MPG-1

10.5K 212 1
                                    

Deska menyeka keringat yang membasahi dahinya, sesekali memerika daftar pesanan yang masih cukup banyak. Beberapa pelanggan setianya dengan sabar menanti giliran mereka, menunggu makanan yang sedang dibuat oleh sang pemilik toko. Suasana ramai akan pembeli, membuat seulas senyum tercipta dibibirnya. Ia tidak menyangka bisa memiliki pelanggan sebanyak ini, padahal ia hanya membuat makanan ringan berupa wafle yang penuh dengan krim serta buah segar bertabur diatasnya.
Usaha yang baru ditekuninya beberapa bulan ini, rupanya membuahkan hasil. Meskipun kedai kecil dipinggir kota, tidak membuatnya mengeluh dan berkecil hati. Dengan semangat dan antusiasnya ia mewujudkan toko impiannya.

"perlu bantuan??"

Deska mendongakan kepalanya dan menatap sumringah ke arah sahabat karibnya.

"Azel??" ucapnya senang

Deska menghentikan kegiatannya sementara dan memeluk sahabat lamanya itu, sudah lebih enam bulan Azel meninggalkan kota kelahiran mereka untuk bekerja. Setelah lulus kuliah, ia diterima disalah satu perusahaan property diluar kota, seperti impian mereka berdua. Hanya saja Deska memilih untuk berhenti kuliah karena himpitan ekonomi. Namun Azel tetap menjadi penyemangat Deska, disaat ia mulai menyerah dengan keadaan.

"kapan kamu pulang??" tanya Deska melepaskan rangkulannya

"semalam, ayo aku bantu. Pelangganmu lumayan ramai.."

"tapi, Zel-"

Azel mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum lebar, ia mengangkat nampan berisikan wafle serta ice coffie.

Melihat itu pun Deska tidak bisa menolak bantuan Azel, dimana Azel sudah ia anggap seperti kakak kandungnya. Deska kembali larut dalam pekerjaannya, memanggang dan menghias wafle sesuai rasa yang dipesan pelanggannya.

Huufft

Deska menghela nafas lelahnya, sembari meneguk air dingin yang ada didepannya. Sudah sepuluh menit toko kecilnya titup bahkan pelanggannya pun mulai meninggalkan kedainya.

"wah... Sepertinya kau perlu karyawan, De.."

Deska menatap ke arah Azel yang baru saja menutup pintu booth container miliknya. Ia pun ikut duduk disebelah Deska dan meraih botol air mineral yang disodorkannya.

"entahlah, rasanya cukup sulit untuk itu. Kau tahu sendiri mama selalu menentang usahaku ini" Ucap Deska lirih

Azel meraih tangan Deska dan mengusapnya pelan, seolah mampu memberikan kehangatan dan semangat untuk sahabatnya.

"jangan sedih, semua pasti baik-baik saja. Yang terpenting, kamu bisa melewati semuanya dengan baik" ucap Azel

Deska tersenyum hangat ke arah Azel, betapa beruntungnya dia memiliki sahabat sekaligus kakak sebaik Azel.

Malam itu seperti biasa, Deska pulang ke rumah tengah malam. Bekerja di kedai wafle miliknya dari pagi sampai malam, cukup membantu perekonomiannya.
Deska melangkahkan kakinya menyelusuri jalan yang cukup sepi menuju ke komplek rumahnya, rumah yang berada di blok terdepan komplek membuatnya tidak terlalu lelah berjalan. Rumah minimalis yang ia beli setahun yang lalu, dari hasil penjualan rumahnya dulu.
Deska memilih pindah dari kota besar itu dan memilih menetap di kota yang cukup jauh dari kotanya dulu. Meskipun berat harus kehilangan rumah yang sudah penuh dengan kenangan masa kecilnya bersama mendiang Papanya, namun ia yakin jika Abyan akan menerima keputusannya menjual rumah itu.
Selain ingin hidup lebih baik lagi dikota yang baru ditinggalinya, Deska memilih untuk menghindari seseorang yang selalu membuatnya nyaman. Tapi cukup sulit untuk menggapainya, dimana pria itu memiliki segalanya. Pria yang mengenalkannya dengan pertualangan cinta yang belum pernah ia alami.

Dihelanya nafas panjang, ia pun memilih mendudukan dirinya dianak tangga teras rumahnya. Mengingat pria itu semakin membuat perasaannya tidak karuan, begitu sesak saat dirinya harus meninggalkan pria itu tanpa kabar. Ia menghilang demi kebaikan pria itu, karena selama ini ia sudah berbuat jahat padanya.

"baru pulang??"

Langkah Deska terhenti saat ia ingin menaiki tangga, dilihatnya Susan sedang menatapnya dengan tatapan tajam.

"iya, ma. Mama belum tidur??"

Susan mendengus kecil dan meninggalkan Deska yang masih menatap kepergiannya. Deska kembali melangkahkan kakinya menuju kamar tidurnya, badannya cukup lelah dengan pekerjaannya seharian ditambah sikap mamanya yang masih belum bisa menerima keputusannya untuk menjual rumah mereka.
Susan awalnya menentang keras saat ia mengajukan permintaan untuk menjual rumah mereka, demi biaya kesehatannya serta dirinya yang ingin membuka usaha sendiri karena tidak ingin bergantung pada pamannya. Namun dengan keyakinannya, akhirnya Susan memberikan izin untuk menjual rumah mereka dan pindah ke kota lain.

Praaang

My Possessive Gabriel's (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang