MPG-38

1.2K 49 0
                                    

Deska menatap nanar berkas didepannya, bahkan air matanya lolos begitu saja. Berkas yang dibacanya adalah hasil otopsi Abyan, disana dijelaskan jika Abyan meninggal akibat dibunuh. Bukan bunuh diri karena depresi, seperti tuduhan dan hasil otopsi yang mereka terima dulu.

"tidak mungkin, papa...hiks.." isaknya

Deska meremas kertas itu dengan kuat, hatinya sudah berkecamuk dengan segala pemikiran buruknya pada Gabriel. Ia tidak menyangka Gabriel menyimpan rahasia sebesar itu, bahkan ia sudah menyimpulkan jika Gabriel dibalik kejadian ini.

"aku membencimu, Gabriel..aaarrgghhh.."

Prannng

Dengan kasar Deska membanting ponselnya kearah cermin yang ada didepannya. Bahkan ponselnya kini sudah hancur akibat kerasnya lemaran itu. Hancurnya cermin itu pun menggambarkan betapa hancur hati dan kepercayaan Deska pada Gabriel.

Sore harinya Gabriel semakin gelisah saat mendapati nomor ponsel Deska yang tidak bisa dihubunginya, bahkan Delon yang ditanyai pun hanya menjawab jika Deska tidak keluar dari kamar sejak siang hari. Tanpa menunggu jam kantor berakhir, ia dan Zian kembali ke rumah. Ia begitu mengkhawatirkan keadaan Deska saat ini.

Sementara dirumah, Delon dan Laila beberapa kali mengetuk pintu kamar Deska, namun tidak ada respon apapun dari Deska. Kamar itu terkunci dari dalam, Delon ataupun Laila tidak berani untuk mendobrak pintu itu dan memilih menunggu Gabriel sampai dirumah.

"sejak siang, nona mengurung diri. Bahkan dia belum makan siang, Delon.." keluh Laila

"kita tunggu tuan, mereka masih dijalan.."

Laila dan Delon pun akhirnya menunggu kedatangan Gabriel, mereka tidak tahu apa yang sudah terjadi dengan Deska. Namun Laila mendengar bunyi pecahan barang dari dalam, tetapi saat ia mencoba mengetuk pintu kamar Deska tidak ada sahutan dari dalam. Meminta bantuan Delon pun juga tidak membuahkan hasil, malah teriakan Deska dari dalam untuk pergi dari sana yang mereka dapatkan.

Gabriel memasuki kediamannya dengan langkah lebarnya, dengan Zian yang setia mengekor dibelakangnya. Rahang Gabriel terlihat mengeras, menahan amarahnya. Delon mengatakan jika sejak siang tadi Deska mengurung diri dan melewatkan makan siangnya.

"tuan, ini kunci cadangan kamar nona.."

Gabriel menerima kunci cadangan itu dari Zian, dan membuka pintu kamar Deska dengan kasar. Gabriel melihat pecahan cermin yang berserakan dilantai, bahkan beberapa barang pun sudah terlempar dan berserakan dilantai kamar itu.

"De, kamu dimana, sayang??" tanya Gabriel melihat sekeliling kamar Deska yang berantakan

Gabriel menangkap sosok disudut kamarnya, dimana Deska sedang memeluk tubuhnya sendiri. Isakan terdengar jelas ditelinganya, dengan cepat ia merengkuh tubuh Deska kedalam dekapannya.

"sayang, kamu kenapa?? Siapa yang melakukan ini??" tanyanya khawatir

Deska mendorong keras tubuh Gabriel, sampai membuat pria itu terdorong keras dan terduduk didepannya. Deska menatapnya dengan tajam, meskipun air mata itu membasahi wajahnya.

"kau...kau yang membuatku seperti ini" ucap Deska marah

Gabriel masih kebingungan karena keadaan Deska saat ini, apa yang sudah diperbuatnya sampai membuat Deska semarah dan semurka ini.

"sayang, ada apa-"

"diam.. Jangan pernah memanggilku dengan sebutan itu. Kau pembunuh..Kau pembunuh, Gabriel!!" bentak Deska

Deg. Gabriel mematung ditempatnya. Ia tidak tahu kenapa Deska menuduhnya sebagai pembunuh.

"apa salah papa, Gabriel. Kenapa kau membunuh papaku, kenapa!!" bentak Deska lagi

"bukan aku, De. Aku bisa-"

Deska melempar map biru yang ada didekatnya pada Gabriel.

"aku tidak menyangka, kau menyembunyikan semuanya. Kau memalsukan hasil otopsi papa yang sebenarnya.."

Gabriel menahan kedua bahu Deska dengan kuat, mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"bukan aku, De. Kau salah paham, aku tidak mungkin membunuh papamu-"

"aku tidak akan percaya denganmu..lepaskan aku.." ronta Deska

"kenapa?? Kenapa aku harus jatuh cinta denganmu. Seseorang yang sudah membunuh papa, apa salah papa denganmu, hah?? Apa??"

Deska merosotkan tubuhnya ke lantai, menangis histeris saat mengingat wajah ayahnya yang tidak bernyawa. Semuanya hancur saat itu juga, ia yang kehilangan kasih sayang ayahnya dan mendapat kebencian ibunya. Bahkan ia harus merelakan impiannya mengejar gelar sarjana, bekerja sebagai pelayan diclub pamannya. Dan akhirnya ia bertemu pria brengsek yang rupanya pembunuh ayahnya.

Gabriel memeluk tubuh Deska dengan erat, mengabaikan pukulan demi pukulan yang dilancarkannya.

"jangan sentuh aku, kau pembunuh..aku membencimu"

"tidak, De. Dengarkan aku. Aku bisa menjelaskannya, bukan aku yang membunuh papamu. Aku janji akan memperjuangkan keadilan untuk papamu-"

"dasar pembohong. Aku tidak akan percaya dengamu.."

Deska kembali memberontak dan mendorong tubuh Gabriel dengan keras. Saat melihat peluang untuk pergi dari sana, Deska berlari kelaur dari kamar dan menuju ke lantai satu. Zian yang melihat tindakan Deska mencoba menahannya, namun dengan kuat ia menggigit dan menendang zian sampai tersungkur. Deska kembali berlari menuju pagar rumah Gabriel, mencoba melewati kedua bodyguard yang sedang berjaga disana.

"Deska, berhenti.."

Teriakan Gabriel pun semakin membuatnya gugup, kedua penjaga itu pun menahan tubuh deska yang meronta untuk dilepaskan.

Sebuah mobil berhenti didepan pagar rumah Gabriel, dan menodongkan senjatanya pada kedua bodyguard yang menahan Deska.

Dorrr doorr

Dua tembakan itu berhasil melupuhkan kedua penjaga itu, melihat hal itu Deska kembali berlari keluar gerbang.

Gabriel yang melihat itu pun semakin gencar berlari menghampiri Deska.

"Deska tunggu.." teriaknya memperingati Deska yang hendak masuk kedalam mobil

"shitt!!" umpat Gabriel saat Deska sudah masuk kedalam mobil asing itu

"Zian, siapkan mobil"

Deska mengatur nafasnya yang memburu, ia pun mencoba menetralkan detak jantungnya. Ia tidak menyangka bisa kabur dari Gabriel, meskipun harus melukai bodyguard Gabriel.

My Possessive Gabriel's (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang