1

3.4K 279 22
                                    

Klik.

Changbin mengunci pintu apartemennya sebelum ia menghenyakkan tubuh di sofa ruang tengah yang nyaman. Napasnya dihela pelan ketika tatapannya jatuh pada kandelir yang menggantung di langit-langit. Hari ini terasa melelahkan hingga Changbin ingin tidur saja sampai besok tanpa harus memikirkan apapun. Namun wilayah kekuasaannya sedang terancam serangan dari klan wilayah lain. Sebagai seorang alpha, ia harus melindungi semua yang ada di dalam wilayahnya.

Semua orang berkata menjadi seorang alpha adalah sebuah nasib baik. Dalam hirarki, ia berada pada puncak tertinggi. Kasarnya, Changbin bisa berkuasa atas suatu wilayah yang merupakan kepunyaannya (dulunya dikuasai oleh sang ayah tetapi begitu Changbin mencapai usia dewasa, tugas itu diserahkan padanya). Namun ia merasa tugas itu cukup berat. Belum lagi dengan berbagai pertentangan batin yang setiap hari ia hadapi berkaitan dengan statusnya sebagai alpha ini.

Changbin sejujurnya tidak ingin menjadi alpha jika hidupnya hanya akan menyengsarakan orang lain.

Changbin melihat cukup banyak kasus di mana alpha bertindak semena-mena dan memanfaatkan kekuatannya untuk hal-hal yang bertentangan dengan nuraninya. Ia melihat kebanyakan alpha terlalu mudah dikuasai insting kebinatangannya sehingga membuat berbagai kekacauan. Belum lagi dengan tawuran antar klan hanya karena satu omega membuat Changbin sakit kepala memikirkannya.

Ia benar-benar tidak ingin menjadi seperti itu.

Maka Changbin pun berusaha untuk mencari jalan keluar untuk membuat hidupnya lebih nyaman dan jauh dari hal-hal yang tidak ia sukai itu. Lelaki itu sudah berkonsultasi pada Chan, seorang alpha lain yang merupakan teman baiknya, dan pemuda itu pun menyarankan satu hal yang cukup menarik.

"Kau harus mencari pasangan secepatnya, lalu mating. Biar nggak menjadi brutal begitu tiba masa rut-mu," ujarnya. Namun Changbin menolak keras karena untuk saat ini dia tidak butuh memiliki pasangan. Masih banyak urusan klan yang harus ia selesaikan. Mencari pasangan adalah hal nomor sekian dalam daftar pencapaian hidupnya.

"Aku sibuk. Nggak punya waktu mengurus satu orang tertentu saja, hyung," elaknya. Chan berdecak pelan sebelum kembali bicara.

"Kenapa sih nggak mau mating? Kau takut sama omega apa gimana? Kata Jisung kau nggak mau dekat dengan omega manapun yang belum punya pasangan."

"Dia benar," Changbin mengangguk.

"Kenapa?" Chan semakin bingung.

"Aku gak mau jadi seperti alpha yang lain, hyung. Aku gak pernah mau menjadi alpha sejak awal."

Chan terdiam, tatapannya tidak terbaca saat melihat Changbin yang menengadah frustrasi. Harusnya ia tersinggung karena dirinya adalah salah satu alpha notabene sedang gencar mengejar seorang omega. Dan Changbin terang-terangan mengatakan bahwa ia tidak ingin menjadi seperti dirinya.

Namun Chan tahu Changbin bukanlah seseorang yang berpikiran semput. Ia tak akan memusuhi Chan hanya karena berbeda pendapat dengannya. Maka ia pun berusaha memberikan ide paling mungkin yang bisa dilakukan Changbin karena dengan begitu ia pun akan lebih tenang karena ada seseorang yang membantunya.

"Well then, I suggest you to get a beta. As your companion."

Changbin terlihat berkontemplasi sejenak mendengar ucapan Chan. Namun ia belum memberi jawaban hingga sekarang, ketika mereka sudah berpisah dan Changbin sudah kembali ke apartemennya. Pria itu masih berusaha memikirkan baik dan buruknya ide Chan tersebut. Karena bagaimanapun juga ide itu cukup masuk akal baginya.

Menjadikan seorang beta sebagai sosok yang akan mendampinginya adalah pilihan aman. Setidaknya Changbin tidak perlu repot dengan pendampingnya karena beta tidak akan mengalami heat. Tidak menyusahkan sama sekali. Dan jika Changbin mengalami rut, ia bisa melewatinya sendiri seperti yang sudah-sudah.

Begitu ia yakin keputusan diambil, Changbin segera menghubungi Chan dan menyetujui idenya tadi. Pemuda di seberang sana terdengar senang, entah untuk alasan apa, dan ia berjanji segera mengirimkan beberapa foto teman betanya yang bisa menjadi pendamping Changbin. Setidaknya untuk mendampinginya secara literal karena Changbin benar-benar tidak sedang mencari pasangan.

"Ah...kalau begitu dengan Lee Felix saja."

Chan mengirimkan foto seorang pemuda berambut merah di ponselnya dan Changbin tertegun sejenak. Kedua alisnya bertaut karena ragu.

"Lee Felix ini benar-benar beta?" tanyanya. Entah kenapa Chan justru tertawa di seberang sana.

"Kenapa? Kamu pikir dia omega, ya?"

"Hm."

"You can't judge a book by its cover, Bin."

Changbin terdiam, lalu ia pun berkata, "Okay, sorry."

"Nah, it's okay," Chan berujar santai, "tapi dia sedikit...rumit? Sepertinya begitu. Mungkin kau perlu usaha ekstra kalau ingin memintanya menjadi partnermu."

Mendengar hal ini, alis Changbin terangkat heran.

"Kenapa kamu memperingatkanku, hyung?"

"Nggak ada. Cuma kuharap kamu nggak memarahinya kalau kau didiamkan atau bagaimana. Tapi dia anak yang baik dan sangat setia kawan. Dia partner yang baik untukmu."

"Hm," Changbin bergumam lagi, "baiklah. Kalau begitu...kapan aku bisa bertemu dengannya?"

Chan terkekeh di seberang telepon, "Kapanpun kamu siap~"

Under The Moonlight ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang