Part 16

362 64 3
                                        

Happy reading:)

Aku takut semua perhatian yang kau berikan padaku, semua itu hanya palsu. Sudah cukup aku terluka selama ini dan aku tidak mau terluka karnamu juga.
~Aretha~

Dari pulang sekolah tadi Retha sudah berada di Cafe nya. Melihat jalanan yang begitu ramai itulah yang sedang dilakukannya sekarang.

Sesekali matanya menelusuri cafe nya yang selalu ramai dikunjungi oleh remaja-remaja untuk menongkrong. Tak jarang pada malam minggu Cafe nya juga akan ramai.

Ia bersyukur sekarang dia sudah memiliki usaha dan dia sekarang tak pernah meminta sepeser uang pada orang tuanya. Lika-liku telah dilewatinya hingga ia berhasil seperti saat ini. Retha berharap semoga orang tuanya bangga padanya dan semua kembali seperti dulu.

"Ekhemm!"

Retha sontak menoleh pada seseorang yang berdeham padanya. Ia menaikkan alisnya. "Ada apa?"

"Gue duduk sini boleh kan?" tanya Gavin lalu duduk dihadapan Retha membuat Retha memutar bola mata malas. Gavinlah yang tadi berdeham padanya.

"Untuk apa lo nanya? Toh kalo gue gak ngizinin lo tetap bakal duduk disini," sinis Retha.

Gavin mengacak rambut Retha gemas. "Nah pinter lo," ujarnya membuat Retha mendengus.

"Lo dari tadi belum pulang?" tanya Gavin

Retha hanya menggeleng. "Lo sendiri? Kenapa masi pakek baju sekolah?"

"Oh gue baru kelar main dari rumah Nevan," balasnya.

Retha terkejut mendengar ucapan Gavin. Untung aja dia gak langsung pulang kerumah.

"Rumah Nevan?"

"Iya rumah Nevan. Oh ya gue mau cerita nih, tadi pas gue sama yang lainnya kekamar Nevan gue nemu bingkai foto dan yang lebih bikin gue kagat lo tau? Itu foto Nevan sama kembarannya! Gilaa gue baru tau Nevan punya kembaran!"

Retha ditambah terkejut dengan ucapan Gavin. Jadi Nevan masi menyimpan fotonya. Ia kira semua foto-fotonya dengan Nevan telah dibuang.

"Tapi Ret, gue kayak gak asing sama kembaran Nevan deh"

"G-gak asing gimana?" tanya Retha gugup.

"Ya gue kayak pernah kenal wajahnya tapi dimana ya?"

Retha gelagapan mendengar perkataan Gavin. "Mungkin lo salah liat, uda ah gak usah dibahas!" ucap Retha yang diangguki Gavin.

"Ret, lo uda punya pacar?"

Retha mengerutkan keningnya. "Belum, kenapa?"

Gavin tersenyum mendengar jawaban Retha, setidaknya dia masi punya harapan untuk meluluhkan hati Retha.

"Kalo orang yang lo suka ada?" tanyanya lagi.

"Kalo orang yang gue suka? Ada sih, emangnya kenapa?"

Gavin mendadak lemas. "Siapa?"

"Manusia!" ketus Retha.

Gavin menyentil kening Retha. "Gue tau manusia, maksud gue siapa namanya?"

"Kok lo kepo sih!" sinis Retha.

"Tinggal kasih tau aja pelit amat lo!" ketus Gavin. "Gue lagi suka sama cewek tapi tuh cewek gak suka sama gue, dia suka sama cowok laen," tambahnya.

Retha menatap miris ternyata Gavin menyukai wanita lain. Apa dirinya terlalu berharap lebih, ya dirinya terlalu berharap.

"S-siapa cewek itu?"

"Kok lo kepo sih!" cetus Gavin membalikkan perkataan Retha yang tadi membuat Retha ingin sekali menjambak wajah tampannya itu, eh apa tadi Retha mengakui Gavin tampan? Retha menggelengkan kepalanya.

"Migren kepala lo sampe geleng-geleng segala?"

"Iya migren karena lo!"

"Dih apaan karena gue," ucapnya tak terima. Retha tak membalas ia memilih untuk diam dan melihat kejalanan yang ramai.

"Gue cabut dulu," sahut Retha membuat Gavin mengerutkan keningnya.

"Cepet amat!"

"Cepet pala lo, gue uda berapa jam disini!" ujar Retha lalu pergi dari hadapan Gavin.

****

Retha bergegas pulang ke rumah, kalau nggak pasti Mak lampir Oliv bakal ngeloceh dan berakhir Retha dimarahin Mamanya.

Tapi saat Retha mau memesan ojek online di handphonenya, tiba-tiba dari arah belakang ada beberapa preman yang mengganggu Retha.

Retha menatap tajam ke arah preman-preman dihadapannya ini.

"Wih cantik bener," ujar preman yang tak memiliki rambut, dia botak.

Tak hanya itu tangan preman itu bergerak untuk memegang pundak Retha, namun Retha segera menepisnya.

"Wah sok jual mahal ni cewek!" bentak preman yang satunya.

Bughh

Baru saja Retha ingin memukul wajah preman itu tapi sudah ada seseorang yang menghajar preman-preman itu dengan bringas. Tampaknya dia sangat marah pada preman-preman itu.

"GAVIN STOP! MEREKA BISA MATI VIN!!" Retha menarik lengan Gavin tapi Gavin tetap menghajar preman-preman itu bahkan tambah kuat.

"Gavin stop! Lo bisa bikin mereka semua mati Vin! Gue gak pa-pa kok, gue gak diapa-apain sama mereka," ucap Retha dengan lembut dan berhasil Gavin luluh dengan ucapan Retha yang lembut.

Preman-preman tadi langsung pergi dari hadapan mereka. Gavin ingin mengejar preman-preman tadi rasanya ia belum puas menghajar mereka semua.

Usapan di lengan Gavin membuatnya menoleh. Retha menatap lembut pada Gavin. "Lo serem tadi," ujar Retha mengelus rambut Gavin dengan lembut.

Gavin menangkup tangan Retha lalu mengecupnya singkat. Singkat tapi berhasil  membuat jantung Retha berdetak dengan kencang.

"E-eh lo ngapain Vin?" tanya Retha gugup.

Gavin tersenyum tulus. "Gue gak mau lo kenapa-kenapa Ret, gak akan gue biarin satu orang pun nyelakain lo!" balas Gavin mengelus rambut Retha.

"Kalo gue baper lo harus tanggung jawab!" ketus Retha menepis elusan Gavin.

Gavin terkekeh geli. "Tanpa lo minta gue pasti akan tanggung jawab."

"Tau ah! Gue mau mesen ojol dulu!"

"Gak usah! Lo pulang bareng gue aja! Gue gak mau lo diganggu preman lagi! Dan gak ada penolakan!" ujar Gavin saat Retha akan membuka mulut. Dan Retha hanya mendengus atas paksaan Gavin. Tapi ada rasa senang sendiri saat Gavin perhatian padanya.

****

ARETHA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang