13

976 187 6
                                    

Changbin perhatikan sejak tadi Felix sama sekali belum mengatakan apapun sejak mereka bertolak dari bistro tempat mereka janjian menuju apartemen Changbin. Pemuda itu terlihat sangat fokus menatap jalanan di depan tanpa sedikitpun mempedulikan Changbin yang terus menatapnya dari jok penumpang.

Kebetulan saat itu Changbin tidak membawa mobilnya dikarenakan ada kerusakan pada onderdil. Sebenarnya ia bisa saja meminta teknisi mengantarkan mobilnya ke bistro tempat mereka berada dan pulang sendiri ke apartemen. Namun masih ada urusan yang belum Changbin selesaikan dengan Felix sehingga ia membujuk pemuda itu untuk mengantarnya pulang.

Ingat bahwa Changbin tadinya ingin mengatakan sesuatu pada Felix setelah makan?

"Serius banget menyetirnya," Changbin memecah keheningan di antara mereka dan membuat Felix refleks menoleh kaget ke arahnya. Nada bicara Changbin terdengar santai, tetapi entah kenapa ucapan tadi membuat Felix jadi salah tingkah.

"Maaf, hyung. Aku nggak bermaksud mengabaikanmu...," Felix bergumam pelan sembari menatap Changbin dengan sorot minta maaf saat mereka berhenti di lampu merah.

"Apa aku salah bicara tadi?" tanya Changbin, sengaja tidak menatap Felix. Entah kenapa pria itu tergerak untuk sedikit mengisengi Felix karena sejak tadi pemuda itu bersikap kaku padanya.

"Eh? Nggak kok, hyung," jawab Felix cepat. Changbin melirik pemuda itu dari sudut matanya sebelum mendengus pelan, pura-pura tidak percaya.

"Terus kenapa tiba-tiba diam? Padahal tadinya aku mau membicarakan sesuatu denganmu," ujar Changbin lagi. Kali ini giliran Felix yang menghela napas sebelum bibirnya mencebik sekilas.

"Tadi aku sudah mengatakannya, hyung."

"Yang mana? Yang degdegan tadi?"

"Iya," Felix membenarkan, wajahnya kembali merah.

Entah kenapa Changbin justru menahan tawa melihat perubahan ekspresi Felix. Diam-diam ia menyukai ini, sensasi menyenangkan karena membuat sang beta tersipu. Ah, ia tidak boleh terlena dan membiarkan sikap seperti ini menguasainya. Changbin segera menggelengkan kepala lalu menepuk pundak Felix untuk menyemangati.

"Santai aja, Lix. Nggak perlu malu. Kamu sudah memberiku banyak perhatian, jadi wajar kalau aku ingin membalas perhatianmu," tutur Changbin, "kita partner, ingat?"

Felix akhirnya mengangguk, lalu melemparkan sebuah senyum kecil ke arah Changbin.

"Ngomong-ngomong, hyung mau bicara apa?"

Pertanyaan Felix membuat Changbin kembali teringat pada hal yang hendak ia diskusikan tadi setelah mereka makan. Sesuatu yang penting yang sudah ia pikirkan sejak beberapa hari setelah masa rut-nya waktu itu.

"Aku mau mendiskusikan sesuatu tentang masa rut-ku. Sepertinya aku sudah menemukan alternatif agar bisa lebih tenang. Tapi harus diuji coba dulu," jelas Changbin. Diperhatikannya sebelah alis Felix terangkat, tatapannya bertanya.

"Alternatif seperti apa, hyung?"

"Hm," Changbin menimbang sejenak apakah ia harus mengatakannya langsung pada intinya atau meminta Felix menerka. Pada akhirnya Changbin memilih opsi pertama.

"Alternatif yang kupikirkan ini melibatkanmu, Lix."

Tatapannya lekat memperhatikan setiap perubahan ekspresi Felix. Changbin sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk, seperti Felix yang tiba-tiba melayangkan tatapan protes atau bahkan meledeknya karena bicara sembarangan.

Ternyata tak satupun dari kekhawatiran Changbin yang terjadi. Justru sebaliknya, Felix terlihat mengangguk tenang seolah ia sudah paham dengan ucapan Changbin.

"Apa alternatif yang hyung maksud itu...menggunakan bauku untuk membuatmu tenang?" tebaknya. Changbin mengerjap tidak percaya hingga ia harus memutar tubuh ke samping untuk menatap Felix.

"Darimana kamu tahu?"

Felix terkekeh pelan sebelum mengedikkan bahu, "Tebakan beruntung."

Kali ini giliran Changbin yang merasa agak kikuk. Padahal semula ia sudah bersiap untuk menghadapi kekecewaan Felix karena seenaknya hendak memanfaatkan pemuda itu untuk kepentingannya. Namun ternyata penerimaan Felix yang demikian membuat Changbin merasa semakin takjub lagi pada sang beta yang menjadi partnernya ini.

"Kamu...nggak merasa kesal? Atau marah?" tanya Changbin hati-hati. Felix hanya menggeleng.

"Aku sudah tahu tentang alpha yang bisa merasa cukup tenang kalau menghirup aroma beta," ujarnya. Changbin merasakan laju mobil melambat saat Felix berbelok masuk menuju kompleks apartemennya.

"Kita ke parkiran basement dulu," pinta Changbin. Pria itu belum ingin turun dari mobil sebelum pembicaraannya dengan Felix selesai. Meskipun bingung, Felix nyatanya menurut saja dan tetap melaju menuju basement seperti yang diinginkan Changbin.

Begitu mereka sampai di area parkir terdekat dari lift, Felix berhenti dan memarkirkan mobilnya di sana. Changbin yang sedari tadi belum berbicara lagi akhirnya buka suara.

"Apa kamu sudah diberitahu Chan hyung soal rencanaku ini?"

Changbin menatap lurus-lurus pada Felix yang menggelengkan kepala. Netra coklat hazelnya bergulir ke arah lain saat tatapan Changbin yang mulai berubah tajam dan meneliti.

"Chan hyung nggak bilang apapun soal ini, hyung," Felix memberitahu pelan-pelan sembari sesekali membalas tatapan Changbin, "Tapi tempo hari setelah menjemputmu ke rumah orangtuamu, aku berdiskusi dengan Chan hyung tentang hal yang sama. Kumohon jangan salah paham dulu."

Ucapan Felix membuat Changbin tersadar bahwa ia baru saja bersikap agresif sehingga membuat Felix agak khawatir. Padahal ia sama sekali tidak bermaksud demikian. Changbin menghela napas pelan, lalu bersandar ke jok penumpang sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.

"Sorry...I think I scare you..."

Terlalu banyak hal yang tidak Changbin sukai dari diri sendiri sehingga membuatnya menjadi mudah frustrasi jika berbuat kesalahan sekecil apapun. Pria itu masih menyembunyikan wajah di telapak tangan sampai tiba-tiba dirasakannya jemari hangat Felix menyentuh pergelangan tangannya. Perlahan Changbin berhenti menyembunyikan wajah sebelum dirasakannya jemari Felix terlepas dari pergelangan tangannya.

"I'm not scared, hyung. I will never scared of you since I haven't done anything wrong," bisik Felix. Changbin kembali mencoba menatap Felix hanya untuk mendapati pemuda itu tersenyum lembut ke arahnya.

"Chan hyung nggak akan membocorkan sesuatu yang nggak seharusnya ia sampaikan, kok. Jadi hyung nggak usah khawatir. Percaya aja sama Chan hyung. Oke?"

Changbin mengangguk pelan sembari terus menatap jemari Felix yang bebas. Lantas pemuda itu mengulurkan tangan hingga menyentuh jemari itu, lalu membawanya ke dalam genggaman untuk kembali merasakan kehangatannya.

Didengarnya napas Felix tercekat sekilas. Namun saat itu Changbin butuh ditenangkan hingga ia pun menarik Felix mendekat dan membawa tubuh pemuda itu dalam pelukannya. Mungkin pelukan itu hanya berlangsung beberapa detik, tetapi aroma petichor dan kue coklat yang ia hirup dalam waktu sesingkat itu sudah cukup untuk membuat segala kekhawatiran di benak Changbin memudar.

"Makasih, Felix," gumamnya saat pelukan mereka terlepas. Meskipun tidak begitu jelas karena cahaya di area parkir cukup remang, tetapi ia bisa melihat bibir Felix melengkung membentuk senyuman ketika pemuda itu mengangguk.

"Jadi...apa kamu bersedia...untuk membantuku?" tanya Changbin lagi ketika ia bersiap untuk meninggalkan mobil Felix. Dan pemuda itu menjawab dengan sebuah anggukan pasti dan genggaman tangan yang mengerat sebelum ia melepaskan jemari Changbin.

"Tentu saja, hyung. Aku pasti akan membantumu," janjinya.

Under The Moonlight ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang