7. Apa? Sayang?

461 70 140
                                    

Vote dulu yaa :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote dulu yaa :)

-
-
-

Nashwa masuk ke kamarnya dengan mengendap-endap, berharap ibu dan saudari tirinya tidak mengetahuinya.

Sesampainya di kamar, Nashwa baru teringat hoodie Nazwan yang masih ada di tubuhnya.

“Ah besok aja di sekolah, gue cuci dulu biar wangi,” ucap Nashwa seraya memandangi hoodie milik ketua OSIS itu.

Meski kehadiran Nazwan sudah tidak ada di sana. Namun, dengan adanya hoodie itu membuat Nashwa merasa Nazwan selalu ada di sampingnya.

Nashwa bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan hoodie itu dan membersihkan dirinya. Karena sejak pulang sekolah tadi, ia hanya menangis karena fobianya.

Setelah itu, Naswa mengunci kamarnya, ia meraih laptop untuk menonton drama Korea sebagai penghiburnya di kala kesengsaraannya oleh siksaan ibu tirinya dan astrafobia yang ia alami.

Hanya dengan seperti ini Nashwa bisa sedikit terhibur, walau lukanya masih belum bisa terobati.

***

Pagi ini, Nashwa sangat bersemangat untuk berangkat sekolah karena ia pikir ayahnya sudah pulang malam tadi. Namun, saat ia ke luar dari kamarnya ia tidak melihat keberadaan Hendra. Hanya ada Mia dan Meli yang sedang makan berdua seperti nyonya besar di rumah ini.

“Bu, ayah belum pulang?” tanya Nashwa dengan gemetar dan memberanikan diri mendekati mereka.

Namun, bukan jawaban yang Nashwa dapatkan, melainkan ….

PLAKK!!

Sebuah tamparan keras dari Meli di pipi kanannya.

“Lo kenapa? Apa gue ada salah sama lo?” tanya Nashwa berusaha berdamai.

“Bodoh! Berani-beraninya lo dekat dengan Nazwan, cowok yang menjadi incaran gue sejak kelas sepuluh,” cecar Meli.

“Hah? Mana gue tahu kalau lo suka sama  Nazwan. Lagipula, Nazwan yang dekatin gue, bukan gue yang cari perhatian,” jawab Nashwa seadanya.

Kali ini Mia mendekat dan ….

CLENG!!

Mia mendorong tubuh Nashwa hingga tangannya terluka karena memecahkan kaca hiasan di dekat sana.

“Ah … aw…,” rintih Nashwa seraya memegangi tangan kanannya yang sakit.

Kali ini ia tak menangis, Nashwa langsung pergi ke dapur untuk mengambil P3K, dibantu oleh pembantu rumah itu yang merasa kasihan dengan Nashwa. Kini tangan Nashwa terbalut perban, lukanya cukup dalam karena kaca itu menancap di bagian punggung telapak tangannya.

“Non, lebih baik hari ini Non jangan dulu sekolah. Cuaca hari ini juga sudah mendung. Bibi khawatir kalau fobia Non akan lebih parah,” ucap bi Ani.

Astrafobia [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang