bimbang(selesai revisi)

285 19 5
                                    

TOK ... TOK ... TOK








"Ren, gue Nayla"

"Masuk."

Setelah mendapat sahutan dari dalam sana; nayla membuka ruangan itu kemudian masuk kedalamnya. Terpampanglah Rendy yang sedang terbaring lemah diatas brankar dengan  inpus yang terpasang di tangan laki-laki itu.

"Gimana keadaan lo?" Nayla mendudukkan dirinya disampingnya Rendy;

Rendy menganggukkan kepalanya.
"Gue udah baikkan kok, cuman kata dokter gua harus banyak istirahat dulu."

"Oh iya, keadaan Tasya gimana sekarang?"

"Keadaannya udah lumayan membaik, tadi juga dia nanyain lo. Terus ya ... gue jawab aja lo lagi kecapean jadi gak bisa jengukin dia".

Rendy terkekeh pelan; sesekali meringis karena luka pasca operasi masih belum mengering sempurna. "Syukur deh kalau gitu." Laki–laki itu menarik napasnya dalam-dalam. "Gue gak mau Tasya drop  gara-gara tau kalau gue yang donorin ginjal ke dia."

Nayla mengangguk; gadis itu juga sama takutnya dengan Rendy. Yakni takut kalau Tasya kembali drop dan keadaannya memburuk kembali. "Iya Ren, kita juga ngerti kok soal hal itu. Semuanya juga pasti bakalan jaga rahasia ini demi kesembuhan Tasya"

"Terus lo sama Bima ...?" Rendy menggantungkan kalimatnya dengan nada tak enak, matanya menatap lurus kearah Nayla.

Nayla tersadar dari lamunannya; seakan mengerti akan arah pembicaraan Rendy, ia hanya mencoba tersenyum tipis.

"Gue udah tau kok semuanya."

Nayla mempertahankan senyumannya meskipun rasanya sangat berat terus tersenyum ketika hatinya menjadi campur aduk.

Rendy menghela napas dengan lega.
"Gue minta maaf Nay, karena udah sembunyiin ini dari lo." Raut wajah Rendy seperti orang menyesal; laki-laki itu masih merasa
tak enak hati dengan Nayla.

Nayla menggeleng cepat. "Lo gak salah kok Ren, memang mungkin gue sama Bima gak di takdirkan untuk bersama." Cetusnya.

Rendy memegang tangan Nayla, menyuruh Nayla menatapnya sejenak. "Nay, gue yakin! Lo sama Bima di takdirkan untuk bersama ...  Tapi mungkin hubungan kalian sedang diuji Tuhan."

Nayla menghela nafasnya; ia sangat lelah saat ini. "Gue memang cinta sama bima ren! Tapi disatu sisi, gue gak mau nyakitin hati Juna dan gue akan tetap jaga perasaan Juna!."

Rendy menggeleng lemah; seakan menolak mentah-mentah apa yang diucapkan oleh Nayla. "Gue jahat banget ya Nay, karena udah ikut nyembunyiin ini dari lo! Gue berharap, lo bisa tentuin pilihan yang tepat untuk hubungan lo kedepannya, lo juga berhak bahagia Nay!." Rendy melepaskan tangan nayla yang tadi digenggamnya. "Gak selamanya lo terus pura-pura bahagia dan menganggap semuanya gak terjadi apa-apa, dan gak selamanya juga lo bakalan terus menjaga hati Juna."

Nayla hanya diam, lidahnya terasa kelu untuk sekedar berbicara sepatah kata pun. Ia masih bimbang.

mata gadis itu tak sengaja melirik semangkuk bubur yang berada diatas meja disampingnya Rendy.

"Lo belum makan buburnya, Ren?"

Rendy melirik sekilas semangkok bubur yang berada di samping brankarnya. "Gak nafsu, Nay. Gaada rasanya."

Nayla berdecak pelan. Gadis itu menggerutu kesal. "Lo ini gimana sih? Lo harus Makan dulu, biar cepet sembuh juga. Ya namanya juga bubur, kalau mau ada rasa ya tambahin garam."

Rendy tertawa kecil mendengar gerutuan Nayla. Sudah dengan  jelas ia sudah menyakiti hati gadis itu, namun Nayla masih perduli dengan kesehatannya. Kalau seperti ini caranya, maka ia semakin merasa bersalah saja dengan gadis itu.

Nayla[COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang