"Tadi malem Mama sama Papa kemana sih? Kalo udah berduaan aja lupa kalo udah punya anak," gerutu Lea kesal sembari menggigit roti tawar dengan selai blueberry.
Ghana tertawa melihat Lea yang tampak begitu kesal, begitupun dengan Erlangga, Papanya.
"Tadi malem tuh Mama sama Papa ke rumah Nenek, Nenek nelepon minta di temenin, ya Mama kan kasian, makannya nginep dan subuh tadi baru aja pulang," jawab Ghana.
"Kasian sama Nenek, tapi ga kasian sama anaknya sendiri. Mama sama Papa ngga ada tanya tuh, ospek pertamanya gimana. Semalam makan apa, ada cerita apa aja, ngga ada tuh." cetus Lea kesal.
"Anak Papa ini kenapa sih? Marah-marah gitu," ujar pria paruh baya itu sembari memeluk putrinya yang sedang duduk dari belakang.
"Ternyata ospek lebih kejam daripada MOS ya, Pa." Lea menumpu tangan dan menjadi tumpuan bagi kepalanya, dia terlalu lelah dengan masalah pelakor. Karena kejadian klise itu terus saja muncul dalam hidupnya.
Lagi dan lagi, Ghana dan Erlangga tertawa melihat tingkah putrinya ini, mana mungkin ospek akan lebih ringan daripada MOS yang isinya hanya kuis membeli suatu barang dengan clue yang tidak masuk akal? Ospek akan lebih daripada itu, bukan hanya itu saja.
"Ada masalah apa emangnya?" Tanya Erlangga lalu beralih duduk di kursinya, mengambil nasi goreng dan memulai sarapannya.
"Gaada sih, cuma cape aja di marahin."
"Kamu buat salah kali, makannya di marahin," sahut Ghana sembari meletakkan satu centong besar nasi goreng di atas piring Lea.
"Enggak, emang seniornya aja yang PMS anytime, anywhere." Rasanya Lea snagat malas sekali untuk menceritakan pada kedua orangtuanya tentang apa yang terjadi kemarin, apalagi masalah pelakor, jujur itu faktor terpenting yang membuat mood-nya down.
***
Matahari menyambut dengan senyuman indah, cerah bagaikan tengah berbahagia karena semalam turun hujan. Lea berangkat bersama Erlangga, sudah dapat di pastikan Lea tidak akan telat lagi dan juga tidak akan kena marah oleh senior.
Saat dalam perjalanan, Lea terus saja menatap jalanan yang begitu ramai, untungnya pagi itu tidak terlalu macet, jadi Lea tidak perlu cemas akan telat. Namun, tak sengaja matanya menatap seorang laki-laki yang tengah menggandeng tangan seorang Nenek yang hendak menyebrang. Di lihat dari almamater yang laki-laki itu kenakan, Lea sangat mengenali siapa orang itu.
Agasta Hansel Bimasatya.
Lea membuka kaca jendela dengan beberapa kali mengerjapkan matanya, apakah benar itu adalah Agasta? Senior yang julid dan tukang marah itu mau menyebrangi seorang Nenek?
Saat mobil Lea lewat, Agasta juga sempat melihat Lea yang juga menatapnya. Tak ada interaksi, sekedar menyapa saja sepertinya enggan. Keduanya sama-sama bingung dan heran, sampai akhirnya mobil Lea menjauh dan tak terlihat.
Agasta masih terdiam disana, menatap mobil yang membawa gadis yang sangat dia kenali itu. "Gue lagi halusinasi gak sih?"
"Nak, kapan nyebrangnya ini? Lampu merah udah nyala dari tadi."
"E-eh, iya Nek." Dengan gerak cepat Agasta menuntun dan sedikit membopong tubuh nenek itu agar cepat sampai diseberang sebelum lampu hijau kembali menyala.
Berbeda lagi dengan Lea yang masih terheran-heran dan masih saja menatap ke arah belakang. "Tuh orang pengen nyulik Nenek itu apa gimana, sih?"
"Siapa yang pengen nyulik Nenek-nenek?" Tiba-tiba saja Erlangga bertanya karena mendengar gumaman Lea barusan.
Lea yang mendengar itu langsung duduk seperti semula, "Itu, Pa. Ada cowok pengen nyulik Nenek-nenek tadi, Papa ga liat ya?"
"Ah, yang di deket lampu merah tadi? Jangan langsung ngasih kesimpulan kamu, siapa tau dia cuma bantuin Nenek itu nyebrang," sahut Erlangga.
Mana mungkin orang bermulut pedas seperti Agasta akan berbuat hal sebaik itu? Lea sangat yakin, pasti Agasta akan menyulik Nenek-nenek itu, yang Lea sendiri tidak tahu apa alasannya. Tiba-tiba saja, sebuah motor sport melaju dengan kencang menyalip mobil Erlangga, membuat Erlangga harus menginjak pedal rem dengan tiba-tiba, untungnya tidak terjadi tabrakan.
"Dasar anak jaman now, naik motor apa jemput ajal itu? Kalo mau ugal-ugalan mbok yo di tempat yang sesuai, jangan malah di jalan raya begini." Celoteh Erlangga, Erlangga tidak terlalu kesal atau marah pada sang pengendara motor, namun sebaiknya dalam berkendara harus memperhatikan keselamatan dirinya dan orang lain, bukan malah mengancam nyawa.
***
"Pa, nanti Papa pulang jam berapa?" Tanya Lea setelah turun dan sedikit membungkuk untuk dapat menatap Papanya dari luar mobil.
"Nanti Papa lembur, kamu naik ojek aja pulangnya, ya?"
"Oh, yaudah deh. Aku duluan ya, Pa!" Lea berseru lalu melambaikan tangannya pada Erlangga setelah mencium punggung tangan Papanya itu.
Hari ini — karena kejadian semalam — Lea memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengan Agasta. Lea hanya tidak mau membawa masalah dalam hidupnya, lagipula Lea sangat yakin kalau dirinya tidak akan pernah mencintai Agasta.
Untungnya, hari ini sudah tidak memakai pakaian absurd seperti kemarin, tidak ada pita di rambutnya, tali sepatu warna-warni, tapi nametag dan karung goni masih harus Lea pakai.
"Tumben ga telat."
Pernyataan itu membuat Lea berdiam di tempatnya, dan membalikkan tubuhnya. Disana, berdiri Agasta dengan almamater navy nya dengan tangan yang di masukkan kedalam sakunya, sok cool sekali.
Lea hanya tersenyum lalu pergi dari sana, Lea hanya enggan berurusan dengan Agasta lagi, Lea juga masih waras untuk tidak membuat hidupnya selama 10 semester tak aman. Bukannya Lea takut dengan Wendy, hanya saja Lea malas untuk meladeninya.
"Kenapa chat gue semalem ga di bales?!"
Lea kembali berhenti melangkah, apakah dia harus membalas pesan itu? Kalau iya, apa yang harus dia balas? Apa? APA?!
"Maaf, Kak Agasta yang saya hormati, tapi saya ngerasa nggak sopan aja kalo balas chat kakak secara personal seperti itu, saya kan, hanya Maba." Lea kembali teringat pada perkataan Wendy semalam, yang mengatakan dirinya hanyalah seorang mahasiswa baru yang tidak pantas mendekati senior apalagi senior itu memiliki pacar yang sangat posesif.
"Yaudah, kan gue yang minta. Ntar malem, balas chat gue."
Lea menghela nafasnya sembari memejamkan mata, "Kak, urusan saya dengan kakak hanya hukuman aja kan, dan hukuman itu akan segera saya laksanakan. Setelah itu, saya dan kakak tidak ada hubungan apapun selain senior ke juniornya."
"Lo ngelawan gue? Kalo gue bilang bales chat gue, ya bales!"
"Kapan kita tiktokan? Biar hukuman saya segera selesai, Kak."
"Gamau, sebelum lo bales chat gue dan mohon ke gue biar gue mau tiktokan sama lo, gue gaakan mau."
Berkali-kali Lea kembali menghela nafasnya gusar, Tuhan, tolong lenyapkan Lea sekarang juga. "Yaudah kalo gitu, Kak. Saya tiktokan sama Rensa aja, abis itu saya kirim ke kakak ya. Saya nggak ngelawan kakak kok, saya cuma ngelakuin apa yang harus saya lakuin." Finalnya.
Lea pergi, benar-benar tidak peduli lagi dengan panggilan Agasta yang sudah seperti alarm baginya, berulang-ulang. Lea ikut masuk kedalam barisan Maba, kali ini Lea memilih untuk berdiri di tengah-tengah agar Agasta tidak melihatnya. Sebenarnya bukan hanya Agasta, Wendy juga. Karena Lea tidak akan mau berurusan dengan senior lagi, apalagi bermasalah.
Seseorang menyenggol lengan Lea, membuat Lea menoleh padanya, "kenalin, Dinda!"
"Lea," bisiknya.
"Ntar kita ke kantin bareng! Oke?!"
Lea hanya membalasnya dengan tangannya yang membentuk 'OK' lalu kembali terfokus pada Miss Jelita selaku rektor di kampusnya. Untung saja para senior tengah tidak ada, kalau ada, sudah pasti Lea dan Dinda akan ketahuan karena berbisik-bisik seperti tadi.
Terkadang, Lea menyukai masa ospek. Dimana dia bisa berkenalan lagi dengan orang baru, berteman dan belajar dari kisah mereka semua yang terkadang lebih banyak menguras air mata. Seperti harus LDR dengan orangtuanya, ngekost di tempat yang tidak enak, mau pindah juga hanya di tempat itu yang murah. Sebenarnya Lea sudah beruntung tidak merasakan itu semua karena ia masih tinggal bersama orangtuanya.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Fiksi Remaja"Jadi, selama ini Kakak menggunakan aku sebagai alasan untuk menjauh dari Kak Wendy?" "Justru itu, gue kemakan omongan gue sendiri, Le. Sekarang, gue malah cinta beneran sama lo. Bener kata orang, cinta itu beralasan." *28/08/2020*