Beberapa hari sebelumnya...
Nava tersenyum cerah ketika melihat Gaza yang masih nongkrong di depan kelas bersama dengan sahabatnya, Agil. Gadis itu langsung menghampiri mereka dan mencolek pipi Gaza saat sudah sampai di hadapan dua cowok tersebut. Gaza terkejut dengan kedatangan pacarnya yang tiba-tiba muncul, dia menatap Nava yang sekarang sedang tersenyum lebar.
"Pagi Gaza Sayang," sapa Nava sambil melambaikan tangannya. Tak lupa dia menambahkan embel-embel kata sayang di akhir kalimatnya. Sejujurnya Nava tidak pernah menyapa Gaza dengan panggilan se-alay ini sebelumnya. Dia merasa geli sendiri.
"Pagi juga Sayang!"
Tidak. Itu bukan suara Gaza. Melainkan orang yang duduk disamping Gaza lah yang membalas sapaan Nava. Siapa lagi kalau bukan Agil? Cowok itu kini menunjukkan tawa cekikikannya sebelum akhirnya berganti dengan umpatan karena Gaza berhasil meninju perutnya.
"Aduh sakit kalik, Jah! Kira-kira dong kalo mau nonjok. Dasar setan!"
"Makanya tuh mulut dijaga. Cuma gue yang boleh manggil Nava sayang,"
"Yaudah sih, bercanda dong juga. Makanya kalo ada orang ngomong tuh jangan dikacangin. Kan kasihan Nava," Gaza hanya diam mendengarkan ucapan Agil. Memang benar tadi Gaza sempat hanya diam saat Nava menyapanya.
Nava kembali menampilkan wajah senyumnya lalu ikut duduk di samping Gaza sembari menatapnya, namun justru cowok itu langsung berdiri dan memberikan tatapan yang tidak bisa diartikan olehnya.
"Za.. kenapa kamu ngejauh?" tanya Nava dengan kerutan di dahinya. Dia merasa Gaza seperti jijik jika berdekatan dengannya.
"A.. aku..."
Gaza tidak bisa menjelaskannya. Dia sendiri pun juga tidak mengerti kenapa dirinya bisa bersikap seperti itu pada Nava. Yang jelas, setiap kali Gaza melihat Nava dia akan langsung teringat lagi dengan kejadian menyakitkan itu. Saat ini Gaza masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Dewina ternyata adalah mama Nava. Itu sangat sulit baginya.
Terlihat perubahan raut wajah Nava mendadak berubah jadi sedih, Gaza yang melihatnya pun sedikit merasa bersalah dan tidak tega.
"Nnggg.. ngapain kamu kesini?" tanya Gaza kemudian.
"Cuma pengen ketemu aja. Nggak boleh ya?"
"Mending kamu balik ke kelas. Ini udah hampir bell masuk kelas," suruh Gaza.
"Aku diusir?" Nava menghela nafasnya kasar.
"Enggak."
"Lha itu barusan? Za beberapa hari ini kamu selalu ngejauhin aku terus tahu gak. Aku salah apa?" Gaza hanya diam. Sementara Agil yang masih di sana dia menjadi saksi perdebatan mereka.
"Kamu masih marah karena kejadian malam itu? Oke, aku minta maaf Za. Tapi itu juga bukan keinginan aku. Bahkan aku sendiri juga nggak nyangka kalo ternyata mama aku itu—"
"Nava, stop! Mending kamu pergi sekarang."
Nava terlonjak kaget ketika Gaza berteriak padanya. Perlahan dia berdiri menghadap cowok itu, lalu ditatapnya manik mata Gaza yang sudah tidak seperti dulu lagi. Tatapannya terlihat dingin padanya.
Nava tahu saat ini Gaza sedang berusaha menjaga jarak darinya, namun sebaliknya Nava berusaha untuk menghapus jarak diantara mereka. Dia tidak ingin hubungannya dengan Gaza merenggang akibat permasalahan keluarga mereka.
Alih-alih merasa sedih, Nava pun menunjukkan senyumannya lagi dan berkata, "Iya-iya nggak usah teriak, ini juga mau pergi kok. Yaudah aku ke kelas dulu ya, Za. Semangat belajarnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Nava & Gaza [END]
Teen Fiction•Complete• "Gue tahu ini terdengar konyol buat lo," ujar Nava. "Nggak juga. Gue merasakan hal yang sama. Nyokap gue pergi setelah cerai sama bokap gue dan parahnya bokap punya wanita lain lagi" sahut Gaza. Nava terdiam, "Ngomong-ngomong kenapa lo ce...