32. Olimpiade

215 35 77
                                    

Jangan lupa vote ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote ya.

-

-

-

“A—da apa, Om?” tanya Nashwa gugup.

“Kamu anaknya pak Hendra, ya?” tanya Reza masih dengan wajah datar.

“I—iya, Om.”

“Kamu itu ya! Nggak usah gugup gitu dengan saya! Memangnya saya ini apa sampai kamu mengira seram?” sindir Reza disertai tawa kecilnya.

“A—anu … maaf, Om.” Di sisi lain, Nazwan terkekeh pelan menyaksikan reaksi Nashwa ketika berhadapan langsung dengan ayahnya.

“Yah, jangan dibuat tegang ceweknya Nazwan! Kasihan,” ujar Nazwan, semuanya terbahak karena tingkah sederhana keluarga ini.

Nashwa yang sadar nama ayahnya disebut ingin berniat menanyakan hal ini. “Maaf, Om … Om, tahu dari mana nama ayah saya? Bukankah kita pertama kali bertemu?”

“Saya ini sahabat baik ayahmu. Dulu kita sering bertemu saat mendiang Hana masih ada,” jelas Reza.

“Jadi—”

“Nashwa dan Nazwan tidak pernah kenal sewaktu kecil. Karena hanya saya yang sering bertemu ayah dan ibumu saat saya masih mengurus perusahaan lama,” jelas Reza, Nashwa mengerti.

Saat ini, mereka tertawa bersama seraya menatap satu sama lain. Nashwa senang dengan keluarga Nazwan yang bisa menerima kehadirannya dengan baik. Karena, setelah Hana meninggal Nashwa tak lagi bisa merasakan kasih sayang seorang ibu. Bahkan, ia selalu merasakan siksaan dari ibu tirinya bersamaan dengan astrafobia yang membuatnya semakin menderita.

Nashwa sudah menganggap Zahra seperti ibunya sendiri, meski posisi itu takkan pernah tergatikan di hati Nahswa untuk selama-lamanya.

Mungkin, jika Hana masih ada … Nashwa tidak akan menderita seperti saat ini. Ia akan selalu memeluk Hana ketika ketakutan saat hujan turun. Bahkan bila perlu, Nashwa akan meminta kepada Hana untuk pindah dari Kota Bogor ini. Bukan tidak indah, hanya saja Nashwa tidak kuat jika harus tersiksa dengan hujan yang selalu mengguyur Kota Bogor ini.

Jujur saja, Nashwa sudah jatuh cinta pada Kota Bogor, tetapi fobianya yang tidak bisa mendukung ini semua. Jika saja ada orang yang bisa membuat fobia ini hilang dengan sekejap, Nashwa akan sangat senang bisa menikmati indahnya Kota Bogor bersama Nazwan.

“Oh iya, Om Reza mengajar di SMAN satu Bogor, 'kan?” tanya Nashwa.

“Benar sekali. Pasti pacarmu ini sering menceritakan saya, ya?” sindir Reza.

“Hehe. Nggak, Om … hanya memberi tahu saja,” jawab Nashwa, Reza mengangguk.

“Kalau seperti itu, berarti nanti Nazwan olimpiade di sana, Om?” tanya Nashwa lagi.

Astrafobia [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang