Part 18 : Fakta

25 6 0
                                    

Joyce POV


Tidak terasa kini aku sudah semester 8. Yah, itu tandanya aku akan segera wisuda. Itu juga kalau skripsiku diterima. Yah, moga-moga aja dosen menerimanya.

Aku dan Karry kini juga semakin dekat. Karena kami dijadikan satu kelompok untuk membuat skripsi.

Aku sampai detik ini tidak memberitahu Karry tentangku dengan Tiara. Aku sudah meminta Jackson untuk tidak menceritakannya pada siapapun.

Aku sering ke rumah Karry untuk mengerjakan tugas dan sebagainya. Tapi, Karry tidak pernah ke rumahku. Aku yang menyuruhnya.

Ia sempat ingin bermain ke rumah. Tapi, nanti dia akan bingung kenapa aku tinggal di rumah Tiara. Oleh sebab itu, aku tidak memberitahunya. Aku membohonginya, kalau mamaku tidak mengizinkan teman laki-laki datang ke rumahku.

"Bukannya Jackson pernah mengantarmu pulang?"

"Oh, itu. Kecuali Jackson. Karena teman laki-laki yang mama tahu cuma Jackson dan aku ke rumahmu juga izinnya ke rumah Jackson kalau ngga ke rumah Gia, Allyn, atau Mimi"

Itulah kutipan percakapanku dengan Karry.

Yah, Karry pasti sedih bercampur kesal dan ada perasaan aneh pastinya dengan alasanku. Bagaimana dia tidak sedih, karena aku bohongnya mama hanya mengenal Jackson. Itu artinya aku sering menceritakan tentang Jackson ke mama. Tapi, untungnya aku berhasil membujuknya. Kalau aku hanya menganggap Jackson seperti abangku sendiri dan aku sama sekali tidak menyukainya.

Selama kedekatanku dengan Karry, Karry akhirnya mau membuka rahasianya. Rahasia yang tak pernah ia ungkapkan pada siapapun. Tapi hari itu, ia menceritakan semuanya padaku saat aku memohon padanya.

"Aku mohon. Tolong ceritakan semuanya padaku. Aku berjanji akan merahasiakan ini semua pada siapapun. Aku ga bisa melihatmu yang seperti ini. Aku tau kau tidak akan seperti ini jika tidak ada sesuatu yang membuatmu seperti ini" aku menarik nafas sesaat kemudian menghembuskannnya. "Jika kau bersedia memberitahuku, aku juga akan memberitahumu tentang.." ucapanku terputus oleh Karry.

"Sebenarnya.. ayah kandungku telah meninggal. Ayah kandungku bukan orang yang baik, bukan dari kalangan orang berpunya, melainkan ia seorang penjudi. Ayahku sering meminum minuman keras. Setiap pulang ke rumah, ia selalu mabuk-mabukan dan sering kalah judi. Aku dulu hampir saja putus sekolah, tapi mama selalu bilang kalau aku harus bisa sarjana, aku harus bisa bertanggung jawab dan bekerja keras. Mama selalu menasihatiku agar kelak aku bisa menjadi pribadi yang dewasa, pribadi yang mau bertanggung jawab, pribadi yang tidak pantang menyerah. Itu sebabnya aku selalu belajar, belajar dan belajar. Aku tidak pernah berhenti belajar, sampai akhirnya aku diberi beasiswa oleh sekolah. Aku sempat membenci ayahku, tapi mama bilang, aku tidak boleh membenci ayah, aku harus tetap hormat padanya" Karry menghela nafas panjang.

"Bagaimanapun dia juga orangtuaku. Yang penting aku tidak boleh mewarisi sifatnya yang suka berjudi, merokok, minum minuman keras, kasar, tidak bertanggung jawab, tidak menafkahi keluarga, yang ada ibuku yang bekerja untuknya dan untuk masa depanku. Tapi sayangnya, aku tidak bisa untuk tidak membenci seseorang yang menyakiti ibuku, yang menyusahkan ibuku, dan yang tidak mau bertanggung jawab akan keluarga. Aku sempat heran kenapa mama mau menikah dengan orang sepertinya. Mungkin mama sudah dibutakan oleh cinta, atau bahkan mama kemakan rayuan gombal palsu miliknya!" Karry membuang nafas kasar.

Aku melihatnya sedang di selimuti kemarahan. Hawa disekitarnya sangatlah panas, sampai aku bergidik ngeri. Aku tau dia sangat sedih bercampur kesal, tapi bagaimanapun itu tetap ayahnya. Tapi aku tidak mungkin memberi tanggapan, kritik, ataupun saran tentang ceritanya. Karna aku tau perasaannya.

Kalau jadinya begini, harusnya aku tidak memaksanya untuk bercerita. Tapi sayangnya rasa penasaranku begitu besar, jadi aku tidak memotong pembicaraannya.

Aku membiarkan amarahnya memuncak. Karna aku tau dia juga sudah memendam ini beberapa tahun, aku tidak mau dia menyimpannya terlalu lama, aku tidak mau dia masih dendam pada ayah kandungnya. Aku harus pelan-pelan untuk mengubahnya.

"Tapi.. aku telah mewarisi sifatnya yang kasar. Aku selalu berkelahi, aku mempermainkan wanita, aku tidak pernah peduli akan perasaan mereka. Aku seperti melampiaskan amarahku pada mereka yang tidak bersalah. Amarahku kian memuncak saat aku mengetahui kalau ibuku tengah berselingkuh dengan bosnya dan mereka menikah di London meninggalkan aku sendirian. Saat kepergian ibuku dengan calon suaminya ke London, ayah kandungku mengetahui itu. Ia mengejar mereka, tapi sayangnya ia ditabrak truk pengangkut sampah dan tak sempat dilarikan ke rumah sakit, ia meninggal ditempat. Aku awalnya sedih, tapi saat aku ingat akan sikapnya, aku menjadi rela akan kepergiannya. Lepas dari itu, ibuku telah menikah dengan bosnya di London tanpa membawaku. Ibuku juga sudah tau, jika ayahku telah meninggal disaat kepergiannya ke London" ia mengela nafasnya berat.

"Aku sempat bahagia, karena terlepas darinya, hidupku dan mama kian membaik. Karena bosnya memberi kami tempat tinggal mewah dan segala fasilitasnya. Tapi tak ku sangka, setelah mereka menikah. Mama tidak pulang selama hampir 2 tahun. Ia seakan lupa akan keberadaanku. Aku pikir karena mereka telah dikarunia seorang anak, sehingga mama lupa akan keberadaanku. Tapi ternyata mama belum dikarunia anak. Aku sendirian di rumah besar ini, walaupun ada bodyguard, pelayan, satpam, tapi aku masih merasa sepi. Aku seakan seperti seorang yatim piatu. Saat mama pulang, itu cuma hanya ingin mengambil berkas-berkas dokumen penting milik papa. Aku bahkan tidak pernah berbincang lebih dengan papa. Aku berbicara sebutuhnya. Mereka tidak tahu apa yang lebih aku butuhkan. Mereka hanya tau jika seorang anak akan senang jika diberi hadiah mewah. Tapi tidak untukku"

Aku terkejut. Ia tiba-tiba menyandarkan kepalanya ke bahuku. Yah, kami duduk bersebelahan. Aku memandang ke arahnya. Ntah kenapa tanganku terulur untuk mengelus rambunya.

Aku bisa merasakan kesedihannya. Ku pikir hidupku lebih rumit darinya. Tapi, tak ku sangka, dia lebih rumit dari yang aku bayangkan. Walaupun sekarang ia hidup berkecukupan, tapi dibalik itu semua ada sebuah fakta yang tak terungkapkan dan hari ini fakta itu menjadi sebuah kabar yang tak ku duga.

Aku menghela nafas pelan. Aku menatap langit kamar Karry. Aku berharap suatu saat nanti aku bisa menemukan fakta tentang kedua orangtuaku.

...

Kringg.. kring...

Aku yang tengah mengerjakan tugas kuliahku di ruang keluarga itupun diganggu oleh deringan telepon rumah yang berada di tengah-tengah antara ruang keluarga dengan ruang dapur.

Aku memang sengaja mengerjakan tugas kuliah ku tidak dikamar karena aku sedang menunggu mama pulang.

Aku berjalan untuk mengangkat telepon itu. "Hallo" sapaku

Perkataanku tidak digubris oleh seseorang dari sebrang telepon itu. Aku mencoba untuk memulai percakapan. "Ini dengan siapa ya?" ucapku

~

13-10-20

You're Mine {TAMAT} ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang