Part 10

426 85 3
                                    

Kebahagiaanku cuma satu, bisa dianggap seperti dulu lagi itu udah cukup.~Aretha

Happy Reading

"Sebenarnya gue, Kenan, sama Nevan itu-"

***

"Sebenarnya gue, Kenan, sama Nevan itu-"

Kring... Kring...

Ucapan Kevin terhenti karena bel berbunyi. "Uda bel nih, kuy lah ke kelas," sahut Kevin.

"Eh nggak! Lo tadi belum selesai ngomong! Cepetan ada hubungan apa lo pada sama Retha?" tanya Nathan memaksa.

"Ck uda lah gak penting lagian! Gak usah di bahas lah," sahut Kenan berjalan meninggalkan mereka.

"Ah gak asik lo!" ketus Bagas.

"Uda lah yok ke kelas!" ajak Kevin berjalan diikuti Bagas dan Nathan yang memasang wajah cemberut.

***

Retha POV

Saat ini gue sama keenam curut lagi di Rooftop. Awalnya sih gue tadi mau sendirian disini karena mau jernihin fikiran gue, tapi yang lain malah minta ngikut.

Jujur aja gue males banget disini. Apa lagi di deket gue ada Nevan, sodara kembar gue sendiri. Gue benci situasi seperti ini.

"Woi Van! Lo uda punya cewek apa blom sih?" tanya Clara ke Nevan. Nah gue suka nih sama pertanyaan Clara, karena gue juga penasaran. Selain itu gue tau maksud Clara nanyak itu ke Nevan, alasannya karena Zea uda nyimpen rasa ke Nevan dari lama.

Walaupun Zea gak pernah cerita ke kita, tapi kita tau Zea sering merhatiin Nevan. Uda gitu di diam-diam Zea juga nyimpen foto Nevan di galeri handphone-nya. Dari mana gue tau? Ya waktu itu gue pernah minjem handphone dia terus gue iseng-iseng buka galerinya, nah gue terkejut bukan main saat tau isi galerinya ada foto Nevan. Nah kebetulan juga Clara waktu itu ada di samping gue jadi gue kasi tunjuk aja ke Clara, dan respon Clara gak kalah terkejut dari respon gue.

"Ih bebeb Cla ngapai sih nanyak-nanyak Nevan uda punya cewek apa blom, bebeb Cla suka ya sama Nevan?" tuduh Reyhan ke Clara yang di balas dengusan oleh Clara.

"Bawel lo! Suka-suka gue lah mau nanyak apa, bukan urusan lo! Emang lo siapa gue?" tanya Clara sinis.

Gue hanya terkekeh geli melihat mereka. Sebenernya Clara suka sama Reyhan tapi karena Reyhan yang bolak-balik gonta-ganti cewek itu yang buat Clara jadi ilfil.

Waktu itu kita pernah denger katanya Reyhan macari anak kelas sepuluh yang mukaknya bisa di bilang cantik, dan disitu respon Clara langsung panas. Dia marah-marah gak jelas, pokoknya siapa pun yang waktu itu ganggu dia, siap-siap aja di omelin habis-habisan sama dia.

"Ih, kamu kan masa depan aku beb!" balas Reyhan dengan percaya dirinya.

"Dih gila aja gue sama lo!" ketus Clara. "Nev! Jawab elah lo uda punya cewek blom?" tambahnya.

"Nevan blom punya cewek," jawab David.

Clara menatap David gak percaya. "Bohong kan  lo! Mana mungkin Nevan blom punya cewek,"

"Ck Mak lampir! Lo tanya aja sana ke Nevan nya!" ketus David.

Gue ngelirik ke arah Nevan yang merasa cuek dengan pertanyaan dari Clara. Heran gue liat dia, mukak dia itu selalu santai, saat lagi genting pun tuh mukak dia masi bisa santai. Gue jadi kangen sama dia, gue kangen bisa bercanda bareng sama dia meskipun saat ini jarak kami lagi deket tapi keadaan gak kayak dulu. Gue kecewa sama keluarga gue.

"Woi Van! Jawab elah!" desak Clara ke Nevan yang masi diam.

Nevan melirik sekilas ke Clara. "Gue Masi jomblo, kalau lo suka dan mau jadi cewek gue, maap-maap aja nih gue gak mau nikung temen gue sendiri lagian mana mau gue sama Mak lampir macem lo," ucapan Nevan yang terakhir mampu membuat semua tertawa kecuali Clara yang mengerucutkan bibirnya.

"Nevan yang ganteng tapi masi gantengan kakek gue, enak aja lo ngatai gue Mak lampir. Gue dorong juga lu dari atas sini," ucap Clara

"Woi Van! Gila jujur bener lo," ledek Gavin ke Clara yang kini memasang wajah ketusnya.

"Tau ah gue kesel sama lo semua!" Rajuk Clara lalu memainkan Handphone-nya.

Gue terkekeh geli melihat mereka. "Baperan lo Cla,"

Clara hanya menatap gue dengan sinis dan gue balas dengan senyum mengejek.

***

Gue sekarang lagi di Cafe Arnes. Ya Cafe Arnes ini punya gue, gue bisa ngebangun ini Cafe karena hasil tabungan gue dulu dan juga hasil dari gue kerja. Gak ada yang tau Cafe ini punya gue bahkan dua sahabat gue juga gak tau apa lagi keluarga gue.

"Mbak, gimana peningkatan Cafe?" tanya gue ke Mbak Silla, Mbak Silla adalah orang kepercayaan gue untuk mengelola Cafe ini saat gue lagi gak bisa mantau Cafe. Umur Mbak Silla itu lima tahun diatas gue makanya gue manggil dia mbak. Dan dia juga nyuruh gue ngomong makek lo-gue, biar gak canggung katanya.

"Alhamdulillah Ret, berkembang dengan pesat. Bulan depan kita bakalan buka cabang," ucap Mbak Silla yang membuat gue tersenyum.

"Oh iya Ret, keluarga lo gimana? Si parasit itu masi dirumah lo?" tanya Mbak Silla dengan menekankan kata parasit membuat gue terkekeh.

Oh iya selain dua sahabat gue, Mbak Silla juga tau tentang masalah keluarga gue, karena gue uda nganggep Mbak Silla seperti Kakak gue sendiri.

"Masih Mbak. Keluarga gue masi cuek ke gue, rasanya gue pingin pergi aja dari itu rumah," balas gue

"Kalau lo mau minggat dari rumah, lo bisa ke rumah gue Ret. Gue kesepian dirumah,"

Gue menautkan alis bingung. "Lah Bonyok lo kemana Mbak?"

"Mereka pindah ke luar kota, bokap ada tugas kerja disana dan nyokap gak mau jauh dari bokap jadi mau gak mau mereka pindah. Awalnya sih mereka maksa gue untuk ikut tapi gue gak mau karena gue mau hidup mandiri dan gue juga udah nyaman kerja disini," jawab Mbak Silla.

"Oh gitu. Yaudah nanti kalau kira-kira gue di depak dari itu rumah, gue nginep tempat lo ya Mbak," ujar gue terkekeh geli begitu juga dengan Mbak Silla.

"Oke gue tunggu Ret," balas Mbak Silla terkekeh geli.

***

ARETHA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang