29

63.8K 3.6K 15
                                    

Jendela yang tidak tertutupi tirai membuat sinar matahari menembus kaca dengan mudah. Sinarnya yang mengintip malu malu ternyata membangunkan Zalina dari tidurnya. Zalina melengguh pelan dan duduk sebentar sebelum beranjak menuju toilet tidak menyadari bahwa gerakannya ternyata membangunkan Rafael.

"Mau kemana?" Rafael langsung berdiri tegak menuju Zalina mengabaikan kepalanya yang sedikit pusing karena langsung bangun tanpa jeda

"Toilet" jawab Zal

"Ayo" menuntun Zalina ke kamar mandi namun Zalina tidak bergerak dari posisinya

"Kenapa?" Tanya Rafael bingung

"Mau ngapain?" Tanya Zal

"Mengantarmu tentunya apa lagi kalau bukan itu?" Rafael tertawa yang tidak ia sadari Zalina terpesona dan ini adalah pertama kalinya Zalina melihat Rafael dari dekat tanpa wig dan kacamata.

"Aku bisa sendiri" Zalina menolak dan buru buru memasuki toilet menutup pintu dan berkaca di cermin melihat pipinya merona dan debaran di dadanya.

Dia pun menuntaskan panggilan alam dan mencuci muka juga menyikat giginya. Zalina membuka pintu ternyata Rafael menunggu sambil bersedekap dada. Rambutnya yang acak acakan khas bangun tidur ternyata tidak mengurangi kadar ketampanannya. Zalina mengalihkan pikirannya agar tidak tenggelam terlalu dalam dan menyesalinya dikemudian hari ia pun kembali menuju kasurnya diikuti oleh Rafael di belakang.

"Mau sarapan apa?" Tanya Rafael

"Sandwitch?" Tanya Zalina ragu

"Terdengar bagus...ada lagi?"

"Kurasa hanya itu saja untuk saat ini"

"Baiklah aku akan menyuruh James untuk membelikan sandwich" Rafael merogoh saku jaketnya lalu menelpon James untuk membawakan Sandwich juga berkas berkas yang harus ia kerjakan

"Pria tua tolong bawakan aku Sandwich tiga porsi juga bawakan pekerjaanku ke rumah sakit akan aku kerjakan disini" sambungan pun terputus dan Rafael berlalu menuju kamar mandi lalu terdengar bunyi air mengalis yang artinya Rafael tengah mandi di bawah guyuran shower.

Zalina bingung melakukan apa karena otaknya seakan menolak berkerjasama dimana dia berusaha mengenyahkan bayangan tubuh Rafael sedangkan otaknya terus memutar bayangan Rafael berulang ulang bak kaset rusak. Zalina meraih remot tv dan memilih channel secara acak dengan volume yang cukup untuk meredam suara air di kamar mandi.

Rafael keluar dari kamar mandi hanya dengan celana yang terpasang oh astaga kenapa dia bertelanjang dada? Tidak tahu kah ada seorang gadis disini? Oh well...apakah aku masih bisa dikatakan gadis padahal dalam beberapa bulan kedepan perut rataku membesar layaknya balon dan gila nya lagi itu adalah hasil dari Rafael pria yang tidak tahu malu hanya keluar menggunakan celana menampilkan tubuhnya yang sangat menggiurkan. Zalina mengusap bibirnya mencari tahu apakah ia berliur tergoda dan benar saja ternyata ia ngences, cepat dihapusnya sebelum ia tertangkap basah.

"Maaf...pakaianku terjatuh dan basah" Rafael menggunakan jaket kulitnya menghalau dinginnya ac dan duduk di kursi yang ia duduki semalam

"Aku memaafkan mu dan terimakasih" ujar Zalina pelan

"Apa aku salah dengar? Kamu memaafkanku?" Tanya Rafael memastikan bahwa ia tidak salah dengar

"Aku memaafkanmu dan memutuskan untuk berdamai...dia butuh Daddy nya, jika kamu tidak ingin merawatnya tidak mengapa..." belum selesai Zalina berbicara tangannya diraih oleh Rafael

"Terimakasih...tentu saja aku akan merawatnya...tidak...maksudku kita yang akan merawatnya bersama." Rafael sangat senang ketika ia dimaafkan meskipun jika ia berada di posisi Zalina tentunya memaafkan dirinya yang brengsek itu sulit. Ia dengan tulus mengatakan terimakasih dan akan merawat anaknya bersama Zalina.

Rafael mencium telapak tangan Zalina bertubi tubi mengekspresikan rasa senangnya dan betapa bahagianya Rafael saat ini. Zalina tidak menolak ataupun menarik tangannya yang diserang oleh bibir Rafael justru ia merasa nyaman dan dada nya berdebar.

Ketukan di pintu membuat Zalina menarik tangannya dengan segera namun ternyata pergerakannya terbaca oleh Rafael yang menolak melepaskan genggaman tangan. Ternyata itu adalah James yang membawa Sandwich juga berkas berkas tebal dan satu papper bag entah isinya apa. Diletakkannya berkas dan papper bag itu di meja dekat sofa dan menyerahkan sandwich pada Rafael. James melihat genggaman itu tersenyum sebentar lalu pamit keluar.

Rafael membuka dua bungkus sandwich lalu menyerahkannya pada Zalina
"Makanlah aku tidak ingin kalian merasa kelaparan" Zalina menerima sandwich dan memakannya tidak bisa dipungkiri bahwa ia memang lapar. Sedangkan Rafael memakan satu bungkus sandwich.

"Sebentar" Rafael melangkah menuju meja dan mengeluarkan baju dari adalam papper bag dan berganti di situ tanpa tahu entah sudah berapa kali Zalina merona dibuatnya.

Setelah mengganti bajunya dengan kaos hitam Rafael menghampiri Zalina yang telah menghabiskan sandwich nya.

"Kapan aku bisa pulang?" Tanya Zalina

"Dua minggu lagi" ujar Rafael

"Dua minggu? Aku bukan sakit parah lho kenapa lama banget? Aku mau pulang" hampir saja Zalina memekik jika tidak mengingat bahwa mereka masih di rumah sakit

"Tapi kamu masih butuh istirahat" jelas Rafael

"Istirahat kan bisa di apartement lagipula makanan rumah sakit itu nggak enak" rajuk Zalina

"Tidak tetap tidak karena jika kamu pulang dengan cepat kamu pasti menguras tenaga mu di restoran dan aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi lagi" tegas Rafael

"Ayolah...aku janji hanya mengurus di kantor tanpa terjun langsung melayani pelanggan" Zalina memohon

"Tidak"

Satu hari satu malam saja begitu sulit bagi Zalina untuk bertahan di rumah sakit, apa kabar jika ia terkurung selama dua minggu? Zalina rasa ia tidak akan mampu bertahan di hari ketiga nanti. Rafael sebenarnya tidak tega memaksa Zalina untuk tetap tinggal di rumah sakit namun ia khawatir Zalina akan kelelahan dan Rafael tidak ingin ada hal buruk yang terjadi. Tapi melihat ekspresi Zalina yang seakan menganggap rumah sakit bagaikan penjara membuat Rafael mengalah.

"Baiklah...kamu bisa pulang saat dokter mengatakan bahwa kamu cukup kuat untuk neristirahat dari rumah"

"Benarkah? Kamu tidak bercanda kan? Aku boleh pulang?" Zalina terlihat sangat senang mau tidak mau itu menerbitkan senyum di wajah Rafael. Rafael yang gemas dengan Zalina pun mengelus kepala Zalina.

"Iya...tapi ada syaratnya"

"Apa?"

"Istirahat di apartement, jangan pergi ke restoran cukup pantau dari apart, dan kamu akan berada di bawah pengawasanku paham?" Meski agak berat ketika tidak diperbolehkan untuk mengecek restoran secara langsung tapi tidak mengapa asal Zalina bisa bebas dari rumah sakit dan dia menyetujuinya.

"Good girl" Rafael mengelus kepala Zalina lalu ia menuju sofa mengerjakan pekerjaan kantornya yang sempat tertunda

'Berhenti melakukan itu! Perlakuanmu membuat jantungkua berdebar!' Rutuk Zalina dalam hati

Dan benar saja beberapa jam kemudian dokter dan suster mengunjungi Zalina. Zalina dengan antusias bertanya kapan tepatnya ia bisa pulang, dokter Xavier tertawa melihat reaksi Zalina yang terlihat tidak betah berada di rumah sakit lebih lama.

"Besok sudah bisa pulang kok" jawaban dari dokter Xavier membuat senyum Zalina merekah lebar membuat dokter suster dan Rafael tertawa

'Akhirnya bisa pulang meskipun bukan sekarang setidaknya bukan dua minggu' Zalina bermonolog

***
Kamis, 10 september 2020

My Baby [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang