Jika saja mata dapat berkata, ia pasti akan mengeluh karena selalu mengeluarkan air mata dengan alasan yang sama.
~Aretha~
Happy reading:)
***
Retha menatap miris kakinya, untuk digerakkan pun rasanya sangat sakit. Dia gak habis fikir bagaimana bisa Mamanya tega melakukan itu semua ke Retha.
"Bagaimana sakit gak? Ah gue tau pasti sakitnya double kan?" sahut Oliv yang tiba-tiba masuk ke kamar Retha.
"Lebih baik lo nyerah aja!" tambahnya dengan terkekeh sinis.
Retha menatap tajam Oliv. "Gue gak akan nyerah!"
Oliv tertawa mendengar ucapan Retha.
"Yakin gak mau nyerah? Mungkin tadi ketiga Abang lo sangat peduli ke lo. Tapi gue bisa mastiin kalau yang tadi itu adalah yang terakhir kalinya mereka peduli ke lo!"
"Lo fikir gue akan nyerah gitu aja? Gue gak akan nyerah, camkan itu!"
"Oke kita buktiin!"
Oliv tersenyum miring, dia menarik lengan Retha agar Retha berdiri, lalu dengan cepat Oliv mendorong Retha sampai kening Retha terbentur meja belajar Retha.
"Shh, maksud lo apa sih?!" Retha menatap nyalang Oliv.
"Gue akan buktiin ucapan gue tadi!" Oliv tersenyum miring. Oliv melirik gelas yang berisi air di samping nakas Retha. Lalu dia mengambil gelas itu dan segera membantingnya hingga air yang ada di gelas itu bertumpahan kemana-mana.
Retha melebarkan mata tak percaya. Ntah apa yang akan dilakukan Oliv saat ini. Retha tak bisa melawan Oliv sekarang ini, tenaganya tak mampu untuk melawan Oliv.
"Gila lo ya!" sarkas Retha
Oliv hanya terkekeh sinis, ia mengambil serpihan gelas lalu dengan santai Oliv menggoreskan ke lengannya sendiri.
Retha menatap tak percaya, Oliv seperti orang yang tak waras dia menggoreskan lengannya sendiri.
Darah mulai keluar dari lengan Oliv dan Oliv hanya tersenyum miring. Tak ada rasa sakit sedikit pun yang terlihat di wajahnya.
"RETHAA! APA YANG LO LAKUIN KE GUE?! NIAT GUE BAIK MAU NOLONG LO, TAPI KENAPA LO GINIIN GUE?!" Oliv berteriak histeris membuat Retha mengerutkan keningnya.
"Ada apa ini?" tanya Tania yang berlari tergesa-gesa karena mendengar teriakan Oliv, diikuti ketiga Abangnya.
"Hiks sa-sakit Ma hiks,"
"Yaampun Oliv, lengan kamu kenapa sayang? Kenapa bisa seperti ini?" tanya Tania yang terkejut melihat lengan Oliv penuh dengan darah.
"Tadi aku dengar suara seperti orang jatuh di kamar Retha Ma, karena aku penasaran jadi aku buka pintu kamarnya. Dan aku terkejut melihat dia terjatuh di lantai dengan pecahan gelas di samping Retha. Aku mau nolongi dia, aku takut dia terkena serpihan gelas yang pecah itu. Tapi saat aku mau memegang lengannya, Retha segera menepis tanganku. Dia malah mengambil serpihan gelas itu dan menggoreskan ke lenganku. Sakit Ma," jelas Oliv membalikkan fakta.
"Aku gak ngelakuin itu! Dia sendiri yang menggoreskan ke lengannya Ma!"
"Cukup! Kenapa kamu tega ngelakuin semua itu ke Oliv? Dia berniat baik padamu! Abang kecewa Retha!" Kevin berbicara dengan raut kecewa.
"Gue gak nyangka lo bisa sejahat itu!" Nevan menatap tajam ke Retha.
Sedangkan Kenan hanya terdiam dengan raut wajah yang sulit diartikan.
"Kevin, Kenan, Nevan kalian obatin luka Oliv! Biar anak gak tau diri ini Mama yang urus!"
Kevin, Kenan, dan Nevan membawa Oliv keluar dari kamar Retha untuk mengobati lengan Oliv.
Tania menatap nyalang ke Retha. Ia mendorong keras pintu kamar Retha agar tertutup. Lalu dia melangkahkan kakinya ke arah Retha yang masi terduduk di lantai.
Tania menjambak rambut Retha dengan kuat membuat Retha meringis kesakitan. Tak cukup itu, dia juga menampar pipi Retha dengan kuat sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Sakit Ma," lirih Retha menatap Tania sendu.
Seakan tuli dengan rintihan Retha, Tania mengambil serpihan gelas itu dan menggoreskan ke lengan Retha dengan kasar membuat darah itu langsung keluar begitu saja.
Tak puas dengan semuanya, Tania kembali menampar pipi Retha dengan kuat hingga menimbulkan suara yang nyaring.
Retha tak sanggup lagi. Ia menahan diri agar tak mengeluarkan air mata. Semua ini sangat menyakitkan.
"Ini semua karena kamu sudah membuat Oliv terluka! Jika kamu berani menyentuh dia lagi saya bisa pastikan kamu mendapatkan yang lebih dari ini!" ujar Tania dengan dingin. Dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar Retha.
Kali ini tak ada air mata yang keluar. Retha membersihkan serpihan gelas yang pecah. Setelahnya dia langsung pergi ke balkon kamarnya. Dia menikamati keindahan dari atas balkon bahkan dia melupakan luka yang tadi dilakukan Tania, Mamanya sendiri.
***
"Assalamualaikum Papa pulang!" Damar melangkahkan kakinya ke ruang tamu dimana ada Kevin, Kenan, Nevan, Tania, dan Oliv yang sedang duduk sambil menonton Tv. Hanya ada satu orang yang kurang disana, Retha.
"Wa'alaikumussalam Pa," seru mereka serentak.
Mereka menyalami Damar dengan bergantian, mata Damar melebar kala melihat lengan Oliv yang dibalut perban. Damar menatap intens luka itu dia menatap satu persatu yang ada di ruang tamu.
Tania yang faham dengan tatapan itu mulai menjelaskan semuanya.
"Jadi gini Pa, tadi Oliv tak sengaja mendengar suara jatuh. Jadi karena penasaran Oliv masuk ke kamar Retha dan dia menemukan Retha tergeletak di lantai dengan di sampingnya ada pecahan gelas. Oliv takut pecahan itu melukai Retha, jadi dia mencoba untuk menolong Retha tapi Retha menepisnya dan Retha malah menggoreskan lengan Oliv dengan serpihan gelas itu."
"Keterlaluan! Mau dia itu apa sih bisanya buat masalah aja!"
"Papa jangan marahin Retha ya, Oliv uda gak pa-pa kok. Mungkin Retha lagi banyak fikiran jadi Retha ngelampiaskan ke Oliv." Oliv menatap Damar dengan tatapan lembut membuat Damar luluh.
Damar mengacak rambut Oliv pelan. "Tapi dia tetap salah sayang! Kamu kenapa sih bela dia, padahal dia uda buat kamu luka kayak gini sayang!"
"Aku uda maafin Retha kok Pa, mungkin dia gak sengaja," ucap Oliv dengan senyum manisnya. Siapapun yang melihat senyumnya pasti akan tertipu dengan senyum Oliv.
"Kamu benar-benar baik sayang" ujar Tania sambil mengelus pipi Oliv.
"Yaudah ini uda larut sebaiknya kalian tidur!" timpal Damar menatap mereka satu persatu.
"Iya Pa," ujar mereka serentak.
***
Hai-hai 😄
Tau kok part ini gaje😴Tandai ya kalo ada yang typo:)
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETHA [On Going]
Fiksi RemajaTerlihat kuat di luar namun rapuh di dalam. Ia selalu berusaha agar tak melihatkan sisi lemahnya. Banyak cobaan yang harus ia lalui dari keluarga, pertemanan, bahkan percintaan yang membuat ia kembali rapuh seperti dulu. Baginya dunia terlalu kejam...