Part 55

27.3K 1.8K 34
                                    

Vote gak akan membuat jempol mu patah!!

Happy reading 👣


Sudah seminggu Vio mengurung diri di dalam kamar, Vio memutuskan untuk menyendiri hingga luka dihatinya sedikit membaik meskipun rasanya sulit.

Kai sedang berada di depan pintu kamar Vio, ia mengetuk-ngetuk pintu Vio namun tak kunjung dibukakan.

"Ini Abang, Vi. Boleh Abang masuk?" tanya Kai seraya mengetuk pintu.

Tak ada jawaban dari dalam sana membuat Kai menghembuskan napas pasrah.

"Kamu boleh bersedih, tapi jangan larut dalam kesedihan itu, "

Vio yang tengah memejamkan matanya langsung mengerjap, ia mendengar suara abangnya.

"Bukan cuma kamu doang yang kehilangan Papa, tapi Abang juga. Apalagi mama.... pasti lebih kehilangan dari kamu, tapi? Mama gak mau larut dalam kesedihannya. Karena mama sadar karena larut dalam kesedihan gak akan mungkin buat Papa kembali,"

Vio beralih dari tempat tidurnya ke tepi ranjang, benar kata abangnya. Namun..... rasanya sulit sekali, apakah dirinya mampu?

Saat Vio beranjak dari ranjangnya dan melangkah menuju pintu kamarnya. Tangannya terulur untuk membuka kenop pintu, abangnya kembali bersuara.

"Abang tau kamu dengerin suara Abang, Abang gak nuntut buat kamu bukain pintu kamar ataupun maksa kamu keluar kamar. Karena Abang tau, Vio masih butuh waktu untuk mengikhlaskan." ucap Kai pergi meninggalkan kamar Vio.

Vio menggantung tangannya, terdengar suara langkah kaki yang semakin menjauh. Mungkin abangnya sudah pergi dari kamar dirinya, perkataan abangnya membuat Vio tersadar. Bahwa ia harus menerima kenyataan dan bangkit untuk menjalani hidup.

Terdengar suara mesin motor yang tak asing bagi dirinya, mendengar suara mesin motor yang tak asing baginya ia pun segera melangkah menuju balkon kamarnya. Namun ia tak melihat sosok pemilik suara motor tersebut, Vio pun menatap rembulan yang bersinar terang di langit malam serta taburan bintang yang menemani sang rembulan.

Merenung, meratapi semua ingatan yang memaksa keluar untuk menguapkan segala rasa. Serpihan ingatan saat bersama Papanya membuat sakit hati mengingatnya.

Tiba-tiba sebuah lampion terbang di hadapannya ia pun mengambil lampion itu, Vio menatap sejenak lampion kertas tersebut lalu melihat ada sebuah kertas dan segera membukanya.

Do you miss me, Baby?

Vio langsung melihat bawah balkonnya, yang ternyata terdapat Angkasa sedang tersenyum kearahnya jangan lupa tangga yang ia bawa. Setelah dirasa tangga nya cukup kuat untuk menyangga tubuhnya ia pun segera menaiki tangga itu menuju atas balkon Vio.

Sampai di balkon Vio membantu Angkasa untuk menapak dengan tepat di lantai balkon. Angkasa tersenyum kearah Vio,  ia pun langsung menarik Vio kedalam pelukannya.

"Aku kangen bangettt sama pacar, " ujar Angkasa lalu melepaskan pelukannya.

Vio masih menatap Angkasa tanpa ekspresi, dengan gemas Angkasa langsung menarik kedua sudut bibir Vio dan membentuk sebuah senyuman.

"Aku kangen sama senyum kamu, " Angkasa memandang Vio dengan tatapan sayu miliknya  lalu melepaskan tangannya yang menarik kedua sudut bibir Vio.

Vio kembali memandang langit, Angkasa paham bahwa kekasihnya sedang merenung. Ia menatap Vio dengan sendu, biasanya Vio selalu cerewet namun kali ini ia lebih memilih diam. Vio terlihat rapuh, kantung matanya terlihat jelas Angkasa yakin bahwa kekasihnya sedang tidak baik-baik saja.

"Aku tau dalang dibalik kecelakaan papa kamu, " ucap Angkasa memandang langit.

Vio menoleh seakan bertanya 'siapa?'

Angkasa menatap Vio serius, "Sherryl, Arkan sama Juan." balas Angkasa.

Vio membulatkan matanya, "pasti bercanda, kan?" tanya Vio selidik namun masih kesan dingin.

Angkasa menangkup wajah Vio, "lihat aku, " ucap Angkasa dengan tatapan seriusnya.

Vio memandang manik mata Angkasa, namun nihil ia tidak bisa mencari letak kebohongan di mata Angkasa.

"Serius?" tanya Vio lirih.

Angkasa mengangguk, "mereka juga yang udah jebak kita, waktu kamu ketemu sama Juan itu cuma jebakan mereka terus Sherryl yang kirim aku pesan. Bodohnya aku gak dengerin penjelasan dari kamu," ucap Angkasa lirih di akhir kalimatnya.

Vio meneteskan air matanya, "tapi kenapa mereka tega bikin papa kaya gitu, seharusnya aku aja yang mati!!! Mereka benci aku, kenapa harus papa?" tanya Vio menatap mata teduh Angkasa.

Angkasa mengelap air mata kekasihnya, "jangan nangis, itu semua takdir." ucap Angkasa memeluk tubuh Vio.

"Tenang, mereka udah dapet balasan setimpal. Mereka di penjara selama 6 tahun, " tutur Angkasa seraya mengelus punggung kekasihnya.

"Seharusnya mereka mati!!! Kenapa cuma di penjara, hah?!"

Angkasa hanya mengeratkan pelukannya, memberi kekuatan kepada sang kekasih yang ia cinta.

"Maaf, seharusnya aku gak bilang penyebab kematian papa kamu dulu. Kamu malah tambah rapuh, " lirih Angkasa.

"Justru aku lebih seneng, kamu mau terbuka tanpa ada rahasia." balas Vio melepaskan pelukannya lalu tersenyum.

Di bawah balkon kamar Vio, mama Vio serta abangnya tersenyum melihat anaknya. Kai pun menitikkan air matanya, semoga saja setelah ini semuanya berakhir bahagia. Vio kembali ceria seperti biasa dan tidak menjadi Vio yang rapuh.

Berselang beberapa jam, Vio pun tertidur di pelukan Angkasa. Membuat Angkasa tersenyum memandang wajah kekasihnya.

Angkasa menggendong Vio ala bridel style, menuju kamar Vio. Ia membaringkan tubuh mungil Vio dengan perlahan, agar Vio tidak terusik dan bangun.

Ia menyelipkan helaian rambut milik Vio kesamping daun telinganya, ia menarik selimut sampai atas dagu Vio. Dan mengecup kening Vio dengan sayang.

"Sweet dreams, dear."

Angkasa pun bergegas pulang, ia bersyukur kekasihnya bisa lebih tenang hari ini. Ia berjanji akan menjaga Vio semampu mungkin, bahkan jika nyawanya sebagai taruhannya akan ia berikan asalkan kekasihnya selamat.

~~~

Gimana sama part ini???

Bentar lagi ending loh.... Jadi pantengin terus ok😁

Ets.... Udah Vote sama komen belum???

See u

IG:@ditarchmdn_


Angkasa (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang