Part 11 : Belum move on

32 6 0
                                    

Karry POV
“Kau masih belum bisa melupakannya, Kar?” tanya Roy menatap bingkai foto yang berada di atas nakas di kamarku.

Yah, Roy dan Jackson ke rumahku hanya untuk bermain-main.

Jackson yang dari tadi menatap ponselnya itu, memalingkan wajahnya menatap ke arahku. Aku yang tadi sedang mengecek emailku menggunakan laptop itu pun, mengalihkan pandanganku menatap Roy tajam. Tak lama kemudian aku menghela nafasku berat.

“Aku masih belum bisa melupakannya” ucapku sambil menunduk dalam. “Sedikitpun” gumamku pelan.

“Benar yah kata orang..” Jackson menjeda perkataannya. Kemudian ia mengulas senyuman miring “Cinta pertama susah dilupakan” ucap Jackson.

Roy yang sedari tadi sibuk melihat foto yang ada dibingkai foto tersebut pun langsung menolehkan kepalanya menatap Jackson yang sedang duduk di kursi sofa yang berada dikamarku.

“Tapi..” ucap Jackson menjeda perkataannya lagi sambil menyeringai.

Ia kemudian berjalan mendekatiku dan duduk ditepi kasurku, berhadapan denganku.

“Aku tahu seseorang yang bisa membuatmu melupakannya” masih tetap tersenyum, tapi sekarang tersenyum manis. 

Aku langsung mendongakkan kepalaku menatap Jackson yang berada dihadapanku saat ini. Aku menatapnya heran.

“Apa maksudmu?” tanyaku sedikit dengan nada tinggi.

Jackson yang tadi mengulas senyuman manis pun langsung berubah menjadi datar.

“Maksudku, kau harus berubah, Kar.” Ucap Jackson tegas. “Kau harus melupakan Tiara. Kau harus sadar kalau dia udah tid..” ucapan Jackson terputus karena sebuah tangan kekar berhasil mendarat di pipi halus milik Jackson, sebuah tonjokan dariku.

“Karry!!?” teriak Roy dan membulatkan matanya terkejut, kemudian ia menghampiri kami, aku dan Jackson.

Roy menatap ke arahku dan Jackson secara bergantian. Aku tiba-tiba tersadar dengan apa yang aku lakukan. Aku menatap tangan kananku tak percaya. Kemudian aku mendongakkan kepalaku menatap Jackson. Jackson yang habis ku tonjok itu pun memegang pipi kirinya itu. Sudut bibirnya mengeluarkan sedikit darah.

“Heh” Jackson tersenyum meremehkan. “Gapapa, Kar. Pukul aja. Pukul sampai kau puas.” Ucapnya sambil menunjukkan pipi kanannya.

“Aku bilang begitu karna aku sedih melihat sahabat aku sendiri yang sudah aku anggap sebagai abangku sendiri selalu termurung, mengharapkan orang yang sudah tidak ada dan ga bakalan hidup lagi. Aku mau kau sadar, Kar. Lupakan Tiara. Aku tau mungkin itu sulit buat kau lakukan. Tapi setidaknya kau bisa membuka hati buat yang lain. Sudah berapa banyak perempuan yang ingin dekat denganmu dan mengharapkanmu, tapi malah kau tolak mentah-mentah. Bagiku sebagian dari mereka yang mengejarmu itu adalah perempuan yang baik-baik. Kenapa tidak kau coba? Haruskah aku yang turun tangan untuk mencarikan jodoh untukmu? Atau haruskah mereka membelamu didepan kepala sekolah dan mengobati lukamu?” Ucapnya serius.

Kemudian ia menghelakan nafasnya berat. “Bukan maksudku untuk menyuruhmu ‘main perempuan’ seperti dulu. Maksudku..” ucapnya memelankan suaranya pada kata terakhir, kemudian ia menghela nafasnya untuk ke sekian kalinya. “Ah, kau pasti akan tahu maksudku” ucapnya kemudian beranjak keluar dari kamarku.

Apa yang ku lakukan??

Maafkan aku Jack..

Aku dan Roy menatap punggung Jackson yang berjalan keluar dari kamarku. Setelah bayangan Jackson tidak terlihat lagi..

“Karry! Apa yang kau lakukan, hah!?” tanya Roy dengan nada sedikit tinggi dengan raut wajah bingung sambil menatapku tajam.

Aku memalingkan wajah menatap Roy dengan raut wajah pasrah. Kemudian aku menundukkan kepalaku pelan. Aku tidak menggubris pertanyaan Roy. Roy kemudian mendekat ke arahku dan memegang kedua bahuku sambil menggoyang-goyangkan bahuku “Jawab! Kar!”.

Aku masih tetap tidak menatap Roy, aku masih menunduk. Setelah sekian lama tidak mendapat jawaban apapun dariku. Roy melepaskan cengkraman tangannya dari bahuku.

Yah, aku merasa sedikit sakit bahuku karna cengkraman tangan kekar Roy yang sedikit begitu keras. Roy mengacak-acakkan rambutnya frustrasi sambil berteriak “Ahh..” dan kemudian ia berjalan keluar dari kamarku.

Kini hanya ada aku sendirian di kamarku. Aku terdiam untuk beberapa saat.

Roy dan Jackson pun sudah melajukan mobil sport mereka, pergi menjauh dari rumahku.

Aku kemudian menatap gengaman tanganku yang tadi meluncur ke pipi Jackson.

Aku mengacak-acakkan rambutku kasar setelah itu, “Ahhh....” teriakku lebih kencang daripada Roy tadi.

Untungnya di rumahku lagi tidak ada orang hanya ada diriku dan satpam yang berada di halaman depan rumah, di ruangannya. Jadi dia tidak akan mendengar teriakkan ku yang begitu keras ini.

Aku kemudian mendekap kakiku menundukkan kepalaku menutup wajahku. Aku menangis, entah kenapa. Aku merasakan hari ini aku sangat-sangat bodoh. Aku bisa-bisanya memukul temanku sendiri yang sudah ku anggap sebagai adikku. Aku benar-benar bodoh. Aku tak tau apa yang aku lakukan.

~

15-09-20


Jangan jadi silent readers dong :(
Kalau bingung mau beri masukan apa, vote aja gpp kok :)

Thank you

You're Mine {TAMAT} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang