Part 40

23.3K 1.9K 55
                                    

Ayo kasih vote sama komen biar aku semangat 😀

Happy reading 👣


Suara dering ponsel memekakkan telinga Angkasa yang kini tengah berbaring di kasur empuknya. Angkasa berusaha mengabaikan dering ponselnya tersebut, ia menutup telinganya menggunakan bantal.

Merasa percuma, akhirnya Angkasa meraih ponselnya di atas nakas sebelah ranjang tidurnya.

Angkasa menggeser layar benda pipih tersebut, sehingga panggilan yang masuk ia terima. Ia berdecak kesal karena dari tadi Vio menelponnya, bahkan sampai berpuluh-puluh kali.

"Hallo?"

"Hallo, Sa? Kok Lo lama banget si angkat telponnya!!"

"Ckk, to the point!"

"Oke, gue mau nanya. Kapan kita belajar kelompok, dua hari lagi di kumpulin tuh puisi."

"Besok, Reymond sama Arion juga gabung."

"Berarti gue ngajak Thalia sama Adel? terus dimana ngerjainnya?"

"Hmm. Rumah gue, nanti gue share lock."

"Owh ok-"

Tutt

Angkasa mematikan sambungan telponnya sepihak, lalu ia melempar ponselnya tersebut di kasurnya. Angkasa merebahkan tubuhnya di atas kasur, ia memandangi langit-langit kamar.

Bentar lagi tantangannya selesai, tapi gue udah nyaman sama Vio. Apa gue lanjut aja? Batin Angkasa.

Lamunan Angkasa buyar ketika terdengar suara ketukan pintu.

"Masuk aja bi, pintunya gak dikunci." Ucap Angkasa.

Bi Lastri membuka pintunya, lalu ia masuk kedalam kamar Angkasa.

"Itu den, di panggil sama Nyonya dan Tuan di bawah, " ucap Bi Lastri.

"Iya bi, " balas Angkasa.

"Ya udah kalo gitu bibi mau ngelanjutin tugas bibi dulu yang belum selesai."

Angkasa menganggukkan kepalanya, Bi Lastri pun keluar dari kamar Angkasa.

Angkasa menghela napasnya serta menjambak rambutku kasar, terlihat sekali Angkasa malas untuk berhadapan dengan kedua orangtuanya. Bukan ia benci, melainkan Angkasa hanya ingin membuat orang tuanya sadar bahwa dirinya butuh perhatian serta kasih sayang dari orangtuanya.

****


Dari tadi Vio mondar-mandir serta menahan kesal, ia menelpon Angkasa sampai dua puluh kali tapi tidak di angkat.

"Positif thinking, siapa tau datanya hidup orangnya kaga, " ucap Vio.

"Sekali lagi, kalo gak di angkat gue bogem juga lama-lama, "

Ia menelpon sekali lagi, jika tidak di angkat ia menyerah. Dan pada akhirnya telponnya pun di angkat.

"Hallo?"

"Hallo, Sa? Kok Lo lama banget si angkat telponnya!!"

"Ckk, to the point!"

"Oke, gue mau nanya. Kapan kita belajar kelompok, dua hari lagi di kumpulin tuh puisi."

"Besok, Reymond sama Arion juga gabung."

"Berarti gue ngajak Thalia sama Adel, terus dimana ngerjainnya?"

"Rumah gue, nanti gue share lock."

"Owh ok-"

Tutt..

"Ish, nyebelin banget si! Main matiin aja, udah ditelpon sampe dua puluh kali baru di jawab! Kalo bukan karena kelompok gue juga ogah kali!!" Gerutu Vio kesal.

"Demi nilai! Semangat Vio, kamu pasti bisa!" Vio menyemangati dirinya sendiri.

****


Angkasa menuruni tangga untuk menghampiri kedua orangtuanya, ia hanya menampilkan wajahnya datar tak berekspresi.

Ia melihat kedua orangtuanya sedang berada di ruang makan.

"Angkasa sini kamu, ada yang ingin ayah sama mama, bicarakan ini penting." ucap Brawijaya pada putranya.

Angkasa hanya diam lalu ia menarik kursi untuk duduk, sekarang Angkasa berhadapan dengan kedua orangtuanya.

"Oke, jadi Ayah gak bakal basa basi. Lulus sekolah kamu harus meneruskan perusahaan Ayah atau ma-" ucapan Brawijaya terpotong.

Brak!

Angkasa menggebrak meja makan, membuat kedua orangtuanya terlonjak kaget.

"Ini yang kalian bilang penting?" Ucap Angkasa tegas.

"Sayang, ini demi kamu, " tutur sang mama lembut.

"Demi aku atau kalian?!"

"Angkasa!!! Kali ini aja nurut sama Ayah."

Angkasa langsung beranjak dari duduknya, ia pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Angkasa lebih memilih menuju kamarnya, setidaknya ia bisa menahan emosi yang sudah meluap-luap dari tadi.

"Kurang ajar! Dimana sopan santun anak itu!" Ujar Brawijaya menahan amarahnya.

"Sabar, Yah. Apa kita gak kelewatan sama Angkasa? Dari dulu Angkasa selalu sendiri, karena kita selalu sibuk dengan pekerjaan kita." Shintya mengusap lengan suaminya.

Brawijaya menarik napasnya, "huft.... Mungkin, sehingga... Angkasa menjadi anak yang keras kepala." Brawijaya memijat pangkal hidungnya.

"Ya sudah, ayo kita beristirahat." Ajak Shintya sang istri.

Brawijaya lantas menganggukkan kepalanya.

Disisi lain, Angkasa sedang memegang gitar kesayangannya. Tetapi Angkasa seperti tidak fokus memainkan gitarnya, ia tampak memikirkan sesuatu.

Angkasa meletakkan gitarnya, "argh.... Kenapa si, gak ada yang ngertiin gue!" Angkasa memecahkan seluruh benda-benda yang berada di kamarnya.

"Semua egois!!! Kenapa harus Angkasa yang jadi korban!"

"Demi uang, kalian melupakan anak!!!" Angkasa menjambak rambutnya frustasi.

Angkasa beranjak dari duduknya, ia langsung mengambil jaket di lemari. Setelah itu, Angkasa menyambar kuncinya yang berada di atas nakas.

Angkasa menuruni tangga, ia tak peduli jika mendapat omelan dari ayahnya. Toh, ia biasa mendapatkan itu.

Ia langsung menaiki motor kesayangannya, dan melesat pergi jauh dengan kecepatan tinggi.

~~~

Next???

Vote 10+ komen 30😉
Kemarin gak tembus, tapi karena aku baik yaudah up:)

Sekarang aku turunin targetnya semoga tembus

See u

IG:@ditarchmdn_

Angkasa (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang