Lea berjalan dengan menunduk, pikirannya kacau. Kalau bukan Wendy yang melakukan itu, lalu siapa? Tapi, Lea masih curiga pada Agasta dan Rensa. Bisa saja tadi Agasta hanya memojokkan Wendy untuk menutupi kesalahannya, kan?
"Padahal ini cerita romance, bisa-bisanya ada teka-teki nya begini."
"Woi! Lea! Sumpah ya lo, demen banget bikin orang satu kampus heboh!" seru Dinda sembari menyamakan langkahnya dengan Lea. "Eh tau nggak, anonymous account itu nge-post foto terbaru. Foto lo, Kak Agasta sama Kak Wendy! Gila sih, bukan cuma di rumah aja, tapi dia juga ada di kampus!"
"Hah?!" Buru-buru Lea mengecek sosial medianya, yang mana sudah banyak sekali screenshot dari account itu. Benar, di foto itu ada dirinya, Agasta dan juga Wendy saat di rooftop tadi. "Sumpah deh, gue udah kayak diteror tau gak."
"Rooftop jarang banget dimasukkin sama mahasiswa, tadi juga cuma kalian bertiga doang kan ya? Aneh sih, tapi gue curiga pemilik account itu mahasiswa di sini juga." Wajah Dinda tampak menaruh curiga.
"Tapi siapa? Yang jelas bukan Kak Wendy, soalnya tadi Kak Agasta juga udah cek handphonenya Kak Wendy gitu. Tapi, gue curiga nya sih sama Kak Agasta. Kan bisa aja dia curiga ke orang lain, padahal yang ngelakuin itu dia sendiri, iya nggak?"
"What the hell, Lea! Kalo Kak Agasta yang ngelakuin, terus siapa yang foto? Kan dia ada sama lo dan Kak Wendy tadi!" Jujur saja, Dinda ingin sekali menoyor kepala Lea hingga gadis itu bisa berpikir dengan jernih.
"Oh iya ya," ujarnya sembari tertawa. "Tapi kan bisa aja dia nyuruh orang buat fotoin itu dan setelah itu dipost, terus Agasta ngedrama seolah-olah bukan dia dalangnya padahal dia mau reputasi gue ancur."
"Reputasi lo ancur? Heh, disini dia juga ikut campur ya bahkan dia jadi pihak kedua setelah lo! Jadi kalo reputasi lo ancur, dia juga dong. Yakali Agasta Hansel Bimasatya yang dikenal tegas dan pinter banget itu rela ancurin reputasi nya cuma karena lo, gila aja kali." Decih Dinda yang memang ada benarnya. Tidak mungkin Agasta menghancurkan reputasinya hanya karena Lea, lagipula untuk apa laki-laki itu membuat drama yang menggegerkan satu kampus begin?
"Terus, siapa dong.."
***
Seluruh mahasiswa-mahasiswi sudah keluar dari kelasnya, kini hanya tersisa Lea dan Dinda saja yang masih duduk dengan wajah semrawut.
"Sumpah ya, Bu Novri ngajak gue gelut." Lea geram sendiri. Padahal tadi ia presentasi dengan sebaik mungkin, namun Bu Novri masih saja memberi nilainya D. "Padahal dari semalem gue belajar mati-matian, sialan banget emang."
"Mungkin lo masih ada kesalahan, selamat mengulang, Lea!" seru Dinda dengan tawa yang sangat puas. "Gue duluan ya, Le. Ojek gue udah nungguin nih."
"Yo!" Lea kembali memasukkan laptopnya ke dalam tas, ia keluar kelas dengan gontai. Lelah, lapar, kesal, semuanya bercampur menjadi satu. Lea hanya ingin segera pulang secepatnya, ia ingin segera makan masakan Mamanya yang enaknya selangit itu.
Saat sampai di luar, Lea mencari-cari kunci motornya di dalam tas. Ia mengobrak-abrik tasnya hingga seluruh barang yang ada di dalamnya keluar semua. "Kok, nggak ada?"
Lea berjongkok di lantai, masih mencari dimana keberadaan kunci motornya. "Ih! Kok ilang?!"
Tiba-tiba saja Agasta datang, menatap gadis alien yang tengah duduk di lantai layaknya orang gila. "Woi, lo mau mungutin aqua?"
"Enak aja tuh bacot, bantuin kek." Lea menoleh pada Agasta sejenak, lalu mulai fokus lagi pada apa yang ia cari.
"Nyari apaan?" tanya Agasta, ia ikut berjongkok di hadapan Lea dan ikut mencari.
"Itu, kunci motor gue.*
Agasta memberhentikan kegiatannya, ia menatap Lea dengan raut kesal, ingin memaki dan ingin melenyapkan gadis itu. "Udah aneh kayak alien, pelupa juga. Aduh, kalo lo udah nikah, apa iya lo lupa juga sama suami?"
Lea mengangkat kepalanya, menatap Agasta dengan raut heran. "Lo kenapa sih? Tiba-tiba aja nyelonong ke suami. Lagian suami gue jauh, di Thailand."
Agasta menarik hidung Lea dengan jari telunjuk dan jari tengah, "Mimpi!"
"Semua itu berawal dari mimpi!
"Tapi tadi pagi lo berangkat sama gue, anjir! Bego banget, heran."
Lea menepuk dahinya, ia baru saja ingat kalau tadi pagi Agasta memaksanya untuk berangkat bersama. Dan tasnya, sudah acak-acakan karenanya sendiri. "Lo kenapa nggak bilang daritadi sih, bikin nambah kerjaan orang aja." Sungut Lea tidak terima, kalau Agasta mengatakannya dari tadi mungkin tasnya tidak akan berantakan seperti ini.
"Lo nyalahin gue, hah?" Agasta maju mendekati Lea, hingga gadis itu menunduk takut.
Lea menggeleng, "Enggak! Ini salah gue kok, iya, salah gue." Dengan cepat, Lea membereskan seluruh barangnya untuk masuk ke dalam tas. Ia ikut berdiri ketika Agasta berdiri. "Ayo, pulang."
Agasta berjalan mendahului Lea, dan Lea mengikuti Agasta dari belakang.
Lea menatap Agasta yang masih memegang handphonenya, "Kak, biar gue pegangin sini handphonenya." Sebenarnya Lea ingin mencaritahu apakah Agasta dalang dari anonymous account itu atau bukan. Semoga saja Agasta tidak seperti Rensa yang tidak memperbolehkan ia untuk meminjam handphonenya.
"Nggak."
Oh tidak, ternyata kakak dan adik sama saja.
Keduanya duduk di atas motor dengan diam, Lea menatap jalan raya yang sore ini lengang, sementara Agasta menatap lurus ke depan dan sesekali menatap ke kaca spion.
"Ngh, Kak? Sebenarnya siapa ya orang di balik anonymous account itu? Abisnya aneh gitu, post foto setelah banyak yang share dan repost malah di private akunnya. Lo ngerasa ada yang aneh nggak sih?" Benar, Lea bertanya seperti ini hanya untuk menjebak Agasta. Siapa tahu laki-laki itu telah meletakkan kamera tersembunyi di pintu rooftop dan memotret dengan otomatis. Setelah itu, barulah di upload.
"Mana gue tau, gue bukan antek-anteknya." Agasta menjawab dengan santai.
Lea memutar bola matanya, "Kak! Gue baru inget kalo kucing gue belom di kasih makan! Pinjem handphone lo dong, gue pengen hubungin Mama buat kasih makan kucing gue!" seru Lea sembari menepuk-nepuk punggung Agasta, ia sangat berharap jika Agasta mau meminjamkan handphone padanya.
Namun jawaban Agasta sama sekali bukan apa yang menjadi harapan Lea, "Bentar lagi sampe rumah, kucing lo nggak akan mati kalo nggak makan sehari."
Lea mendengus sebal, ia mengerucutkan bibirnya sembari menatap jalan. Padahal Mamanya tidak akan pernah lupa memberi makan kucingnya, hanya saja Lea ingin meminjam handphone Agasta. Kenapa sesulit mendapatkan nilai A dari Bu Novri?
Agasta menatap wajah Lea yang cemberut, itu membuatnya tidak tega untuk tidak meminjamkan handphonenya, "Handphone gue di saku jaket."
Mata Lea terbelalak, saat ia memasukkan tangannya ke dalam saku jaket Agasta untuk mencari dimana handphonenya, laki-laki itu malah menggenggam tangan Lea.
"Lo pikir gue bakalan luluh sama muka menyedihkan lo itu? Nggak!" bentak Agasta lalu mengeluarkan tangan Lea dari saku jaketnya.
Lea mendengus, ia melirik Agasta dari kaca spion dengan tajam. "Kenapa sih lo nggak bisa baik sebentar sama gue, Kak. Sakit tau tangan gue kena kuku lo yang kayak macan itu." Lea mengusap punggung tangannya yang sedikit tergores karena kuku Agasta yang memang sedikit panjang.
"Terus? Gue harus jadi duta shampoo lain, gitu?"
CEKREK.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Dla nastolatków"Jadi, selama ini Kakak menggunakan aku sebagai alasan untuk menjauh dari Kak Wendy?" "Justru itu, gue kemakan omongan gue sendiri, Le. Sekarang, gue malah cinta beneran sama lo. Bener kata orang, cinta itu beralasan." *28/08/2020*