"Gue anter pulang, ayo." Agasta menarik Lea dan mengambil motornya dan menaikinya seraya menyalakan mesinnya.
"Naik, udah sore, lo gamau pulang?"
Sungguh, Lea bingung bukan kepalang. Bagaimana ini? Bagaimana jika Wendy melihatnya bersama Agasta? Pasti, Wendy tak akan berhenti mengancamnya lagi. Dan bahkan bisa bertambah parah. Mendengar cerita dari Dinda, Wendy memang sedikit ambis dalam hal percintaan, dia akan terus mengejar cintanya walaupun sudah di tolak mentah-mentah. Kurang lebih, seperti banyaknya cewek-cewek yang mengejar cowok di Wattpad.
"Gausah deh, Kak. Saya naik bus aja, udah deket halte juga kok ini," tolak Lea sembari hendak berjalan, namun Agasta menariknya dan menggendong tubuh Lea, lalu menundukkan Lea di atas motornya.
Agasta ikut naik ke atas motornya, "kalo lo nolak, tandanya lo nggak nolak."
"Kalo saya nggak nolak?"
"Ya lo nggak nolak, ribet amat sih."
Lea benar-benar kehabisan akal, sebenarnya apa tujuan Agasta mendekati dirinya yang bahkan tidak ada apa-apanya di bandingkan cewek kebanyakan, bahkan Lea terlalu standar untuk Presiden Mahasiswa seperti Agasta.
Untuk yang terjadi hari ini, semoga hari-hari berikutnya bisa lebih baik. batin Lea.
Dalam perjalanan, Lea hanya diam sembari beberapa kali menatap wajah Agasta dari kaca spion, namun Lea segera memalingkan wajahnya dan seolah-olah tidak tahu ketika Agasta juga balik menatapnya, sementara Agasta, tertawa melihat itu.
"Rumah lo dimana?"
"Di tinggal."
"Hah? Gue nanya, rumah lo dimana?"
"Di tinggal."
"Maksud gue alamat rumah lo. Udah lemot, bego lagi." Agasta berdecih.
"Biasa aja dong, di jalan Cempaka 5," jawab Lea sembari cengengesan, membuat Agasta kesal memang sedikit menyenangkan.
Agasta menjadi teringat kembali bagaimana Lea mengatakan kalau dia di ancam oleh pacarnya, maksudnya siapa? Dirinya saja tidak memiliki pacar, bagaimana bisa Lea mengatakan di ancam oleh pacarnya?
Apakah Wendy? Tapi, Wendy bukan pacar Agasta lagi. Lalu, siapa?
"Lea."
"Iya, Kak?"
"Emang nama Lea lo doang? Gausah geer."
Lea mengepalkan tangannya kuat, ingin sekali dia menjambak habis rambut Agasta hingga terlepas dari kepalanya. Namun tidak bisa, kalau dia melakukan itu, yang ada Agasta akan membuatnya semakin sengsara, lebih dari tiktokan di pinggir jalan.
Tak lama, mereka sampai di rumah Lea. Lea turun dari motor Agasta, "Makasih, Kak."
Agasta menatap Lea bingung, "Makasih doang?"
Wajah Lea juga tak kalah bingung, pasalnya apa yang harus dia lakukan lagi? Memberi uang sesuai tarif seperti ojek online yang sering Lea gunakan jasanya?
"T-terus saya harus bayar?" tanya Lea pelan.
"Jadi pacar gue."
"HAH?!"
***
Lea menghentakkan kakinya kesal, dia juga bingung dengan Agasta, laki-laki itu sangat senang sekali membuatnya susah. Belum lagi, jika Wendy mengetahui apa yang Agasta katakan tadi, sudah dapat di pastikan bahwa sepuluh semester tidak akan pernah bisa aman. Apalagi Wendy yang seperti hantu itu, bisa berada di manapun.
Ah, lupakan saja. Lagipula Lea juga menganggap apa yang di katakan oleh Agasta hanyalah dusta, tidak ada sejarahnya langsung cinta dalam kurun waktu dua hari, tidak ada kecuali FTV dan Wattpad.

KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Teen Fiction"Jadi, selama ini Kakak menggunakan aku sebagai alasan untuk menjauh dari Kak Wendy?" "Justru itu, gue kemakan omongan gue sendiri, Le. Sekarang, gue malah cinta beneran sama lo. Bener kata orang, cinta itu beralasan." *28/08/2020*