Kecelakaan

2K 151 0
                                    

Hai semuanya, ini cerita aku yang kedua. Kalau kalian suka dan mendukung cerita ini untuk dilanjutkan tolong kasi vote dan komen ya.

Makasih.

HAPPY READING

Manusia adalah makhluk sosial, bener gak? Karna itu kita harus saling membantu satu sama lain. Karena setiap orang itu pasti membutuhkan bantuan dari orang lain dalam hal apapun itu, bahkan hal sekecil 'bukain resleting gaun' iya yang ada di punggung itu loh.

Riyu, gadis yang sedang mengurus sepupunya karena sakit itu sedang gelagapan gak tahu mau ngapain.

"Fik, kamu istirahat dulu ya biar kakak beli obat ke apotek" ujar Riyu akhirnya mendapat pencerahan.

Merfick, pria berumur 12 tahun itu hanya mengangguk lemah sebagai jawabannya.

Riyuni bergegas menuju gerbang depan menunggu ojek online yang sudah dia pesan. Setalah 3 menitan menunggu akhirnya sebuah motor hitam dengan dikendarai seorang pria muncul.

"Riyuna ya mbak?" Tanya tukang ojol itu sambil menggenggam ponselnya.
"Ah, iya pak" Riyuna mengangguk.
"Ini mbka helmnya" pria itu menyerahkan helem berwarna hijau dengan gambar logo perusahaan ojek online itu.

Riyuna menggunakan helm itu dan sang supir ojol melajukan kendaraanya menuju sebuah apotek.

Sesampainya di apotek, agar tidak terlalu memakan waktu, Riyuna menyuruh ojek itu agar menunggunya karean dia hanya sebentar. Tukang ojek yang ternyata bernama Mardy itu mengangguk setuju.

"Ayok pak" ujar Riyuna saat dia telah menaiki motor itu.

Perjalanan mereka sejauh ini lancar, namun tanpa terduga motor yang mereka naiki seakan ngerem-ngerem mendadak dan akhirnya....mati.

"Loh" ujar Riyuna memandang tak mengerti.
"Kenapa pak?" Tanya Riyuna sudah mulai panik karena Mardy membuka helmnya.

"Sebentar mbak, saya cek dulu" Riyuna turun dari motor dan Mardy memeriksa apa gerangan yang terjadi pada motornya.

"Yah mbak, ternyata kehabisan bensin. Saya lupa ngecek tadi" ujar Mardy dengan penuh rasa bersalah.

"Jadi gimana dong pak?" Riyuna sudah tak tenang karena mengingat Merfick yang sedang sakit.
"Maaf mbak, saya ga bisa nganter sampai tujuan" sesal Mardy dengan wajah merasa bersalah.

"Yaudah pak, saya jalan aja. Nih" Riyuna menyodorkan selembar uang 20 ribuan.
"Loh, gausa mbak. Orang saya ngabternya ga sampe tujuan" tolak Mardy lalu mendorong tangan Hyunna yang tersohor itu.

"Tapi kan bapak udah nagter saya, ya walau ga sampe tapi kan saya udah naik motor nya bapak" Riyuna tetap keukuh lalu memakasa bapak itu menerima uang pemberiannya.

Walau Riyuna tak memiliki banyak uang tapi dia tidak tergolong orang yang pelit.

"Tap–"
"Terima aja pak, atau saya bakalan laporin bapak ke pe–"
"Iya mbak, makasih ya" ujar Mardy memotong karean sudah tahu arah perkataan Riyuna tadi.

"Saya duluan ya pak" ujar Riyuna lalu melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Riyuna berjalan dengan sedikit berlari agar bisa sampai di rumah dengan lebih cepat.

Chitttt......BRAK....

Seketika langkah Riyuna berhenti karena melihat seseorang yang terhempas lumayan jauh dan terkapar dengan mengenakan.

Riyuna langsung berlari menghampiri manusia yang telah terbaring lemah di aspal jalan itu.

"Eh...eh.... Darahnya banyak banget" Riyuna histeris sendiri. Sedangkan mobil yang menyebabkan kecelakaan itu telah berputar balik dan kembali melajukan mobilnya.

"Lah dia malah lari. PAK TANGGUNG JAWAB....JANGAN LARI" teriak Riyuna ke arah mobil Fortuner hitam yang sedang melaju cukup cepat.

"Uhhukk...uhhuk" mendengar suara batuk pria itu, Riyuna beralih menatap pria itu kembali. Darah mengalir dari pelipisnya membuat Riyuna bergidik ngeri.

"Tolong telepon temen gue, 1203 uhukk..uhuk..." Pria itu kembali terbatuk. Riyuna sudah panik tujuh keliling. Ditambah tempat mereka sekarang lumayan sepi karena ini menuju perumahan yang elite.

"Eh...jangan tutup mata ya"ucap Riyuna yang telah berjongkok disebalh pria itu.
"Sakit" pria itu memegangi kepalanya yang mengeluarkan darah segar itu.

Entah kebranian dari mana, Riyuna memangku kepala pria itu lalu menepuk pipinya pelan agar pria itu tidak menutup matanya.

"Jangan tutup mata" panik Riyuna.

"TOLONG.....TOLONG" teriak Riyuna dengan sekuat tenaganya. Beruntungnya sepasang suami istri yang ingin melintas berhenti,

"Pak tolong panggil Ambulan ya" pinta Riyuna. Pria itu mengangguk lalu langsung mengeluarkan ponselny.

Selang beberapa menit, sebuah ambulan datang dan menolong pria yang entah kapan telah menutup matanya. Tentunya tanpa diketahui dia masih bernyawa atau tidak.

Setelah dua pria berseragam serba putih itu mengangkat tubuh pria itu dan memasukkannya kedalam mobil, Riyuna berbalik bermaksud kembali kerumah pamannya.

"Dek, tolong ikutke Rumah sakit, korban harus ada temannya" ujar salah satu dari pria berseragam serba putih yang bertugas.

"Tapi saya buru-buru pak, saya gak bisa" tolak Riyuna sambil menggeleng kuat.
"Tapi ini temannya harus di dampingi dek" tutur pria yang bertugas itu sambil menunjuk pria yang terkapar di brankar beroda itu.

"Bukan, saya bukan temennya dia. Saya juga ga kenal" jujur Riyuna yang tentunya tak ada yang mempercayai ucapannya.
"Udah dek ikut aja, sama temen sendiri" ujar salah satu ibu-ibu dengan baju merah bercampur hijau muda kepada Riyuna.

"Iya dek, lagian kalian kan satu sekolah" topan ibu-ibu yang lain dengan menenteng sebuah tas kulit berwarna coklat gelap.

Riyuna bingung, entah sejak kapan disini mulai banyak orang, seingatnya yang ada hanya sepasang suami istri saja. Namun saat ini sudah lumayan banyak orang yang mengerumuni mereka, dan Riyuna tak menyadari itu.

"Bukan Bu sa–"
"Jangan buang banyak waktu dek, bisa-bisa teman kamu makin parah" kali ini seorang pria paruh baya yang berucap, nada bicaranya sangat lembut dan tenang, hal itu membuat Riyuna mengangguk setuju karena teringat oada Ayahnya.

"Ayo" ujar pria berseragam serba putih itu lalu kembali ke depan dan mengendarai ambulan itu, dan tentunya dengan suara sirine yang cukup kuat.

Riyuna memandangi sekeliling ambulan itu, ini adalah pertama kalinya dia menaiki Ambulan dan parahnya dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal.

Entah sejak kapan tas berwarna hitam milik pria itu sudah berada di genggaman Riyuna. Ada rasa takut dalam diri Riyuna karena dia berada di dalam ambulan dengan orang yang tak dia kenal, dan tanpa diketahui jelas masih bernyawa atau tidak.

.
.
.

Riyuna mondar-mandir di depan pintu UGD dengan oerasaan yang tak tenang, pikirannya bercabag antara ke adiknya, Merfick yang sedang sakit dan juga kepada pria yang sedang diperiksa di UGD itu

Untungnya Riyuna sudah menelepon sahabatnya agar bisa membantu Riyuna menjaga adiknya sebentar saja sebelum dia kembali dari rumah sakit. Riyuna sudah mengatakan agar sebelum Sahabtnya itu ke rumah nya itu terlebih dahulu membelikan obat yang sama dengan yang Riyuna belikan.

Cheklek...

"Bagaimana dok?" tanya Riyuna  langsung tanpa berbasa basi.
"Sepertinya pasien mengalami luka yang cukup serius, beruntung memang pasien sesegar dibawa ke rumah sakit. Kami akan memindahkan pasien ke ruang rawat inap karena pasien memang harus dirawat beberapa Minggu kedepan. Jadi tolong administrasi segera dilunasi" tutur dokter itu yang dibalas anggukan oleh Riyuna karena dia tak tahu harus bilang apa lagi.

Grateful To Remember YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang