11 - I Can't Do It

13 2 0
                                    

Hari pertama menjadi mahasiswa? Bisa di bilang, enak dan tidak enak. Enaknya, karena sudah menjalani masa ospek dengan lancar. Tidak enaknya, Lea harus terus bertemu dengan orang seperti Agasta setiap hari.

Pagi ini Lea menaiki motor maticnya yang sudah lama sekali tak ia pakai, terakhir kalinya adalah saat kelulusan SMA. Belum lama memang, tapi tangan Lea seperti kaku untuk menyetir.

Sebenarnya ini adalah kesalahan Papanya, yang begitu menginginkan Lea untuk mengambil fakultas hukum. Sejujurnya Lea ingin mengambil fakultas MIPA jurusan Astronomi karena Lea sangat menyukai dan ingin sekali menggeluti di bidang benda-benda luar angkasa. Dan keinginan terbesar Lea adalah bisa sampai ke bulan. Lea ingin sekali mengetahui bagaimana bentuk bumi dari atas sana, apakah bumi itu bulat, atau datar.

Namun naas, ia lebih memilih untuk mengikuti kemauan Papanya untuk masuk di fakultas hukum. Bukannya Lea tidak menyukai hukum, hanya saja ia ingin menjadi astronom yang hebat.

"Lah, Din? Lo FK hukum juga?"

"Iya."

"Kok gak bilang!"

"Lo nggak nanya sih."

Ada benarnya juga.

Lea sangat yakin, inspirasi Dinda dan banyak cewek yang masuk di fakultas hukum hanya untuk bisa satu gedung dengan Agasta. Padahal, di fakultas Teknik komputer ada Jeffrey yang tak kalah tampan dan di fakultas Teknik Mesin ada Yuda yang juga tak kalah menawan.

Lea menghela nafasnya, lalu mulai masuk ke dalam kelasnya dan mencari tempat duduk. Sepertinya dugaannya salah, tidak banyak cewek yang masuk di fakultas hukum.

"Le, duduk sini aja, belakang!" seru Dinda yang sedari tadi sudah duduk di kursi paling belakang. Lea yang masih berdiri mencari kursi hanya menggeleng lalu menduduki kursi baris kedua dari depan. Penglihatan Lea sedikit kabur, maka dari itu sejak dulu ia lebih memilih duduk di bagian kedua atau ketiga agar bisa melihat papan tulis dengan baik karena Lea tipe orang yang tidak suka memakai kontak lensa ataupun kacamata.

Kelas pagi ini tidak terlalu membahas pelajaran, hanya ada perkenalan dan sedikit basa-basi agar kelas tidak terlalu garing dan selanjutnya hanyalah dosen yang menjelaskan basic materi untuk kedepannya.

Seperti biasanya, siang ini matahari menampakkan sinarnya yang begitu membakar seperti hari-hari sebelumnya. Padahal kelas sudah ada dua AC yang menyala, tapi masih saja panas dan pengap. Lea mengibaskan bukunya di depan wajah, membuat sedikit angin yang bisa menerbangkan rambutnya.

"Panas banget ngapasi," gumam Lea, bahkan keringatnya sudah mengalir deras di pelipisnya.

"Lo sih, Dim. Matahari segala di bawa-bawa," sungut Lea pada Dimas. Salah satu temannya yang berkepala pelontos namun ia tutupi dengan memakai topi.

"Ini semua gara-gara pacar lo, tau nggak! Gue cuma ngelawak, eh dia nya kesel. Yaudah, rambut gue yang jadi korban." Sungut Dimas sembari mengusap kepala botaknya lalu memakai kembali topinya.

Lea mengerjapkan matanya dua kali, lalu kembali menoleh pada Dimas. "Pacar gue? Ngadi-ngadi lo? Gue nggak punya pacar anjir."

"Ngeles lagi lo, kan Agasta pacar lo. Seantero kampus juga udah pad tau kali kalo lo sama Agasta pacaran. Makannya kemaren adalah hari broken heart buat cewek satu kampus."

Tunggu! Jadi, kejadian kemarin itu sudah menyebar luas sampai seantero kampus tau? Padahal, kemarin kampus sudah sepi karena semua mahasiswa sudah pulang semua. Apakah ada seseorang yang melihat itu dan menyebarluaskannya?

Ah, pantas saja tadi pagi Lea menjadi pusat perhatian. Dari parkiran sampai kelas, ia selalu di perhatikan oleh seluruh mahasiswi dengan tatapan kesal. Jadi ini penyebabnya. Sialan!

ReasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang