Lea melangkahkan kakinya masuk ke dalam kampus, pagi ini masih sama dengan pagi yang kemarin. Ia selalu menjadi pusat perhatian bagi seluruh mahasiswi, alasannya hanya satu, karena namanya masih menjadi pacar Agasta. Lea sedikit bingung dengan Agasta, laki-laki itu membenci rumor yang beredar, namun laki-laki itu juga tidak mau membersihkan namanya sendiri. Lagipula, siapa yang menyebarluaskan rumor tidak jelas seperti itu.
"Kalo gue tau siapa yang nyebar, bakalan gue tempeleng kepalanya."
Tiba-tiba saja Lea di seret oleh Wendy dan Thea, Thea menyeret tas Lea dengan jijik hingga mereka sampai di depan gedung fakultas Teknik.
Wendy berjalan membelakangi Lea, tangannya mengepal kuat dan giginya yang menggeram. Lalu, gadis itu berbalik menghadap Lea. "Hai, Lea."
Tak menjawab, Lea menunduk. Sungguh, pertama kali melihat Wendy saat ospek saja rasanya seperti bertemu dengan psikopat profesional, Lea takut, ia tak bisa melawan Wendy apalagi Wendy yang selalu bersama Thea yang ada ia bakalan kalah.
Thea memegang dagu Lea, lalu mengangkatnya ke atas. "Kalo disapa, jawab. Lo nggak punya mulut? Gagu lo?"
Wendy tertawa renyah, "Udah The, panas dingin ntar nih si cepu!" Wendy melangkahkan kakinya mendekati Lea, tangannya menyusuri punggung Lea lalu menarik rambut Lea dengan kuat.
Lea meringis sembari memegangi rambutnya yang di tarik oleh Wendy, ia tak bisa melawan selain pasrah. Disana sepi karena masih pagi, hanya ada beberapa mahasiswa yang bahkan acuh dengan apa yang terjadi disekitar nya.
"Satu, dua, atau tiga? Gue udah ngasih tau lo berapa kali? Banyak deh kayaknya. TAPI KENAPA LO NGGAK NGERTI JUGA, HAH?!" Wendy semakin kuat menarik rambut Lea dengan berteriak, ia sudah sangat geram dengan gadis bernama Lea itu. Dia selalu saja dekat dengan Agasta, jelas itu membuatnya cemburu.
"Lepasin, Kak..."
"Apa? Ulangin coba, lo ngomong apa?" tanya Wendy dengan tangan yang masih mencengkram rambut Lea.
"Udah cepu, sok-sokan jadi playgirl lagi. Nggak cocok, LO TAU?! Lo tuh cocoknya jadi JALANG!" bentak Thea sembari menoyor kepala Lea. Bukan hanya Wendy saja yang geram dengan Lea, tapi Thea juga geram karena gadis itu sudah berani-beraninya mendekati pacar sahabatnya, Agasta.
"Lo udah mancing emosi gue, Le. Lo inget kan, apa omongan gue beberapa hari lalu?" tanya Wendy sembari menatap Lea dari arah dekat. "Gue bakalan bikin hidup lo nggak tenang selama sepuluh semester, inget apa kata gue, Lea."
"Kak Agasta! Lea di bully lagi, nih!" Dinda berteriak saat melihat Wendy dan Thea yang selalu seniornya tengah membully Lea.
Lantas, kedua gadis itu panik karena Agasta akan datang. "Lo inget baik-baik perkataan gue!" Ancam Wendy sebelum ia dan Thea pergi kelimpungan karena takut Agasta benar-benar akan datang.
"Lo bakalan berurusan sama gue juga!" bentak Wendy pada Dinda.
Dinda tidak peduli, setakut-takutnya ia pada manusia, ia lebih takut pada Tuhan. Dinda berlari mendekati Lea yang kini berjongkok lemas, "Le, lo gapapa?" Gadis itu mengusap kepala Lea lembut dan berusaha menenangkan gadis itu agar tidak panik lagi.
Lea meringis, kepalanya terasa sangat pening karena saraf rambutnya di tarik sangat kuat. Ia takut, tapi tidak sampai menangis. Lea bukan tipe orang yang gampang menangis, kalau masalah yang ia hadapi sudah tidak bisa ia tanggung sendiri, barulah Lea akan membuang masalahnya dengan menangis. Meskipun tidak akan menyelesaikan masalah, setidaknya ia merasa lega karena menangis.
"Untung aja gue dateng, kalo enggak, habis lo sama tuh dua nenek lampir!"
"Lo diem dulu, bisa gasi?! Kepala gue hampir pecah dengerin bacotan lo!" sembur Lea, kepalanya sudah sangat pening, ditambah Dinda yang mengoceh tak ada henti yang akan membuat kepalanya pecah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Novela Juvenil"Jadi, selama ini Kakak menggunakan aku sebagai alasan untuk menjauh dari Kak Wendy?" "Justru itu, gue kemakan omongan gue sendiri, Le. Sekarang, gue malah cinta beneran sama lo. Bener kata orang, cinta itu beralasan." *28/08/2020*