MPG-29

1K 58 0
                                    

Selang sehari setelah pemakaman Susan dan Samuel, Deska masih merenung diatas ranjangnya. Tidak ada aktivitas lain selain merenung dan menangisi kepergian Susan, serta rasa bersalahnya pada Samuel yang menjadi korban kebakaran rumahnya.

"semua orang meninggalkan aku, bahkan dia yang pernah berjanji untuk mengabariku pun. Sampai hari ini tidak pernah terdengar kabarnya.." lirih Deska

Ia merasa jika hidupnya tidak seberuntung orang lain, dimana diusianya saat teman-teman sebayanya masih memiliki keluarga utuh. Bahkan bisa bepergian kemana saja dengan keluarga ataupun sahabat-sahabat.
Namun dirinya harus kehilangan satu persatu orang yang ia sayangi dengan tragis.

Pertama papanya yang diduga bunuh diri, karena tidak bisa menerima kebangkrutan perusahaannya. Kedua, Susan yang meninggal akibat kebakaran. Bahkan sebelum kejadian tragis itu, ia pernah memiliki sahabat sekaligus kakak yang melindunginya. Namun ia memilih meninggalkannya, bahkan melupakan janjinya untuk memberinya kabar.

Ceklek

Deska menghapus air matanya yang kembali menetes, ditatapnya seorang pria seumuran dengan Gabriel masuk kedalam kamarnya. Wajahnya cukup familiar, namun ia tidak begitu ingat pernah melihatnya dimana.

Pria itu tersenyum lembut ke arahnya, dan senyum itu mengusik hati Deska. Mengingatkan senyum lembut pria yang pernah mengingkari janji dengannya. Tetapi pria didepannya ini lebih terlihat dewasa dan berwibawa. Warna kulitnya pun sedikit coklat dari prianya itu, dengan kacamata bertengger dihidungnya.

"selamat siang nona De, perkenalkan saya Xavier. Dokter yang akan memeriksa kondisi nona.." ucapnya pelan

Deska masih terpaku ditempatnya, masih mencoba menyamakan pria didepannya ini dengan pria dimasa lalunya. Sangat berbeda, warna kulit, suara, bahkan nama mereka beda.

"bukan dia.." lirih Deska

"maaf, nona tadi berbicara sesuatu??" tanya Xavier

Deska menggelengkan kepalanya dan tersenyum tipis ke arah dokter Xavier. Sementara pria didepannya merasa tegang saat mendengar gumaman Deska, jika Deska mengingat siapa dirinya maka rencananya akan gagal.

"dokter, aku tidak apa-apa. Jadi aku tidak membutuhkan bantuan seorang dokter.." ujarnya sopan

"mungkin fisik anda sehat nona, namun saya yakin batin anda tersiksa melihat kejadian beberapa hari yang menimpa, nona.."

Raut wajah Deska kembali murung saat dokter Xavier mengingatkan kejadian beberapa waktu lalu.

"maaf, nona. Saya tidak bermaksud mengingatkan anda dengan kejadian-"

"tidak apa dokter, aku hanya belum bisa menerima semuanya.." sela Deska memaklumi

"apa anda ingin jalan-jalan disekitar rumah. Anda mungkin membutuhkan suasana baru selain kamar.." bujuk dokter Xavier

Deska menatap sejenak ke arah jendela kamarnya, suasana siang itu tidak terlalu terik. Mungkin ia bisa menghabiskan siang hari ditaman bunga, disana ada gazebo yang bersebelahan dengan kolam renang.

Deska kembali mengarahkan pandangannya ke dokter Xavier yang masih menunggu jawabannya, ia pun mengangguk dan beranjak dari ranjangnya.

Dokter Xavier berjalan bersebelahan dengan Deska, dan diikuti dua penjaga yang memang diperintahkan Gabriel berjaga didepan kamar Deska.

Sebenarnya Gabriel tidak melarang Deska keluar dari kamarnya, hanya saja ia dilarang keras jika keluar dari kediaman Gabriel tanpa izin darinya.

Suasana siang yang saat itu tidak terlalu panas, bahkan angin bertiup sepoi-sepoi seperti lagu pengantar tidur menerpa wajahnya. Gazebo yang berada didekat kolam renang menjadi tempat mereka mengobrol.

"bagaimana, nona. Apa terasa lebih baik dibanding didalam kamar??"

"benar dokter. Terimakasih sudah mengajakku kemari.." ucap Deska tenang

"nona, kehilangan seseorang yang kita sayang itu sangat menyakitkan. Apalagi sebelum kita mengatakan kepada mereka jika kita begitu menyayanginya.."
Deska mendengarkan ucapan dokter Xavier dengan tenang.

"namun satu hal yang anda harus tahu.." jedanya

"mereka tidak akan pernah tenang dialam sana, jika kita masih menangisi kehilangannya.." tambah Xavier

Deska menundukan kepalanya, mengusap pelan air matanya yang kembali menetes.

"semua orang punya caranya sendiri untuk mengihklaskan kepergian mereka. Dan saya yakin, nona bisa melewati semua ini. Karena orang tua anda akan bersedih saat melihat anaknya seperti saat ini"

Deska menghela nafas beratnya, sesak saat ia kembali mengingat kejadian itu. Seandainya ia bisa menolong Susan, mungkin ia tidak akan kehilangan seperti ini.

"ada rasa penyesalan yang masuk dalam hati. Saat aku tidak bisa menolong mama malam itu.." desah Deska pelan

"nona De, apa anda yakin dengan takdir??" tanya Xavier masih berdiri disebelah Deska

Deska menatap sendu kearah Xavier.

"mungkin ini sudah takdir yang harus nona jalani. Namun setidaknya, nona De masih bersyukur. Masih banyak yang menyayangi nona.." ucap Xavier

Deska menatap ke arah belakang Xavier, dimana disana ada Laila, Zian, dan Delon.

"anda masih beruntung memiliki mereka yang begitu menyayangi anda. Walaupun sosok ibu tidak bisa mereka berikan, setidaknya mereka selalu ada untuk anda.." tambah Xavier

Deska menatap ke arah ketiga orang didepannya dengan pandangan terharu, Laila menghapus air matanya yang sudah mengalir.

"kami menyayangi nona seperti layaknya sebuah keluarga, nona jangan merasa tidak memiliki siapa-siapa disini.." ucap Laila disela isakannya

"benar nona, kita semua adalah keluarga nona.."tambah Zian

Deska bangkit dari duduknya dan menghampiri Laila, Zian dan Delon. Dipeluknya dengan erat Laila yang masih menangis.

"terimakasih. Terimakasih kalian yang menyayangiku seperti keluarga kalian.." ucap Deska penuh haru

Xavier tersenyum lega melihat Deska yang sudah kembali tersenyum dan perlahan melupakan kesedihannya.

Seseorang dibalik jendela ruangannya tersenyum tipis melihat senyum wanitanya kembali terbit, walaupun bukan dirinya yang menciptakan senyum itu namun cukup membuatnya merasa lega.

Deska kembali menatap ke arah Xavier, dan menghampirinya dengan senyum yang masih terbit dibibirnya.

"dokter, terimakasih sudah membuatku sadar. Jika kelakuanku bisa saja membuat mama dan papa bersedih dialam sana.." ujarnya

"sama-sama nona, itu sudah tugas ku.."

"em... Sikap Dokter Xavier mengingatkanku dengan seseorang. Dulu dia selalu ada disaat aku sedang kesusahan, bahkan dia seolah berperan layaknya seorang kakak bagiku.."

Deg.



Hayooo... Siapa yang diingat Deska ya??
Penasaran siapa yang menjadi dokter Xavier, part selanjutnya dijelasin kok. Jadi... Lanjut ke part selanjutnya guyss

My Possessive Gabriel's (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang