan sedikit kesal.

Kenapa kali ini ayah bersikeras untuk perjodohan ini, mengapa tak ada satupun orang yang dapat memahami maksud dan keinginan Rinjani.

Untuk pertama kalinya, Rinjani kecewa terhadap pilihan keluarganya.

**

Rinjani memilih meninggalkan rumah untuk sejenak, sedikit menepi dari arah kota. Tujuan Rinjani ialah sebuah gunung yang dapat menenangkan diri dan pikirannya. Suasana pepohonan hijau nampak dari atas gunung yang dapat menyejukan hati dan juga pikirannya kali ini.

Memilih duduk di sebuah batu, dan bercerita kepada alam tentang hari ini.

"Diminum dulu kopi nya, ini bisa sedikit menenangkan pikiranmu."

Suara yang samar-samar terdengar di telinga Rinjani, suara laki-laki yang Rinjani kenal. Suara ini, suara yang selalu Rinjani tunggu bertahun-tahun. Dan ya, ia telah kembali.

Rinjani membalikan badannya dan di sambut senyuman manis dari laki-laki itu memegang secangkir kopi kesukaan Rinjani.

"Samudra." Ucap Rinjani berdiri dan memeluk erat tubuh Samudra.

Rinjani menangis terharu dan tak melepas pelukannya. Laki-laki yang ia tunggu, kini telah kembali kesemesta yang selalu Rinjani tunggu.

"Bagaimana kabarmu, Rinjani. Sudah jangan menangis, aku kembali ingin melihat senyummu. Mengapa malah kamu sambut dengan tangisan, tersenyumlah. Karena hanya senyummu yang selalu kurindukan di kota istimewa." Ucap Samudra melepas pelukan Rinjani dan menghapus air mata yang sudah membasahi pipi Rinjani.

"Sejak kapan kamu kembali? Bagaimana bisa tau aku sedang menyediri disini?"

"Sudah bertanya nya nanti saja ya. Mari duduk disampingku. Apa kamu mau mendengar ceritaku sejak aku pergi ke jogja dan kembali lagi untuk Rinjani."

Ahh. Samudra memang bisa mengerti Rinjani, terlebih ia sangat paham oleh semesta yang dimiliki Rinjani. Kepergiaannya memang membawa Rinjani menjadi gadis yang penyendiri dan enggan berkenalan oleh orang baru, terlebih ia menjadi sangat sedih. Dan kini, kembali nya Samudra pun membuat Rinjani bahagia dan juga bingung harus menceritakan keadaannya seperti apa.

Mungkin memang benar, waktu punya cara nya sendiri untuk menghadirkan temu.
Dan tuhan selalu punya rencana indah untuk setiap akhir penantian.






🌹🌹









Senja & Pantai (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang