Kota Yogyakarta malam ini terasa sangat panas, dentuman musik terdengar begitu menggema, banyak sekali antara cowok dan cewek berjoget random dengan orang yang sama sekali tidak mereka kenal, namun mereka berjoget seolah sudah berkenalan begitu lama. Bahkan mayoritas cewek-cewek disana berpakaian seperti pakaian kekurangan bahan yang tampak lumrah.
"Mas, beer nya satu botol," ujar seorang wanita muda pada Rensa, anak laki-laki itu hanya mengangguk dan mengambilkan satu botol beer yang dipesan. Bekerja di bar bukan termasuk hal yang sulit, tapi juga tidak mudah.
"Bukain dong, Mas." Wanita itu kembali mendorong botol beer itu dan juga memberikan satu gelas kecil pada Rensa. Ini contohnya, satu hal yang sangat Rensa benci sampai-sampai ingin berhenti dari pekerjaan ini, namun ia tetap tidak bisa karena bagaimanapun juga ia membutuhkan uang untuk terus menyambung hidup.
Dengan terpaksa, Rensa membukakan botol beer itu dan menuangkannya ke dalam gelas, lalu memberikannya ke wanita yang tengah mabuk tersebut. Sebenarnya jika bersikap acuh, semuanya berjalan baik-baik saja. Tapi ada saja yang membuat emosinya naik hingga ia tidak dapat lagi mengontrolnya yang berakhir gajinya akan dipotong.
Sekali tenggak, gelas itu sudah kembali di hadapan Rensa. Dengan instruksinya, Rensa kembali menuangkan beer itu ke dalam gelas.
Ia muak.
Melihat orang berlawanan jenis yang berjoget dengan peluh yang membasahi tubuh mereka, bau keringat yang membuat hidung menjadi tersendat, termasuk seorang wanita yang seringkali menggodanya. Kalau untuk alkohol, mungkin Rensa masih bisa untuk membiasakan diri menghirup aroma alkohol. Namun bau menjijikkan yang berasal dari banyaknya pria dan wanita yang berjoget sangat Rensa benci.
Wanita itu sudah terkapar lemah, namun nafasnya masih memburu. Rensa paham, wanita itu habis bercinta dengan seorang pria yang membuatnya kehabisan nafas seperti ini.
"Woi, Ren! Bawa perempuan itu ke atas!" suruh Bobby, pemilik dari bar itu. Mana mungkin Rensa bisa menolak? Yang ada, ia akan di pecat dari pekerjaan ini.
Dengan rasa jijik, Rensa mengangkat tubuh wanita yang tadi terkapar. Bau alkohol sangat menyengat ketika mulut sang wanita itu terbuka sembari melantunkan desahan menggoda, membuat Rensa harus menjauhkan wajahnya. Wanita ini masih muda, namun pekerjaan yang ia ambil sudah tidak muda. Sebenarnya Rensa sedikit respect dengan wanita-wanita yang di pakai hanya untuk memuaskan nafsu saja, kalau takdir sudah berbicara seperti itu, Rensa bisa apa?
Rensa menjatuhkan tubuh wanita itu di atas ranjang, namun sebelum ia pergi, wanita itu menarik tubuh Rensa hingga hampir saja menindihnya jika Rensa tidak menompang tubuhnya dengan kedua tangan.
"Asshhh, fuck!" Wanita itu meremas bokong Rensa dengan mata yang terpejam, wanita itu juga memasukan tangannya ke dalam saku celana Rensa.
Rensa mendorong wanita itu lumayan keras, "Gue bukan orang yang nyewa lo, jadi tiduran manis disini tungguin aja om-om yang nyewa lo dateng." Rensa bangkit, lalu segera keluar dari ruangan yang seperti neraka itu dan menutup rapat pintunya.
Malam ini sudah menunjukkan pukul sebelas malam, itu artinya satu jam lagi shift kerja Rensa akan berakhir, dengan begitu ia bisa pulang dan tidur dengan nyaman karena besok ia harus kuliah.
"Ren, sebelum jam kerja lo habis, ambil sampah yang ada di belakang buang di depan," ujar Bobby yang mendapatkan anggukan dari Rensa.
Bukankah begitu nasib seorang bawahan? Di suruh-suruh oleh atasan seperti babu.
Malam sepertinya belum berakhir, setelah pukul tengah malam, banyak sekali tamu yang datang hanya untuk berjoget dan bercinta. Rensa menatap dua insan yang tengah bercumbu di atas sofa dengan sangat bergairah, namun Rensa malah bergidik jijik dan mual. Sumpah demi apapun, ia ingin sekali cepat-cepat keluar dari bar ini namun jika ia keluar maka dimanakah ia bisa bekerja? Jika di sebuah kafe biasa, bukan tidak mungkin banyak teman-temannya yang melihatnya bekerja, bahkan ia tidak mau jika harus diejek karena bekerja walaupun itu halal tapi mulut dan pikiran setiap orang beda-beda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reason
Teen Fiction"Jadi, selama ini Kakak menggunakan aku sebagai alasan untuk menjauh dari Kak Wendy?" "Justru itu, gue kemakan omongan gue sendiri, Le. Sekarang, gue malah cinta beneran sama lo. Bener kata orang, cinta itu beralasan." *28/08/2020*