30

953 164 1
                                    

[!!!]tw: act of violence, slightly miscommunication. please proceed this warning before you read. also, please note that i don't agree with this act as well. the reason of this act to be written here is because the character(s) is not in their right mind. please consider this warning before you read. thank you!

*

Sudah dua minggu berlalu sejak Changbin terakhir kali bertemu Felix di apartemen pemuda itu. Kabarnya Felix sangat sibuk membantu Chan menumpas para penyusup yang semakin banyak memasuki wilayah klan mereka. Masalah yang muncul tiba-tiba dan semakin serius ini membuatnya khawatir dengan keselamatan klan sahabatnya itu.

Changbin bahkan sudah menawarkan bantuan pada Chan, tetapi pria itu berkata bahwa untuk sementara mereka masih bisa mengatasi sendiri. Seperti yang dilakukan Felix, Chan juga memintanya untuk berhati-hati dengan kemungkinan ada kejadian yang sama di klannya.

"Kita tidak boleh lengah, Bin. Mereka sepertinya merencanakan invasi besar-besaran," ujar Chan di pembicaraan telepon mereka yang terakhir. Atas dasar itulah Changbin meminta Minho untuk mengatur para penjaga di perbatasan agar memperketat pengamanan.

Untuk sementara, situasi di klan mereka masih aman terkendali.

Meskipun demikian, situasi Changbin sendiri sejujurnya tidak benar-benar baik. Masa rutnya sudah sangat dekat, tetapi ia tidak memiliki persiapan untuk menghadapinya seperti tempo hari. Felix tidak mungkin ia bebani dengan hal ini saat sang beta sedang sibuk mengamankan teritorinya. Pun ia belum bisa mengunjungi orangtuanya karena tidak ingin membahayakan mereka selama situasi masih seperti ini.

Changbin hanya bisa berdiam di apartemennya sembari mencari kesibukan dan berusaha mengalihkan pikirannya dari keinginan untuk menghubungi Felix.

Namun nyatanya sulit sekali menghadapi hari-hari berat tanpa keberadaan Felix di sisinya. Changbin tidak kunjung merasa tenang meskipun ia sudah melakukan banyak hal untuk menyibukkan diri.

Bahkan Changbin pun sengaja berjalan di tengah hujan hanya demi menghirup aroma yang serupa, tetapi hanya rasa dingin yang ia dapatkan alih-alih ketenangan.

Pria itu kebingungan. Namun ia tidak bisa melakukan apapun selain mencoba sebisanya menghilangkan kegelisahan. Changbin harap apa yang akan ia rencanakan kali ini tidak akan membuat Felix marah dan benci padanya.

Changbin membutuhkannya.

***

"Hyung?! Apa yangㅡ?!"

Ucapan Felix terhenti begitu saja karena Changbin tiba-tiba menghambur ke arahnya dan memeluk pemuda itu erat. Hidungnya menempel di leher Felix sehingga ia bisa menghirup aroma petichor yang ia rindukan.

"Ssh. Sebentar, Lix," gumam Changbin tanpa sedikitpun bergerak dari posisinya yang masih berada di ambang pintu. Maka Felix pun menarik tubuh Changbin masuk dan menutup pintu apartemen. Punggungnya terpaksa disandarkan di balik pintu saat Changbin masih menumpukan tubuh pada Felix.

"Hyung kenapa? Kenapa baumu kuat sekali?" Felix bergumam sambil mengusap punggung Changbin. Pria itu tidak menjawab selama beberapa saat sampai didengarnya Felix terkesiap pelan, "Tunggu...apa hyung...sedang rut?"

"Ya...kamu benar," Changbin mendekap pemuda itu lebih erat dan menjauhkannya dari dinding. Tiba-tiba saja Changbin mengangkat tubuh Felix hingga pemuda itu hampir berseru kaget. Ia refleks melingkarkan kakinya di pinggang Changbin saat pria itu membawanya menuju sofa.

Changbin menghenyakkan bokong begitu saja di sana, dengan Felix yang duduk di pangkuannya. Pemuda itu terlihat sangat kebingungan saat Changbin kembali menyusupkan kepala di ceruk leher Felix dan mengusapkan wajahnya di sana. Ia bisa mendengar pemuda itu memanggilnya dengan nada bingung, tetapi Changbin tidak ingin berhenti.

Perlahan pria itu memiringkan kepalanya sebelum mendaratkan kecupan lembut di leher Felix. Hal itu membuat tubuh Felix tiba-tiba saja membeku, tetapi Changbin masih belum hendak menghentikan kecupannya. Hingga Felix berusaha melepaskan diri dari pelukan Changbin dan tidak sengaja menabrak meja di belakangnya.

Suara itu membuat Changbin tersentak seketika, seolah ia baru saja menyadari situasi saat terjebak dalam hasrat yang menguasai. Saat tatapannya jatuh pada sosok Felix yang menatapnya dengan kelopak mata melebar, saat itulah Changbin menyadari bahwa ia baru saja membuat kesalahan besar.

"Changbin hyung..."

Ujung-ujung jemari Changbin terasa dingin ketika ia melihat kebingungan dan kilatan tidak percaya dalam kedua netra hazel Felix.

"Kenapa hyung menciumku...?"

Kini giliran Changbin yang mematung menatap Felix. Pikirannya penuh dengan caci maki untuk diri sendiri hingga membuat lidahnya kelu dan tidak dapat menjelaskan. Perlahan ia pun menyadari bahwa dirinya tidak bisa lagi berada di dekat Felix saat masa rut karena instingnya mulai bereaksi dengan aroma tubuh pemuda itu. Sesaat tadi Changbin hampir melukai Felix dan memaksakan keinginan naluriahnya pada pemuda itu hingga ia pun marah pada diri sendiri.

"Maaf...maafkan aku, Felix. Maaf..."

Changbin bergegas bangkit dari sofa menuju pintu keluar, lalu meninggalkan Felix begitu saja tanpa menoleh lagi ke belakang.

***

Changbin teramat benci pada dirinya sendiri.

Perbuatannya tadi benar-benar sudah keterlaluan. Bagaimana bisa ia tega melukai satu-satunya orang yang berarti untuknya? Orang yang selama ini selalu menjadi sauh bagi kapalnya, menahan Changbin saat ia hampir terbawa arus setiap kali instingnya menguasai. Dan kini Changbin menyesal, benar-benar menyesal karena membiarkan dirinya kalah oleh naluri sendiri yang membawanya pada kehancuran.

Pikiran Changbin saat itu sudah terlanjur kacau sehingga ia tidak menyadari bahwa ia hampir saja menabrak seseorang yang hendak menyeberang. Changbin segera mengerem laju mobilnya dan membuat pejalan kaki tersebut terjerembab karena kaget. Ia segera turun dari mobil untuk memastikan kondisi si pejalan kaki. Namun aroma manis yang begitu kuat dan berasal dari tubuh orang itu membuat Changbin seketika membeku.

"Kamu..."

Changbin bersandar ke pintu mobilnya dengan tatapan horor. Kepanikan yang melanda lantaran tergoda oleh aroma omega yang sedang heat membuatnya lengah. Sehingga ia tidak menyadari bahwa seseorang tiba-tiba muncul dan melayangkan balok kayu di belakang kepalanya, memukulnya hingga pingsan.

Under The Moonlight ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang