15

917 178 4
                                    

"Anytime, Binnie hyung."

Changbin sejujurnya agak terkejut saat mendengar Felix memanggilnya dengan panggilan demikian. Panggilan itu biasanya hanya digunakan oleh keluarga. Changbin merasa aneh dipanggil dengan nama kecilnya bahkan oleh temannya sendiri. Apalagi oleh seseorang yang hanya memiliki hubungan profesional dengannya.

Namun entah kenapa ia tidak bisa protes saat Felix memanggilnya demikian. Barangkali karena Changbin terlalu sibuk mencari distraksi dari aroma manis yang tercium dari balik pintu apartemen atau karena Felix adalah pengecualian karena ia sudah banyak berjasa membantu Changbin. Yang manapun alasannya terserah saja. Changbin tidak bisa mempedulikan hal itu sekarang ketika instingnya hampir mengambil alih logika.

"Siapa yang ada di luar sana?" tanya Changbin ketika Felix membantunya untuk duduk di sofa yang paling jauh dari pintu. Jantungnya sudah mulai tenang, tetapi tangannya masih gemetar sehingga ia harus menggerakkannya agar kembali normal.

"Tadi ada perempuan lewat, tapi aku nggak tahu apa dia omega atau tidak," ucap Felix yang meletakkan barang bawaannya sebelum memberikan Changbin sebotol air minum.

"Baunya bagaimana?"

"Nggak sempat kukenali. Keburu panik," Felix menggeleng. Changbin sedikit tersentuh mendengar ucapan Felix sehingga ia pun tersenyum kecil, sorot matanya penuh rasa terima kasih.

"Baunya masih ada," Changbin mengernyitkan hidung, "Lix, bagaimana kalau aku kumat lagi?"

Felix meraih plastik yang berisi barang bawaannya tadi lalu menggoyangkannya di depan Changbin.

"Ada supresan darurat buatmu," ia menyengir.

Changbin membelalakkan mata horor ke arah Felix sebelum pemuda itu menggelengkan kepala tidak setuju. Ada rasa kesal yang muncul tiba-tiba saat mengetahui bahwa Felix malah kembali menyarankan supresan. Padahal Changbin sudah jelas-jelas berkata bahwa ia tidak setuju menggunakan cara yang seperti itu.

"Kenapa kamu buang-buang uang untuk hal yang nggak dibutuhkan?" Changbin menggerutu. Ia bersedekap, membuat Felix menatapnya dengan sorot tidak percaya.

"Buang-buang uang gimana? Hyung kan buㅡ"

"Aku nggak butuh itu, Felix," ia menekankan setiap kata dengan gigi digertakkan. Selama beberapa detik mereka hanya saling menatap sengit dalam keheningan sebelum Felix mendengus keras dan mengambil sesuatu dari dalam plastiknya.

"Sudah kubilangㅡ"

"Kalau nggak mau pakai supresan ya udah! Tapi scent blocker ini harus kamu minum, hyung!" Felix berkata dengan nada frustrasi.

Changbin yang saat itu memang lebih sensitif dibandingkan biasa lagi-lagi merasa kesal. Namun melihat wajah Felix yang setengah memohon membuatnya jadi agak melunak. Pada akhirnya Changbin mengangguk dan mengambil pil itu dari tangan Felix.

"I fucking hate meds," keluh Changbin. Tatapan yang diberikan Felix akhirnya membuat Changbin diam. Ketika ia hendak menenggak pilnya, tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh suara bel pintu. Yang mana membuat Changbin menjatuhkan obatnya hingga menggelinding ke bawah sofa.

"Shit," Felix mengumpat bersamaan dengan Changbin yang kembali kaku karena bau seseorang yang tiba-tiba tercium di balik pintu. Changbin menggenggam pergelangan tangan Felix untuk menahannya pergi, tetapi pemuda itu justru berusaha melepaskan diri.

"Sebentar, hyung. Biar aku cek dan kusuruh pergi kalau ternyata memang orangnya mencurigakan," ujar Felix. Changbin sedikit ragu karena ia khawatir akan terjadi masalah baru kalau Felix pergi dari sisinya, tetapi akhirnya ia membiarkan pemuda itu mengecek pintu depan.

Changbin berusaha untuk mencari distraksi dengan menghubungi ayah dan ibunya, berjaga-jaga siapa tahu ia harus pergi ke rumah orangtuanya sesegera mungkin. Namun ternyata keduanya tidak menjawab panggilan sehingga Changbin pun terpaksa mencari pengalihan perhatian lain.

Tatapannya jatuh pada plastik berisi obat yang tadi dibeli Felix. Sebelum pemuda itu kembali dan mendesaknya untuk meminum obat, ia segera mengambil pil scent blocker yang masih tersisa dan menelan sebutir.

"Changbin hyung!"

Felix yang tiba-tiba membuka pintu sambil berseru membuat Changbin hampir tersedak obat. Ia hampir saja memarahi Felix ketika tiba-tiba pemuda itu menariknya menuju ke kamar.

"Cepat ganti baju, kita harus pergi dari sini. Cewek di luar ituㅡ"

Tingtong. Tingtong. Tingtong.

Changbin mendengar Felix kembali merutuk sebelum ia melanjutkan kalimatnya, "Kurasa dia tertarik dengan aromamu. Kalau begitu sudah pasti dia omega."

Felix tiba-tiba saja membuka jaket dan kaos yang ia pakai lalu melemparkannya ke arah Changbin, membuat sang alpha terkejut.

"Ini...apa?" tanyanya dengan nada tidak mengerti.

"Pakai bajuku buat menyamarkan baumu," ujar Felix yang kini berjalan dengan tubuh setengah telanjang menuju lemari pakaian Changbin. Kelihatannya ia menarik salah satu hoodie yang jarang Changbin gunakan, lalu meloloskannya melewati kepalanya sendiri. Sementara Changbin masih terpaku di tempat dengan pakaian Felix di tangannya.

"Aku sudah minum scent blocker," gumamnya dalam nada pelan. Di depannya Felix terdengar menghela napas lelah sembari memutar bola mata. Changbin jadi merasa agak malu karena sudah bertanya begituㅡscent blocker ini membuat pikirannya jadi kosong. Ia tidak akan mengonsumsi pil itu lagi setelah ini.

"Ya, bagus. Kalau begitu pakai bajuku buat menenangkanmu."

Ucapan Felix akhirnya bisa diterima akal sehat Changbin sehingga ia pun segera berganti pakaian dengan baju yang tadi dikenakan Felix. Changbin tidak menyangka bahwa pakaian milik Felix cukup pas di tubuhnya hingga ia tak perlu khawatir merasa tidak nyaman.

Setelah mengenakannya, Changbin menutup kepalanya dengan hoodie jaket Felix lalu menarik tali hoodie hingga kain itu menutupi wajahnya. Meskipun ia jadi sulit melihat jalan, tetapi dengan begini ia harap aroma omega di luar sana bisa terblokir oleh bau Felix yang menenangkan. Didengarnya sang beta terkesiap sebelum meledak tertawa, tetapi Changbin segera mengayunkan tangan untuk memukul pelan tubuh Felix supaya pemuda itu berhenti meledek.

"Berhenti tertawa, Lix. Ayo pergi sekarang," desak Changbin. Felix masih terdengar berusaha menahan geli, tetapi pemuda itu bergegas menggenggam tangan Changbin sebelum menariknya keluar.

"Begitu pintumu terkunci otomatis, kita lari lewat tangga darurat. Oke, hyung?" ujar Felix, bersiap-siap membuka pintu. Changbin menghela napas dari balik hoodie yang menutupi wajahnya sebelum menjawab.

"Ya, terserahlah. Cepat bawa aku pergi dari sini, Lee Felix."

"Iya, iya. Siapa suruh nggak mau pakai supresan," gerutu Felix, yang segera dibalas dengan pukulan pelan lagi oleh Changbin.

"Berisik."

Under The Moonlight ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang