"Selamat pagi, Bin hyung. Tidurnya nyenyak banget kayaknya."
Melihat Changbin yang memberinya tatapan tidak percaya, Felix hanya bisa mengulum senyum kecil sambil terus memotong daun bawang dengan gestur kaku. Memegang pisau dapur memang bukan pekerjaannya sehari-hari, jadi Felix agak meragukan bentuk potongan daun bawangnya yang entah kenapa lebih besar daripada yang seharusnya.
"Ngapain di dapur?" tanya Changbin blak-blakan, jelas masih dikuasai kantuk sehingga Felix hanya bisa maklum. Ia mendengar suara langkah Changbin yang diseret sebelum pria itu sampai di sampingnya untuk mengintip pekerjaan Felix.
"Jangan diketawain," Felix langsung bersikap defensif sambil mengerucutkan bibir, "aku mau coba masak nasi tumis telur yang gampang."
"Hm," Changbin bergumam sebelum terkekeh, nadanya terdengar lebih rendah dibandingkan biasa karena baru bangun tidur. Felix sampai harus menoleh pada Changbin saking kagetnya dengan suara sang alpha yang berubah rendah. Di telinga Felix bahkan hampir terdengar seperti suaranya sendiri yang memang rendah dan dalam.
Untungnya Changbin tidak menyadari tatapannya sehingga Felix bisa bergegas mengalihkan tatapan pada daun bawang di depannya.
"Hyung sikat gigi dulu sana atau mandi sekalian. Aku masaknya nggak lama," ujar Felix. Changbin kembali tertawa lalu menepuk pundak sang beta untuk menyemangati.
"Hati-hati masaknya. Jangan sampai membakar dapurku, ya," ledek Changbin. Felix hanya bisa menghela napas sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai.
Satu jam kemudian, Felix akhirnya berhasil membuat nasi tumis telur. Ia terlihat puas dengan hasilnya begitu menyajikan masakannya di piring untuk masing-masing mereka. Tepat setelah Felix memberi garnish untuk masakannya, Changbin muncul di pintu dapur sambil mengendus udara.
"Wanginya enak," Changbin memuji. Felix menyeringai senang lalu menyodorkan masakannya ke arah Changbin. Mereka memutuskan untuk makan di kitchen island saja tanpa beranjak ke meja makan, mumpung di sana ada barstool yang bisa diduduki.
"Cicip dulu. Siapa tahu nggak seenak aromanya," gumam Felix sebelum mengendus nasi tumisnya. Memang masakannya lumayan wangi meskipun daun bawangnya berpotongan aneh. Namun entah kenapa di hidung Felix wangi masakannya bercampur dengan aroma mahogani dan kopi yang semakin pekat sehingga ia pun menatap Changbin dengan hidung dikernyitkan.
"Hyung udah minum scent blocker belum?" sambar Felix. Changbin melirik sekilas ke arah Felix dengan ekspresi seperti tertangkap basah sebelum mendengus pelan.
"Aku mau sarapan dulu," jawabnya tegas. Ucapan itu akhirnya membuat Felix otomatis bungkam sebelum mengangguk pelan. Sebuah reaksi refleks setiap kali seorang alpha berbicara tegas padanya. Felix tidak bisa membantah.
"Oke. Selamat makan, hyung."
Felix menyuap makanannya lalu mengunyahnya perlahan. Lidahnya mencecap bumbu yang sudah cukup pas menurutnya. Lumayan enak bagi Felix meskipun tampilannya tidak seenak rasanya. Setidaknya nasi tumisnya bisa dimakan dan cukup untuk mengisi perut di pagi hari.
Perlahan tatapannya beralih pada Changbin yang sedang mengunyah sambil menatap ke satu arah. Alisnya yang sedikit mengerut menandakan bahwa pria itu mungkin sedang berpikir. Felix menelan makanannya lalu menatap Changbin, menunggu sang alpha mengatakan sesuatu tentang rasa masakannya.
"Gimana...?"
Karena Changbin masih belum bicara, Felix jadi penasaran.
"Eh?" Changbin tersentak dari lamunannya lalu terkekeh. Setelah menelan makanannya, ia pun berucap, "Enak, kok. Rasanya agak smoky tapi enak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Moonlight ✓
FanfictionIn this fucked up world, Changbin doesn't want to be an alpha who live his life like a common alpha. He doesn't want to mate an omega, he just want a partner who can supress his animalistic side. That's why he chooses Felix, a beta, to be by his sid...