17. Alternatif

5.6K 683 9
                                    

"Cowok-cowok biasanya nongkrong dimana sih?"

-Kampret yang pantang menyerah.


"Bang temen lo ada yang jomblo nggak?" Icuk melahap sushinya ke mulut dalam sekali suapan. "Kasih ke Kinanthi satulah, kasihan tuh dia udah patah semangat."

Akibat ucapan Icuk baik Bang Dira dan Bram menoleh cepat ke arahku. Aku yang sedari tadi hanya menopang dagu menatap layar ponsel terkejut ketika Bram menepuk bahuku perlahan.

"Sabar ya Kinan, semua pasti ada jalannya." Bram berbicara dengan sok nada sok bijaksana. Terlihat jelas diwajahnya raut menahan tawa, begitu juga Bang Dira yang sudah terkekeh.

"Apaan sih kalian ni?" Aku menonjok Bram yang kini sudah terkekeh.

"Bener kan lo udah patah semangat? Ha ha ..ha..!" Icuk tertawa sambil susah payah menelan sushinya. "Uhuk!"

"Sukurin! Makanya jangan suka men-dzalimi temen. Kena azab kan lu!" Aku melempar tisu ke kepala Icuk yang masih kesulitan menelan sisa nasi di tenggorokkannya.

"Eh emanngnya bener kamu lagi cari pacar Kin?" Bang Dira menyeringai menatapku, sembari menenggak ice lemon tea-nya.

Aku hanya menghela nafas malas mengakui kalau memang aku sedang mencari prospek kesana.

"Kinan tuh kemarin habis jalan sama artis, anak band gitu. Tapi jadi bodyguardnya. Haha.." Icuk mulai lagi. Memang baru Icuk yang tahu bahwa aku pergi dengan Janu. Itupun karena waktu itu dia menanyaiku duluan. Padahal sebenarnya aku sangat malas memberitahunya.

"Beneran?" Bang Dira tak percaya.

"Wah Kinan diem-diem punya jalur bawah tanah ya rupanya? Jadi udah pacaran belum?" Bram menepuk keras punggungku, tertarik. Oke ini menjadi hal yang menarik bagi mereka, karena selama bertahun-tahun bersama aku jarang sekali membahas lelaki manapun.

Aku membuang pandangan dari Bram. "Nggak cocok deh kayanya sama orang yang terkenal-terkenal gitu aku." Aku menyeruput es teh ku.

"Wah asik nih bentar lagi Kinan nikah!" Bang Dira memukul meja kegirangan.

"Ye! Apaan sih bang. Mau nikah sama siapa kalo belum punya pacar tuh. Menikahi diri sendiri masak." Aku terkekeh sambil memainkan sedotan di gelasku.

"Udah cowoknya nyusul aja lah, lo siapin semuanya dulu. Tempat, catering, oh jangan lupa foto pre-wed!" Bang Dira makin semangat mengimajinasikan pernikahanku.

"Terus ntar kan lo foto aja dulu buat pre-wednya. Ntar bagian lakiknya di item-itemin dulu aja Ha..ha..ha.." Timpal Icuk.

"Laki nya masih foto dari belakang aja yak." Bram tertawa terbahak-bahak. Aku yakin meja sebelah pun bisa tahu pembicaraan kami.

"Lakinya di cicil dong! Keliatan pundaknya doang, tangannya doang gitu!" Bang Dira semakin menjadi.

"Padahal mah tanganku sendiri aslinya ya!" Tambahku pada akhirnya. Kami semeja tertawa terbahak-bahak membayangkan konsep nikahku yang dicicil karena belum dapet pendamping. Memang paling bisa ya mereka ini membuat hal-hal menjadi bahan bercandaan.

Aku melahap sushi terakhir yang tadi masih berderet di piringku. "Eh tapi aku beneran nih, kalian nggak ada temen apa yang single gitu, tapi yang worth it lah."

"Lo mau yang gimana?" Bang Dira kemudian mengeluarkan ponselnya yang sedari tadi berada di saku celananya.

"Wah liat koleksi lu bang?" Icuk menyenggol lengan Bang Dira bercanda.

"Bangke!" Bang Dira melotot tidak terima.

"Ya yang oke lah, emang kalian nggak ada po temen nongkrong gitu. Kalo cowok sekarang pada nongkrong dimana sih? Atau kalo pada sparring gitu." Cerocosku.

"Kalo di rumah gue sih pada nongkrong di Pos Ronda." Bram menyahut.

"Yaelah itu mah bapak-bapak!" Aku mencubit lengan Bram yang duduk di sebelah kananku.

"Gue ada tuh perenang dia." Kata Icuk.

"Wiih! Tinggi dong! Suka nih." Aku bersemangat.

"Tapi item!" Bang Dira dan Icuk tertawa kembali.

"Udah Kin lo tuh salah kalo nanya begini ke kita. Gue mah ngerasa yang paling oke ya gue hahaha.." Bram menengahi.

"Udah lo ikutan aja kalo kita futsal noh, kan banyak orang tuh pilih aja deh." Icuk menyarankan.

"Lagian lo tuh nggak biasanya nguber jodoh begini lho. Lo nggak kerasukan hantu perawan kan? Ha? Ha!" Bang Dira mencengkeran lengan atasku yang hanya segenggaman tangannya, gemas.

"Auw! Hihhh!" kupukul balik lengannya. Bang Dira ini memang kebiasaan menyakiti teman begini kalau sudah gemas.

"Iyanih kenapa sih?" Bram ikut penasaran.

"Ibuku nyuruh nikah, minimal bawa calon besok desember." Jawabku jujur.

Seketika seperti sudah janjian ketiganya tertawa terbahak-bahak lagi, benar benar keras. Mungkin aku sudah macam sinetron dengan kisah cinta yang konyol-konyol itu ya. Bukannya menambah solusi malah semakin membuat ku sebal, tapi pada akhirnya aku tertawa juga sih. Hidup ini kadang memang cukup ditertawakan sajalah, biar ringan.

***

Aku beranjak menuju ke kasir yang ada di belakang meja kami. Restoran hari ini terlihat cukup ramai di jam makan siang. Meskipun sebagian besar pengunjungnya dari kantorku, karena letaknya hanya tepat diseberang persis.

Di balik kasir, Ibel duduk tenang sembari mengecek ponselnya dengan luwes sehingga memperlihatkan jari-jari lentiknya.

"Ih kok udahan sih?" Tanya lelaki manja didepanku dengan nada bicara khas Ibel.

Aku tersenyum ramah. "Iya, udah mau kelar jam istirahatnya." Aku mengulurkan kartu debit Bang Dira yang menraktir kami hari ini dengan alasan moment debutku mencari pacar.

"Kok tumben sering ngantor akhir-akhir ini sih?" Ibel ini memang sudah kenal banget sama kami semua jadi kami sering berbicara informal begini.

"Iya nih banyak deadline jadi ngantor sekalian." Jawabku sembari menyandarkan lengan di meja kasir.

"Ih lo tuh yak sekali-kali liburan gitu keles, kerja mulu kapan dapet pacarnya." Ibel menyeringai bahagia.

"Ye! Maunya juga gitu." Aku mencolek lengan ibel dengan genit, kemudian dibalas dia dengan lebih genit lagi.

"Tapi kalau lagi jalan nih, jangan bareng mereka begitu deh ya. Sendiri aja nongkrongnya." Ibel memberikan saran.

"Kenapa gitu?" dahiku mengerut tak meminta penjelasan.

"Ya lo kapan dapet lekongnya, yang ada pada takut." Paparnya. Alisku masih bertaut tak memahami maksud terselubung dari Ibel sang pakar comblang ini.

"Anjingnya banyak." Ibel terkikik menahan tawanya sendiri. Aku melontarkan pandangan ke meja kami, memang ada tiga lelaki konyol yang sedang melambai-lambai kearahku seperti boneka mampang.

THE DEADLINE  [FINISHED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang