Duduk di balkon, ditemani secangkir teh, hembusan angin sore menerpa wajahnya yang membuat rambutnya beterbangan indah.
Dia adalah Mentari Caramel, si gadis rapuh yang menutupi segala kesedihannya dengan senyuman palsunya.
Kini telah satu bulan berlalu semenjak kejadian yang membuat batin Mentari tertekan.
Mentari menatap langit. "Gue ngga tau apa yang harus gue lakuin sekarang" gumamnya yang masih menatap langit.
"Gue ngga tau harus bertahan atau nyerah. Gue bingung" gumamnya sendu.
Ia menghirup udara dalam-dalam seraya menutup matanya. "Kalau gue bertahan sama Gava pasti hati gue sakit ngeliat Gava sama Bulan" gumamnya.
"Tapi kalau gue nyerah... Gue ngga bisa. Gue sayang Gava, gue cinta dia" lirih Mentari sendu.
Mentari kembali menatap langit dan memejamkan matanya. Ia mempertimbangkan jawaban yang akan di berinya pada Gava.
Mentari membuka matanya. "Gue tau gue harus apa, dan gue yakin ini yang terbaik" gumamnya setelah mendapatkan jawaban yang menurutnya paling terbaik.
Dengan cepat ia mengacir kekamar Deva.
"Bang Dev bisa nganter Mentari ngga?" Tanya Mentari antusias.
"Kemana dek?" Tanya Dano yang ternyata juga berada dikamar Deva yang sedang bermain Play Station .
"Ke rumah Gava bang" jawab Mentari seadanya.
"Ciee... Adek abang mau ke rumah sang pacar" goda Deva sembari terkekeh, Mentari hanya tersenyum kecut saja.
"Abang ikut ngantar ya dek" pinta Dano meminta persetujuan dari Mentari, dan dengan senang hati Mentari menganggukkan kepalanya sembari tersenyum.
☀️☀️☀️☀️☀️☀️
Kini mereka telah sampai di pekarangan rumah Gava.
"Makasih bang udah mau nganterin Mentari" ujar Mentari berterima kasih.
Deva tersenyum. "Iya dek, kamu pokoknya harus selalu minta tolong sama abang ya! Dan kamu juga tinggal panggil abang kalo kamu butuh bantuan ya dek, biar abang bisa jadi abang yang baik untuk kamu" ucap Deva seraya mengusap pucuk kepala Mentari lembut, membuat Mentari nyaman dan merasa sangat bahagia karna bisa kembali dekat dengan abang abangnya ini.
Mentari mengangguk "Iya bang. Yaudah Mentari turun ya bang, abang pulang aja" ujar Mentari pada kedua abangnya.
"Ngusir nih ceritanya" sindir Dano bercanda. Mentari tampak gelagapan.
"Yaudah deh kita pulang aja Dan, kita diusir Mentari soalnya" timpal Deva bercanda, tetapi Mentari tak menganggapnya sebagai candaan, kini ia panik.
"Eh maksud Mentari bukan gitu bang" ujar Mentari tak mau merek salah paham.
Deva dan Dano tertawa terbahak melihat wajah panik Mentari. Adiknya ini sangat menggemaskan, padahal mereka tadi hanya bercanda, tetapi Mentari sudah seperti orang yang kehilangan dompetnya saja. Paniknya berlebihan.
"Abang kenapa ketawa?" Pertanyaan polos itu keluar dari mulut Mentari serta muka bingungnya. Deva dan Dano cengo melihat Mentari.
"Abang kenapa diem?" Tanya Mentari kembali.
Dano tak tahan dengan ini semua, akhirnya dia mencubit pipi Mentari yang membuat Mentari meringis.
Deva menatap Dano tajam. "Ck pipi Mentari jangan dicubit Dan, tuh kan pipinya jadi ada bekas cubitannya" ujar Deva lalu mencium bekas cubitan Dano di pipi Mentari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Tanpa Sinar
Roman pour AdolescentsAku hanya seorang mentari yang kehilangan sinarnya, aku hanya ingin diperhatikan dan diperdulikan sekali saja, tapi mengapa takdir seolah memusuhiku? -Mentari Carramel Kalian selalu berkata "Bentar ya, Mama mau bacain dongeng buat Bulan," "Bentar ya...